Bank Diminta Hentikan Dukungan Terhadap Investasi Batubara
Berita

Bank Diminta Hentikan Dukungan Terhadap Investasi Batubara

Penggunaan bahan bakar fosil bisa sebabkan negara miskin kekurangan pangan dan air.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: ADY
Foto: ADY

[Versi Bahasa Inggris]

Dalam satu dekade ini, total dukungan bank dan finasial terhadap investasi batu bara mengalami peningkatan. Tak tanggung-tanggung, pinjaman maupun penjaminan untuk perusahaan berbasis bahan bakar fosil itu naik hampir sepuluh kali lipat disbanding nilai yang diberikan untuk investasi energi baru terbarukan (EBT). Sepanjang 2004-2014, investasi EBT hanya mendapat dukungan hampir AS$120 miliar. Sedangkan energi fosil mengumpulkan lebih dari AS$1000 miliar.

Jumlah tersebut merupakan hasil dari penelitian Jaringan Fair Finance Guide International (FFGI) terhadap pembiayaan bank dan lembaga keungan bagi sektor energi. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis tren pembiayaan 75 lembaga keuangan. Lembaga-lembaga itu, disoroti dalam pembiayaan terhadap sektor bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak dan gas (migas), perusahaan energi terbarukan seperti solar panel, pembangkit listrik tenaga surya, turbin angin, dan rekayasa panas bumi.

Di Indonesia, penelitian ini hanya dilakukan terhadap 11 lembaga keuangan. Mulai dari Citibank, UFJ Mitsubishi, OCBC NISP, HSBC, CIMB Niaga, BNI, BRI, Bank Mandiri, BCA, Bank Danamon, dan Bank Panin. Selain itu, ada pula delapan perusahaan yang bergerak di sektor tambang batubara dan utilitas yang menjadi objek penelitian.

Sustainable Development Officer dari Perkumpulan Prakarsa, Rotua Tampubolon, mengatakan penelitian tersebut memang dilakukan untuk menyoroti pentingnya lembaga keuangan membuat komitmen untuk mengurangi dampak negatif investasi yang mereka lakukan terhadap perubahan iklim. Pasalnya, berdasarkan studi kasus yang telah dilakukan FFGI pada tahun 2012 lalu, sebesar 81% dari seluruh emisi gas rumah kaca global disumbangkan oleh CO2, yang notabenenya berasal dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, gas alam dan minyak.

“Kalau tidak ada perubahaan dalam penggunaan bahan bakar fosil tersebut, bumi akan menghadapi risiko kenaikan suhu. Situasi ini diramalkan berdampak pada negara-negara miskin yang berisiko kekurangan pangan dan air,” tandas Rotua, Kamis (5/11).

Rotua menilai bahwa selama ini dukungan investasi terhadap bahan bakar polutif dari bank masih cukup tinggi. Menurutnya, hal tersebut terbukti dengan hasil penelitian yang memperlihatkan masih banyak bank besar menginvestasikan uangnya untuk bahan bakar posil. Dari hasil penelitian FFGI, diketahui bahwa CIMB Niaga dan Bank Panin masih menginvestasikan semua uangnya untuk bahan bakar fosil. Sementara itu, prosentase investasi Bank Mandiri untuk energi fosil sebesar 99%. Bank BCA dan Bank BRI masing-masing memberikan investasi senilai 98%.

Sementara itu, ada pula bank yang telah mengurangi proporsi pembiayaan bahan bakar fosil. Penelitian FFGI menyebutkan, Bank UFJ Mitsubishi kini hanya menginvestasikan 8% uangnya untuk energi fosil. Hanya saja, menurut Rotua peminaman dan penjaminan bank tersbeut untuk bahan bakar lain yang juga polutif masih tinggi.

Tags:

Berita Terkait