Beragam Aspek Perlu Dipertimbangkan dalam RUU Minuman Beralkohol
Utama

Beragam Aspek Perlu Dipertimbangkan dalam RUU Minuman Beralkohol

Mulai pemidanaan, cost benefit bagi negara, hingga penguatan pengawasan dan pengetatan peredaran minuman beralkohol (Minol).

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Acara diskusi RUU Minuman Beralkohol di Gedung DPR, Selasa (10/11). Foto: RFQ
Acara diskusi RUU Minuman Beralkohol di Gedung DPR, Selasa (10/11). Foto: RFQ

[Versi Bahasa Inggris]

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (Minol) menjadi sorotan berbagai kalangan. Tak saja persoalan industri, beragam aspek perlu dipertimbangkan dalam RUU ini. Mulai persoalan ranah pembatasan peredaran hingga aturan pemidanaan. Apalagi, RUU Larangan Minol sudah mulai dibahas di tingkat Panitia Khusus (Pansus) yang melibatkan lintas komisi.

Ketua Pansus RUU Larangan Minol, Muhammad Arwani Thomafi, mengatakan masih terdapat banyak masukan dari berbagai stakeholder yang mesti didengar. Menurutnya, beragam masukan itulah yang akan dipertimbangkan untuk dielaborasi dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol.

Anggota Komisi II itu tak menampik perihal adanya pengecualian beberapa daerah yang masih diperbolehkan mengkonsumsi Minol. Hal itu disebabkan pertimbangan Minol, semisal tuak yang masih dijadikan bagian dari adat daerah tertentu. Begitu pula pertimbangan pariwisata, dengan catatan hanya di tempat-tempat tertentu yang diperbolehkan menjual dan mengkonsumsi Minol.

“Tidak perlu ada kehawatiran. Kami akan meminta masukan dan kita ingin RUU ini tidak hanya menjadi tumpukan kertas saja. Tetapi bagaimana negara ini hadir memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat luas,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu dalam sebuah diskusi di Gedung DPR, Selasa (10/11).

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Fahira Idris, menyorot soal pembatasan Minol melalui RUU tersebut. Aspek kajian melalui RUU Larangan Minol mesti menjadi media pemerintah dalam melakukan edukasi terhadap masyarakat. Menurutnya, ketika RUU tersebut sudah menjadi UU nantinya dapat mendorong simpul-simpul masyarakat perduli terhadap bahaya Minol. “Pengawasan kita sudah sangat lemah,” ujarnya.

Senator asal DKI Jakarta itu berpandangan aspek fungsi pengawasan dalam RUU tersebut mesti diperkuat. Pasalnya peredaran Minol tak lagi berada di mini market, namun juga di warung-warung di tengah masyarakat. Meski masih terdapat beragam kekurangan, setidaknya Fahira menilai RUU tersebut sudah dapat menjawab kepentingan pariwisata. Terlebih, beberapa persen dari cukai Minol menurut draf RUU tersebut mengamanatkan diperuntukan sosialisasi bahaya Minol.

Sementara, Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menyorot dari aspek cukai.  Ia berpandangan terhadap barang yang terkena cukai mestinya tidak dapat dijual bebas. Sebaliknya, Miras hanya dijual bagi mereka kalangan tertentu. Berbeda dengan Indonesia, mesti Minol masuk barang yang terkena cukai, mereka masih dapat berpromosi dan beriklan. “Ini semua (aturan) ditabrak, ini kriminal juga,” katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait