Wakil Ketua MA bidang Non Yudisial, Suwardi, SH, MH:
Reformasi Peradilan Sudah Banyak Kemajuan
Berita

Wakil Ketua MA bidang Non Yudisial, Suwardi, SH, MH:
Reformasi Peradilan Sudah Banyak Kemajuan

Hadapi tantangan, MA berupaya kreatif mengoptimalkan sumber daya.

Oleh:
RZK
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua MA bidang Non Yudisial, Suwardi, SH, MH. Foto: Istimewa
Wakil Ketua MA bidang Non Yudisial, Suwardi, SH, MH. Foto: Istimewa
Pasca reformasi bergulir pada tahun 1998, semua lembaga negara langsung berbenah, baik itu atas inisiatif sendiri dari lembaga yang bersangkutan maupun atas dorongan lembaga swadaya masyarakat serta dukungan dari lembaga donor. Salah satu yang menunjukkan iktikad membenahi diri dengan serius adalah Mahkamah Agung (MA).   Dibantu oleh Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) serta dukungan lembaga donor seperti The Asia Foundation, pembenahan di tubuh MA dimulai dengan terbitnya sebuah pada tahun 2003.   Kini, kurang lebih 12 tahun sudah Reformasi Peradilan khususnya MA sebagai puncak kekuasaan kehakiman telah berjalan. Dalam perjalanannya, Reformasi Peradilan telah diwarnai oleh banyak dinamika, sebagian positif, sebagian lagi negatif.   Untuk mengetahui perkembangan Reformasi Peradilan, Hukumonline berkesempatan mewawancarai Wakil Ketua MA bidang Non Yudisial, . Berikut ini petikan wawancaranya:   Kalau bicara implementasi, jelas sudah sangat maju perjalananan implementasi cetak biru. Karena sistem pelaksanaan pembaruan yang dilaksanakan secara berkelanjutan. Sebagai catatan, cetak biru pertama kali dikeluarkan pada tahun 2003. Selanjutnya pada cetak biru jilid kedua, Pembaruan Peradilan sudah masuk pada tahun keempat.   Implementasi pada ke lima kelompok kerja, yang terdiri dari Manajemen Perkara, Pengawasan, Pendidikan Latiihan, Manajemen dan Sumber Daya Manusia, serta Akses terhadap Keadilan sudah masuk pada tahap yang sangat maju. Meskipun kemajuan bervariasi antar tiap pokja.   Sebagai contoh, tahun ini Pokja A2J (Access to Justice) telah berhasil mendorong pengesahan Perma Nomor 1 tentang Pelayanan Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Negeri Dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah Dalam Rangka Penerbitan Akta Perkawinan, Buku Nikah, Dan Akta Kelahiran  dan Perma Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana   Di sisi Manajemen Perkara, kemajuan juga sudah sangat maju, di MA kita terus menyempurnakan rezim Sistem Kamar terakhir kali melalui SK KMA Nomor 213/2014 dan juga untuk menjamin penyelesaian perkara pada MA, kita memiliki SK KMA Nomor 214/2014 tentang Jangka Waktu Penanganan Perkara Pada Mahkamah Agung Republik Indonesia   Pada sisi Pendidikan Latihan, kita telah memiliki semua software yang diperlukan untuk mengoperasikan badan pendidikan latihan yudisial modern. Semua modul dari Pendidikan Calon Hakim, Pendidikan Hakim Berkelanjutan, Pendidikan Panitera dan berbagai sertifikasi telah dikembangkan, yang pada waktu kita memulai pembaruan, hal ini sama sekali belum ada.   Pertama, Pembaruan Fungsi Teknis. Penyempurnaan regulasi Sistem Kamar, optimalisasi rapat pleno kamar untuk menjaga konsistensi dan kesatuan hukum, optimalisasi aturan pelengkap kekosongan hukum untuk efektifitas penyelengaraan Peradilan, dan pembatasan upaya hukum peninjauan kembali di MA (semua diatur terakhir kali oleh SK KMA Nomor 213 tahun 2014)   Kedua, Pembaruan Manajemen Perkara. LahiRnya kebijakan percepatan perkara, meliputi: a. Di  MA yang sebelumnya ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun menjadi 250 hari (8 Bulan). SK KMA Nomor 214/SK/KMA/XII 2014 b. Mengubah Jangka waktu penangan perkara paling lama 6 (enam) bulan menjadi paling lama 5 (lima) bulan untuk Pengadilan Tingkat Pertama dan paling lama 3 (tiga) bulan untuk Pengadilan Tingkat Banding. SEMA No. 2 Tahun 2014 c. Pengembangan sistem Berkas Perkara Elektronik untuk permohonan Kasasi/ Peninjauan Kembali. SEMA No. 1 Tahun 2014
  • Sistem Pembacaan Serentak di Mahkamah Agung berhasil mempercepat 59,90% dari Sistem Membaca Bergiliran.
  • Modernisasi Penanganan Bantuan Delegasi Panggilan/Pemberitahuan,
  • Peningkatan Publikasi putusan pengadilan di Direktori Putusan Mahkamah Agung, pada tahun 2006 kita hanya memiliki 0 perkara yang tersedia online, per hari ini kita punya tidak kurang 1,5 juta putusan online.
  • Penyempurnaan Manajemen Perakra di Pengadilan Tingkat Pertama dan Banding.
Ketiga, dalam hal sistem dan keterbukaan informasi di Peradilan. MA menduduki peringkat ke delapan dari 135 Lembaga dalam kerterbukaan informasi publik yang dilakukan Komisi Informasi Pusat. Publik dapat mengakses penanganan perkara melalui sistem informasi perkara di masing-masing Pengadilan, Sistem Informasi Penulusuran Pengadilan Negeri (SIPP),  Sistem Informasi Administrasi Perkara Peradilan Agama-Plus (SIADPA-Plus), Sistem Informasi Perkara Militer (SIAD-DILMIL), Sistem Informasi Peradilan Tata Usaha Negara (SIAD-PTUN). Adanya Kompetisi Inovasi Pelayanan Peradilan se-Indonesia, kompetisi ini untuk mencari inovasi-inovasi yang ada di pengadilan tingkat pertama.   Keempat, capaian akses terhadap keadilan di tahun 2014  meningkat 12.30% dibandingkan tahun 2013, terutama bagi masyarakat miskin. Melalui fasilitas pembebasan biaya perkara, sidang di luar gedung pengadilan, pos bantuan hukum pengadilan dan pelayanan terpadu juga meningkat.   Intinya banyak proses kerja konvensional berhasil diubah dalam rangka pembaruan, semua langkah diambil dalam mewujudkan tercapainya visi badan peradilan yang agung.   Sumber daya selalu merupakan masalah terbesar dalam melaksanakan pembaruan di organisasi mana pun. Minimnya dana, dan minimnya tenaga yang mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembaruan adalah kendala terbesar.   Selain itu kendala selanjutnya adalah keengganan untuk berubah. Karena perubahan selalu akan mengharuskan perubahant terhadap comfort zone. Tidak semua orang suka untuk berubah, Kadang perlu dipaksa.   Tidak lupa fakta bahwa pengadilan adalah organisasi yang terdiri dari tidak kurang 842 kantor di seluruh Indonesia. Kami memiliki tidak kurang 30,000 pegawai, 8000 diantaranya hakim, sekitar 8000 panitera/juru sita, dan 16,000 pegawai non teknis.   Situasi dan kebutuhan lapangan sangat berbeda-beda, ada yang berada di tengah kota, ada yang di tengah hutan belukar, ada yang di tengah laut, sulit untuk menstandardisasi solusi dan kebutuhan. Masing-masing memiliki kekhususan. Mengelola kekhususan ini merupakan hal yang cukup rumit.   Kita harus kreatif mengoptimalkan sumber daya yang ada. Saat ini, MA menjalin kerjasama strategis dengan mitra-mitra pembangunan internasional yang memiliki perhatian terhadap perbaikan peradilan Indonesia, dan juga bekerja dengan pengadilan negara sahabat, untuk memastikan praktik terbaik bisa diaplikasikan di Indonesia.   Saat ini, MA memiliki MoU dengan Federal Court Australia, Family Court of Australia, Hoge Raad Kerajaan Belanda, Kerajaan Sudan. Semuanya ditujukan untuk mengisi kekosongan sumber daya.   Dalam hal merancang strategi untuk menghadapi tantangan, tentunya kita berpegang pada cetak biru, dan program prioritas pembaruan.   Cara mengkomunikasikan program-program pembaruan ke Pengadilan Tingkat Banding dan Pertama pertama kami memiliki Laporan Tahunan, yang berisi semua informasi tentang capaian dan arahan MA. Selanjutnya, kami memiliki situs Jaringan Dokumentasi Informasi Hukum (JDIH) yang memuat semua kebijakan MA terkini, sejak peraturan MA tahun 1950 an.   Terakhir, tentunya melalui program Bimbingan Teknis kepada semua Hakim dan Pegawai Pengadilan Tingkat Banding dan Pertama yang rutin diadakan.   Ini akan sangat tergantung kepada pejabat yang memimpin direktorat jenderal badan peradilan tersebut.   Saat ini, pemerintah cukup mendukung, namun alokasi anggaran untuk pembaruan masih terasa belum cukup, sehingga masih diperlukan kerjasama luar negeri.   Program pembaruan yang mendukung integritas ialah dalam program keterbukaan publik, MA memberikan informasi penegakan disiplin aparatur peradilan. Pada tahun 2014, MA menjatuhkan hukuman disiplin kepada 209 aparat peradilan,   Adanya monitoring dan evaluasi atas hasil pemeriksaan reguler antar MA dan Komisi Yudisial.  
Sepuluh tahun sudah pembaruan mengandalkan pendekatan Top Down, artinya perencanan dilakukan di pusat, ada kebijakan, dan pengadilan tingkat pertama dan banding sebagai garda depan melaksanakan.

Sekarang giliran pengadilan tingkat pertama, dengan jumlah pengadilan tingkat pertama yang mencapai 740 pengadilan, tersebar di tidak kurang 400 kabupaten/kota dengan struktur geografis, sosial/ekonomi yang berbeda, untuk menunjukkan kepada MA, inovasi apa yang mereka miliki.

Saya setuju dengan Pak Ketua (Ketua MA, M Hatta Ali) dalam sambutannya dalam launching Kompetisi Inovasi, bahwa sulit untuk memiliki suatu one size fits all solution untuk pelayanan.

Diperlukan kekhususan tertentu yang hanya diketahui lapangan yang berasal dari solusi atas pengalaman yang dihadapi- yang akan sangat bermanfaat, apabila bisa dipelajari, disempurnakan, dan direplikasi bagi seluruh komitmen pengadilan untuk melayani masyarakat. Untuk itulah kompetisi ini diselenggarakan.


Cetak Biru Reformasi Peradilan



Suwardi, SH, MH

Secara umum, menurut bapak, sudah sejauh mana implementasi program-program Reformasi Peradilan?










Hal-hal apa yang bisa menjadi catatan penting dari perjalanan Reformasi Peradilan?











Sejauh ini, apa kendala dan tantangan yang dihadapi MA dalam mengimplementasikan program-program Reformasi Peradilan?








Bagaimana cara MA mengatasi kendala serta merancang strategi untuk menghadapi tantangan tersebut?






Bagaimana strategi MA dalam mengkomunikasikan implementasi program pembaruan ke pengadilan-pengadilan di bawah?






Faktor lingkungan pengadilan (umum, TUN, militer, dll) apakah mempengaruhi proses implementasi program-program Reformasi Peradilan?


Bagaimana dukungan negara/pemerintah dalam rangka MA mengimplementasikan program-program pembaruan? 


Beberapa kasus judicial corruption yang muncul ke publik sepertinya menunjukkan bahwa integritas aparat pengadilan masih memprihatinkan, bagian mana dari program pembaruan MA yang terkai dengan kondisi ini? Bagaimana pandangan bapak mengenai hal ini?




Bagaimana korelasinya antara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Peradilan dengan implementasi program pembaruan MA?
Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait