Rapat Konsultasi DPR dan Presiden Tentukan Nasib RUU KPK
Berita

Rapat Konsultasi DPR dan Presiden Tentukan Nasib RUU KPK

DPR mestinya tidak melawan arus publik yang menginginkan keberadaan KPK dalam pemberantasan korupsi.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP

Usulan sejumlah fraksi memasukan Revisi UU (RUU) No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) menjadi buah bibir di tengah masyarakat. Tak sedikit masyarakat yang menunjukan sikap penolakan. Soalnya, isi draf RUU KPK cenderung melumpuhkan kewenangan lembaga antirasuah.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, meski sudah masuk dalam Prolegnas 2015, tidak berarti RUU KPK dapat segera dibahas. Sepanjang belum ada kesepakatan antara pihak DPR dan pemerintah, maka sebuah RUU belum dapat dilakukan pembahasan. Itu sebabnya, DPR akan menggelar rapat konsultasi dengan Presiden Joko Widodo.

“Ini memang isu sensitif makanya dalam Bamus minta rapat konsul akan membuat rapat konsultasi dengan presiden, apakah hal ini kita kerjakan atau tidak,” ujarnya di Gedung DPR, Jumat (9/10).

Sekalipun pihak pemerintah menyetujui dilakukannya revisi, kata Fadli, pembahasan belum akan ke persoalan substansi, namun lebih menegaskan sikap pemerintah. Maklum, RUU KPK awalnya memang menjadi hak inisiatif pemerintah. Namun belakangan pemerintah melalui Kemenkumham gamang atas sikapnya. Itu sebabnya DPR belakangan mengambil hak inisiatif terhadap RUU KPK.

“Seharusnya bersama (DPR dan pemerintah, red). Makanya perlu konsul dengan presiden, karena tidak mungkin inisiatif satu pihak, tidak akan jadi UU. Surat sudah disampaikan  ketua DPR, mudah-mudahan dalam Senin Depan lebih bagus,” ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, masuknya RUU KPK dalam Prolegnas 2015 lantaran sudah terdapat Perppu KPK pada Desember lalu. Maka itu, mesti ada kejelasan dari pemerintah. Kejelasan dimaksud apakah RUU KPK selesai di masa Prolegnas 2015 atau 2016 mendatang. Hal itu perlu ada kesepakatan antara DPR dengan presiden.

Anggota Komisi II Arwani Thomafi menilai RUU KPK semestinya menjadi ranah pemerintah. Pasalnya, pihak pengusul adalah pemerintah sesuai rapat pleno. Lucunya, meski membubuhkan tandatangan persetujuan melakukan revisi UU KPK, Arwani mengaku belum mengetahui substansi draf RUU KPK.

Tags:

Berita Terkait