MK Tolak Uji Persyaratan Calon Anggota BPK
Berita

MK Tolak Uji Persyaratan Calon Anggota BPK

Menurut Mahkamah permohonan tidak beralasan menurut hukum.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES


“Adapun syarat dan larangan bagi anggota BPK diserahkan pada undang-undang yang mengaturnya,” ujar Maria dalam persidangan.

Prinsipnya, tutur Maria, larangan dan syarat tersebut tetap berpegang pada kebebasan dan kemandirian BPK sebagai lembaga yang menghendaki kebebasan dan kemandirian personal anggota BPK.

Terkait dugaan konflik kepentingan anggota DPR ketika mencalonkan diri sebagai anggota BPK, Maria menjelaskan pengelolaan keuangan DPR dipegang oleh Sekretariat Jenderal DPR dan bukan anggota DPR. Demikian pula, dengan lembaga negara lainnya seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY).

“Atas dasar itu, Mahkamah berpendapat anggota DPR bukan merupakan objek pemeriksaan oleh BPK karena kedudukannya bukan sebagai pengelola keuangan negara,” lanjutnya.

Terkait dalil pemohon yang menilai anggota DPR harus mengundurkan diri saat mencalonkan diri sebagai anggota BPK, menurut Mahkamah hal itu dianggap sebagai masalah etika calon bersangkutan, bukan termasuk dalam ranah konstitusionalitas norma.  Selain itu, adanya jangka waktu paling singkat 2 tahun agar calon anggota BPK terpilih dapat melaksanakan tugasnya secara mandiri dan bebas karena pemeriksaan keuangan dilakukan terhadap pengelolaan keuangan dilakukan 1 tahun sebelumnya.

“Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum.”
Nampaknya, harapan advokat Ai Latifah Fardhiyah dan seorang notaris Riyanti yang berniat maju sebagai calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kurang berjalan mulus. Pasalnya, permintaannya agar memaknai persyaratan calon anggota BPK lewat uji materi Pasal 13 huruf j, Pasal 28 huruf d, huruf e UU UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).  

“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan putusan bernomor 106/PUU-XIII/2014 di Gedung MK, Rabu (4/11).

Ai Latifah Fardhiyah dan Riyanti yang berprofesi advokat dan notaris yang berniat menjadi anggota BPK ini mempersoalkan Pasal 13 huruf j dan Pasal 28 huruf d dan e UU BPK. Sebab, larangan rangkap jabatan bagi anggota BPK berpotensi merugikan para pemohon ketika mengikuti proses seleksi menjadi calon anggota BPK di masa depan akibat ketidakjelasan tafsir khususnya frasa “lembaga negara lain”.
              
Misalnya, frasa “lembaga negara yang lain” dalam Pasal 28 huruf d menimbulkan multitafsir jika ada calon anggota BPK dinyatakan lulus seleksi yang kebetulan masih bertugas sebagai anggota DPR dan anggota partai politik. Sebab, Pasal 13 huruf j UU BPK mensyaratkan untuk menjadi anggota BPK adanya masa jeda 2 tahun meninggalkan jabatan di lingkungan pengelola keuangan negara.


Praktiknya, pengisian jabatan tersebut hanya berlaku di instansi pemerintah (eksekutif), tidak berlaku di lembaga legislatif (DPR). Karena itu, para pemohon meminta MK memberi penafsiran terhadap frasa “lembaga negara yang lain”, apakah yang secara langsung berhubungan dengan fungsi dan kewenangan mengatur, mengawasi, dan memeriksa keuangan negara atau lembaga negara yang dipahami secara umum.

Dalam pertimbangan yang dibacakan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati disebutkan integritas dan imparsialitas BPK tidak hanya bersifat kelembagaan, tetapi juga secara personal. Sehingga, persoalan ini harus ditekankan mulai dari proses rekrutmen calon anggota BPK.
Tags: