Tak Punya Struktur-Skala Upah? Ini Sanksi Bagi Perusahaan
Utama

Tak Punya Struktur-Skala Upah? Ini Sanksi Bagi Perusahaan

Pengusaha diberi batas waktu dua tahun untuk menyusun struktur-skala upah. Jika tidak, beragam sanksi mengancam.

Oleh:
ADY THEA
Bacaan 2 Menit
Depnakertrans. Foto: SGP
Depnakertrans. Foto: SGP
Pemerintah telah menerbitkan PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Regulasi itu mengatur ketentuan terkait dengan pengupahan diantaranya mewajibkan pengusaha membentuk struktur dan skala upah. Penyusunan struktur dan skala upah itu harus memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompentensi pekerja/buruh.

Dirjen PHI dan Jamsos Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang, menjelaskan PP Pengupahan memberi kesempatan bagi pengusaha untuk menyusun struktur dan skala pengupahan. Dalam ketentuan peralihan pengusaha yang belum menyusun dan menerapkan struktur dan skala upah diberi waktu paling lama dua tahun terhitung sejak PP Pengupahan diundangkan.

Haiyani menjelaskan upah minimum ditujukan untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun. Bagi pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 tahun besaran kenaikan upahnya dirundingkan secara bipartit antara pekerja dan pengusaha di perusahaan yang bersangkutan berdasarkan struktur dan skala pengupahan.

Dengan dibentuknya struktur dan skala upah diharapkan dapat mewujudkan upah yang berkeadilan; mendorong peningkatan produktivitas di perusahaan; meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh; dan menjamin kepastian upah dan mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi. “Salah satu tujuan dibentuknya struktur dan skala upah itu untuk menciptakan upah yang berkeadilan,” kata Haiyani kepada hukumonline.com lewat telpon, Selasa (27/10).

Dalam menyusun struktur dan skala upah, pengusaha harus memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja dan kompetensi. Setelah dibentuk, struktur dan skala pengupahan itu wajib diberitahukan kepada seluruh pekerja. Itu perlu dilakukan guna mendorong produktivitas buruh karena ada kepastian kenaikan upah bagi buruh yang bekerja lebih dari satu tahun.

Haiyani mengingatkan, bagi pengusaha yang tidak menyusun dan menerapkan skala dan struktur pengupahan serta tidak memberitahukan struktur dan skala upah kepada pekerja, sanksi administratif siap mengancam. Sanksinya bisa berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi dan pembekuan kegiatan usaha.

“Pengusaha yang tidak menyusun dan menerapkan struktur dan skala upah serta tidak menberikannya kepada seluruh pekerja maka akan dikenakan sanksi,” tegas Haiyani.

Selain itu Haiyani menyebut struktur dan skala upah harus dilampirkan oleh perusahaan pada saat permohonan pengesahan dan pembaruan peraturan perusahaan. Atau pendaftaran, perpanjangan dan pembaruan Perjanjian kerja Bersama (PKB). Serikat pekerja/buruh diimbau untuk aktif mendorong agar pengusaha segera menyusun dan menerapkan struktur dan skala upah serta membagikannya kepada pekerja.

Dirjen Pembinaan, Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kementerian Ketenagakerjaan, Muji Handaya, mengatakan Kemenaker sedang menyiapkan instrumen-instrumen untuk menerapkan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam PP Pengupahan.

Instrumen itu dibutuhkan dalam rangka penegakan hukum, misalnya bagaimana membuktikan kalau pengusaha telah atau belum menyusun dan menerapkan struktur dan skala pengupahan serta menyebarluaskan kepada seluruh pekerjanya. Bisa saja dalam praktiknya pengusaha menyusun dan menerapkan struktur dan skala pengupahan serta memberikannya kepada seluruh pekerja dalam bentuk PP, PKB atau Surat Edaran Perusahaan.

“Sudah ada tehnik-tehniknya bagaimana melakukan pengawasan dan menerapkan sanksi itu, kami akan berupaya keras menjalankannya,” ujar Muji.

Muji mengatakan secara teknis, penerapan sanksi itu akan diatur lewat Peraturan Menteri. Saat ini regulasi itu sedang dalam tahap pembahasan dan akan segera diterbitkan. Aturan teknis itu sangat diperlukan petugas pengawas untuk menegakan aturan sebagaimana diatur dalam PP Pengupahan. “Kami mendorong peraturan menteri itu segera diterbitkan,”
tukasnya.

Tak ketinggalan Muji mengatakan pengenaan sanksi administratif itu tidak menghapus sanksi pidana pengupahan. Ia menyebut sejumlah ketentuan terkait pengupahan yang ada sanksi pidananya seperti aturan tentang upah harus dibayar paling rendah sesuai upah minimum dan pembayaran upah lembur. Sanksi pidana itu diantaranya diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Selain itu pasal 61 PP pengupahan menegaskan pengusaha yang telah dikenai sanksi administratif tidak menghilangkan kewajibannya untuk membayar hak pekerja/buruh.

Sekjen OPSI, Timboel Siregar, berpendapat dengan mewajibkan pengusaha menyusun struktur dan skala upah serta memberitahukannya kepada seluruh pekerja maka pekerja akan mendapat kepastian upah. Sehingga pekerja yang sudah berkeluarga dan bekerja lebih dari satu tahun akan mendapat upah yang lebih tinggi dari upah minimum. “Pelanggaran terhadap Pasal 14 ayat (2) dan (3) PP pengupahan ini bakal dikenakan sanksi administratif sesuai Pasal 59 yaitu sanksi teguran tertulis sampai pembekuan kegiatan usaha,” paparnya.

PP Pengupahan juga mewajibkan pengusaha memberikan bukti pembayaran upah kepada pekerja. Timboel melihat itu diatur dalam pasal 17 ayat (2) PP Pengupahan. Menurutnya ketentuan itu sudah baik untuk membantu pekerja membuktikan upah yang diterimanya. Namun, ia mengkritik keras sebagian ketentuan yang diatur dalam PP Pengupahan, diantaranya mekanisme penetapan kenaikan upah minimum yang dipatok menggunakan formula yang ditentukan lewat tiga variael yaitu upah minimum tahun berjalan, inflasi dan PDB nasional. Sedangkan variabel KHL tidak digunakan.

Ketua Advokasi Kebijakan Publik DPN Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anthony Hilman, mengatakan pengusaha secara umum tidak keberatan dengan kewajiban struktur dan skala upah serta memberitahukannya kepada seluruh pekerja. Hal itu sudah lazim dilakukan hampir di setiap perusahaan. Namun, ada sebagian perusahaan terutama yang skala menengah dan mikro yang tidak memiliki struktur dan skala upah yang sistematis.

Struktur dan skala upah menurut Anthony menguntungkan bagi perusahaan dan pekerja. Bagi perusahaan, struktur dan skala pengupahan itu bisa digunakan sebagai strategi perusahaan untuk bisa survive dalam persaingan usaha. Misalnya, dalam strategi perekrutan, perusahaan ingin mempertahankan pekerjanya yang dinilai punya produktivitas dan kompetensi yang baik. Untuk menjaga agar para pekerjanya tidak pindah ke perusahaan lain maka perusahaan tersebut memberikan upah yang lebih tinggi daripada perusahaan lain.

Bagi pekerja, dikatakan Anthony, struktur dan skala upah memberi kepastian upah dan karir. Misalnya, pekerja yang berada di tingkat jabatan rendah akan melihat peluang karirnya dalam beberapa tahun ke depan untuk meraih jabatan yang tingkatnya lebih tinggi. Dengan begitu maka pekerja akan terpacu untuk meningkatkan produktivitas guna mencapai jabatan yang lebih tinggi.

Anthony mengatakan sudah semestinya perusahaan memberikan struktur dan skala upah kepada seluruh pekerjanya. Itu bisa dicantumkan dalam peraturan yang ada di tingkat perusahaan seperti PP atau PKB. “Dengan membentuk struktur dan skala upah, sekaligus mengumumkannya kepada seluruh pekerja akan berdampak positif bagi perusahaan dan pekerja,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait