Telan Banyak Korban, DPR Diminta Revisi UU ITE
Utama

Telan Banyak Korban, DPR Diminta Revisi UU ITE

Pasal karet UU ITE menyebabkan ratusan orang terjerat kasus hukum setelah berpendapat di internet.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: kvltmagz.co
Foto: kvltmagz.co

[Versi Bahasa Inggris]

UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah infrastruktur hukum yang menjadi wujud dari dukungan pemerintah terhadap pemanfaatan teknologi. Setidaknya, hal itu yang tercermin dari konsideran UU ITE.

Nyatanya, setelah hampir tujuh tahun aturan tersebut berlaku, justru banyak korban berjatuhan atas nama penegakan hukum dalam menjaga agar pemanfaatan teknologi informasi dilakukan secara aman sesuai nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia.

Menurut catatan Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), lebih dari seratus orang yang terjerat kasus terkait UU ITE hingga November 2015. Kebanyakan kasus tersebut mencuat pada tahun 2014 dan 2015 yang menjerat 85 orang. Padahal, pada waktu UU ITE baru berlaku, hanya 2 orang yang dijerat menggunakan aturan tersebut.

Dari banyaknya kasus atas nama pelanggaran UU ITE, kebanyakan merupakan kasus pencemaran nama baik. Sisanya, penodaan sebanyak 5% dan ancaman hanya 1%. Selain itu, ada pula 5 kasus somasi dan 1 kasus pornografi.

Menurut catatan Safenet, dari jumlah tersebut hanya 29% aduan yang berlanjut ke persidangan. Ada 11% putusan pengadilan yang menetapkan terdakwa bersalah dengan hukuman kurang dari dua tahun. Sementara itu, pihak yang diadukan diputus bebas sebanyak 5%. Sisanya, perkara diselesaikan secara mediasi.

“Pihak yang diadukan dari beragam kalangan. Ada artis, aktivis sosial, pegawai negeri sipil, ibu rumah tangga, motivator, mahasiswa, advokat, budayawan, sosiolog, karyawan swasta, politisi, penulis, sastrawan, perawat, wartawan, ustad, sampai tukang sate,” papar Damar Juniarto, Regional Coordinator Safenet, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (17/11).

Damar menambahkan, pihak yang mengadukan bisa diklasifikasikan menjadi empat kategori. Pertama, pejabat publik baik kepala daerah, kepala instansi, maupun petinggi di kementerian atau lembaga negara. Kedua, kalangan profesi seperti dokter, jaksa, atau politisi. Ketiga, kalangan berpunya seperti pemilik perusahaan, pimpinan atau manajer perusahaan. Keempat, sesama warga yang statusnya setara.

Tags:

Berita Terkait