GMHJ Adukan Putusan IKAHI ke Dewan Etik
Berita

GMHJ Adukan Putusan IKAHI ke Dewan Etik

Ada dugaan kuat Ketua MK Arief Hidayat selaku pimpinan sidang melakukan pembiaran terjadinya konflik kepentingan tersebut.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Arief Hidayat dan Anwar Usman. Foto: RES
Arief Hidayat dan Anwar Usman. Foto: RES
Setelah mengadukan ke Polda Metro Jaya, akhirnya Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta (GMHJ) mengadukan empat hakim konstitusi ke Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka adalah Ketua MK Arief Hidayat dan tiga hakim konstitusi dari unsur Mahkamah Agng (MA) yakni Anwar Usman, Suhartoyo, dan Manahan MP Sitompul.

Keempat hakim itu dinilai terlibat konflik kepentingan ketika mengadili dan mengabulkan sejumlah pasal dalam tiga paket UU Peradilan yang dimohonkan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI). Pasalnya, ketiga hakim konstitusi dari unsur MA tersebut masih tercatat sebagai anggota IKAHI nonaktif yang sedari awal seharusnya mengundurkan diri.

Kita baru masukkan berkas laporannya, untuk progress-nya nanti kita akan dihubungi,” ujar Sekretaris Jenderal GMHJ Alfian Akbar usai melaporkan dugaan pelanggaran etik empat hakim konstitusi di ruang sidang MK, Senin (19/10).

Dalam pengaduannya, GMHJ mencatat sejumlah bukti-bukti di dalam dan luar persidangan bahwa 4 hakim MK yang mereka laporkan telah melanggar etik. Misalnya, pada 22 Juni 2015, Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) telah mengirimkan surat keberatan ke MK yang meminta tiga hakim MK berasal dari MA yakni Anwar Usman, Suhartoyo, dan Manahan Sitompul mengundurkan diri.

“Tiga hakim tersebut masih berstatus sebagai hakim nonaktif yang bisa kembali aktif menjadi hakim di pengadilan tinggi setelah selesai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi. Tentu akan ada konflik kepentingan jika para hakim tersebut ikut menyidangkan perkara yang diajukan IKAHI,” ungkapnya.

Dalam sidang keempat hingga sidang keenam belum juga ada konfirmasi dari MK atas surat keberatan tersebut. Akhirnya, pada sidang ketujuh, FKHK meminta konfirmasi langsung langsung pada majelis hakim. Tetapi, sebelum selesai bicara, Ketua Majelis MK, Arief Hidayat memotong penjelasan pihak FKHK dan menyuruh petugas mematikan pengeras suara. “Nantinya, FKHK akan kita libatkan juga sebagai saksi pelapor.”

Sedangkan fakta di luar persidangan, GMHJ mencatat pada 31 Juli 2015, Wakil Ketua MK Anwar Usman menghadiri acara pengambilan sumpah dan pelantikan Ketua Pengadilan Negeri Klas IB Edward Simarmata di ruang sidang Pengadilan Negeri Klas IB Kepanjen, Jawa Timur. Pelantikan tersebut ternyata dihadiri juga oleh sejumlah hakim agung, hakim tinggi, dan panitera pengadilan tinggi Jawa Timur.

Dia menilai sidang pengujian tiga paket UU di bidang peradilan terkait konstitusionalitas keterlibatan KY dalam seleksi calon hakim bersama MA mengandung konflik kepentingan yang bisa mengakibatkan putusan MK batal demi hukum. Seharusnya, tiga hakim konstitusi dari MA mengundurkan diri sebagai hakim anggota dalam proses persidangan itu.

Menurutnya, putusan MK yang mengabulkan permohonan IKAHI itu melanggar Pasal 17 ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Sebab, MK merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman. Karenanya, selain tunduk pada UU MK, juga tunduk pada UU Kekuasaan Kehakiman.

Aturan itu menyebutkan “Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.”

Dalam ayat (6) UU tersebut disebutkan “dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yg bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

“Seharusnya MK mengeluarkan putusan yang menetapkan permohonan pemohon tidak bisa dilanjutkan karena melanggar Pasal 17 ayat (5) UU Kekuasaan Kehakiman,” kata dia.

GMHJ juga menilai ada dugaan kuat Ketua MK Arief Hidayat selaku pimpinan sidang melakukan pembiaran terjadinya konflik kepentingan tersebut. “Melakukan pembiaran dengan menggunakan kekuasaanya (menyalahgunakan kekuasaan) bentuk tindak pidana yang diatur Pasal 421 KUHP,” katanya.

Sebelumnya, GMHJ melaporkan empat hakim konstitusi tersebut ke Polda Metro Jaya. Mereka dilaporkan karena diduga melanggar Pasal 421 KUHP karena dianggap menyalahgunakan wewenangnya ketika mengadili dan memutussejumlah pasal dalam tiga paket UU Peradilan yang dimohonkan IKAHI. GMHJ memandang putusan itu janggal karena mengandung konflik kepentingan yang melanggar Pasal 17 ayat (5) UU Kekuasaan Kehakiman.

Saat berita ini diturunkan, Ketua Dewan Etik MK, Abdul Muktie Fajar belum bisa dimintai komentarnya. Upaya hukumonline menghubungi melalui telepon dan pesan singkatnya tidak membuahkan hasil.
Tags:

Berita Terkait