Pilot Gugat Maskapai Lion
Berita

Pilot Gugat Maskapai Lion

Lion menilai pilot meninggalkan tugas. Perjanjian Ikatan Dinas Penerbang dipersoalkan.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Maskapai penerbangan Lion Air. Foto: Sgp
Maskapai penerbangan Lion Air. Foto: Sgp
Perselisihan antara Oliver SSPS dengan PT Lion Mentar Airlines akhirnya bermuara ke pengadilan. Upaya perdamaian yang coba ditempuh melalui pengacara tak mencapai kata sepakat. Padahal pilot dan maskapai penerbangan itu punya hubungan hukum yang baik selama ini. Oliver bertindak sebagai pilot yang menerbangkan pesawat-pesawat Lion Air.

Hubungan keduanya mulai renggang setelah peristiwa 27 Desember 2014. Siang hari itu, Oliver punya tugas menerbangkan pesawat Lion Air Boeing 737-900ER rute Jakarta-Jambi-Jakarta. Tiga jam sebelum pesawat lepas landas, Oliver melakukan briefing dengan co-pilot, pramugari, dan kru lain. Oliver meminta agar 30 menit sebelum lepas landas semua penumpang sudah boarding.

Instruksi ini dijalankan. Penumpang naik pesawat. Namun ketika pilot menghidupkan mesin kedua, ada tanda-tanda pada fitur layar monitor pilot yang menunjukkan ada keanehan pada mesin. Temperatur mesin meningat dengan cepat. Khawatir terjadi yang tak diinginkan, Oliver mematikan mesin pesawat. Ia lebih mementingkan keselamatan penerbangan. “Kalau tetap diterbangkan, mesin pesawat akan meledak,” kata Oliver kepada hukumonline.

Penerbangan terpaksa ditunda (delay). Untunglah ada pesawat pengganti yang disediakan Lion. Namun setelah mesin dihidupkan, kondisi yang sama ternyata muncul. Oliver melihat ada keanehan pada mesin. Oliver merasakan tekanan gara-gara kekhawatiran menerbangkan pesawat itu. Akhirnya, ia tak jadi menerbangkan pesawat. Yang terjadi kemudian, ia memeriksakan diri ke dokter, khawatir ada efek stress gara-gara kegagalan terbang itu. Dokter menyatakan sang pilot menderita stres dan darah tinggi; sekaligus menyarankan beristirahat pada 28-31 Desember 2014.

Pada 28 Desember itu sebenarnya ada jemputan dari maskapai, meminta Oliver menerbangkan pesawat. Melalui anaknya, Oliver berpesan kepada yang menjemput, bahwa ia sedang sakit. Rupanya, perusahaan sudah menyiapkan surat peringatan kepada sang pilot. Tiga kali SP dilayangkan melalui elekronik mail.

Kasus ini akhirnya berlanjut. Upaya damai deadlock. Oliver memutuskan menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sidang atas gugatan sang pilot berlangsung Selasa (20/10) kemarin.

Bertua Hutapea, pengacara Oliver, menduga Lion melakukan perbuatan melawan dan melanggar UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.  Bertua menyebut contoh, gaji kliennya per Maret-Oktober 2015 belum dibayarkan. Surat peringatan pertama hingga ketiga dikeluarkan tiga hari berturut-turut tanpa jeda padahal kliennya dalam keadaan sakit sesuai surat keterangan dokter. Intinya, Oliver merasa mengalami kerugian materiil dan immateriil.

“Karena adanya perbuatan melawan hukum, adanya kesalahan yang mengakibatkan kerugian bagi penggugat, dan adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian yang dialami,” jelas Bertua, usai persidangan.

Pihak Lion Air menampik argumentasi Oliver dan tim kuasa hukumnya. Lion menilai alasan meninggalkan penerbangan mengada-ada. Setap pesawat yang akan diterbangkan sudah melalui pemeriksaan teknisi. Kalaupun ada masalah pada mesin, seharusnya pilot membuat trip report kepada manajer operasi atau chief pilot. Pihak Lion justru menganggap Oliver meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya menerbangkan pesawat Jakarta-Jambi. Lion mengklaim tidak ada laporan tertulis, klarifikasi, dan pertanggungjawaban. Argumentasi tentang rasa khawatir dan stres yang melanda pilot dinilai Lion mengada-ada.

Lion, seperti diuraikan pengacaranya, Harris Arthur Hedar, sudah memanggil Oliver secara patut. Panggilan lewat SMS pun sudah dilayangkan, tetapi tak direspon. Yang ada, Oliver menyampaikan surat sakit pada 5 Januari 2015. Karena itu, Lion menganggap penggugat tak punya iktikad baik. “Penggugat tidak pernah mempunyai iktikad baik untuk mengkonfirmasi dan mengklarifikasi kejadian 27 Desember 2014 tersebut,” jelas Arthur.

Perjanjian Ikatan Dinas Penerbang
Perkara gugatan ini rupanya juga mengungkit masalah Perjanjian Ikatan Dinas Penerbang, yaitu perjanjian yang diteken kedua belah pihak, pilot dan maskapai penerbangan. Isinya, kewajiban pilot untuk terikat bekerja di maskapai, dan kewajiban maskapai untuk ‘membiayai’ pendidikan sang pilot. Dalam kasus ini maskapai mentransfer 200 juta ke rekening sang pilot.

Lion Air meminta agar Oliver menaati Perjanjian Ikatan Dinas Penerbang tersebut. Perjanjian ini masih sah secara hukum karena dibuat dan diteken para pihak dalam keadaan sadar, tanpa ada penipuan, atau paksaaan dari pihak manapun. “Perjanjian Ikatan Dinas Penerbang adalah sah secara hukum karena dibuat dan ditandatangani oleh penggugat dan tergugat serta memenuhi unsur Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 1338 KUH Perdata, serta tidak melanggar UU Perlindungan Konsumen,” demikian diuraikan kuasa hukum Lion dalam salinan berkas jawaban.

Sebaliknya, penggugat menganggap Perjanjian Ikatan Dina situ menabrak larangan klausula baku dalam UU Perlindungan Konsumen. Penggugat meminta hakim untuk menyatakan ‘pinjaman’ ikatan dinas 200 juta tidak menjadi utang penggugat karena merupakan bagian dari transfer fee.
Tags:

Berita Terkait