Prolegnas 2016 Mesti Prioritaskan Tunggakan Legislasi Sebelumnya
Berita

Prolegnas 2016 Mesti Prioritaskan Tunggakan Legislasi Sebelumnya

Jumlah RUU dalam Prolegnas 2016 mesti dibatasi karena terkait dengan masalah anggaran.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat  (ELSAM), Indriaswati D Saptaningrum. Foto: lama.elsam.or.id
Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Indriaswati D Saptaningrum. Foto: lama.elsam.or.id

[Versi Bahasa Inggris]

Pekerjaan rumah DPR periode 2014-2019 di bidang legislasi kian bertumpuk. Sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 lalu belum juga rampung. Namun memasuki 2016, DPR dan pemerintah sudah menyusun sejumlah RUU baru yang bakal masuk dalam Prolegnas selanjutnya. DPR dan pemerintah diminta mengutamakan tunggakan legislasi dalam Prolegnas di tahun sebelumnya.

Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat  (ELSAM), Indriaswati D Saptaningrum, berpandangan capaian kinerja legislasi DPR untuk Prolegnas 2015 amatlah buruk. Setidaknya dari 37 RUU yang masuk Prolegnas 2015, DPR hanya mampu menyelesaikan pembahasan revisi UU Pilkada dan UU Pemerintahan Daerah (Pemda). Selain itu, revisi UU No.27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) menjadi UU No.17 Tahun 2014.

“Berangkat dari capaian yang sedemikian minim, dalam penyusunan Prolegnas 2016, semestinya DPR dan pemerintah lebih memprioritaskan tunggakan RUU prioritas Prolegnas 2015, yang belum sempat dibahas, atau baru masih dalam proses pembahasan tingkat I,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Rabu (18/11).

Indriaswati menilai strategi tersebut penting untuk memastikan RUU yang masuk dalam Prolegnas lima tahunan untuk kemudian dapat dibahas dan disahkan dalam periode 2015-2019. Menurutnya, sejumlah RUU dalam Prolegnas 2015 memiliki implikasi yang sangat signifikan bagi pembaharuan sistem hukum dan hak asasi manusia. Oleh karenanya, penting untuk dimasukan kembali dalam Prolegnas 2016, guna dilanjutkan pembahasannya dan disahkan.

Setidaknya, terdapat beberapa RUU krusial bagi pembenahan sistem hukum dan HAM. Misalnya Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang masuk dalam pembahasan tingkat I di Komisi III. Selain itu, RUU yang belum sempat dibahas dan memiliki arti penting bagi perlindungan kebebasan sipil ialah RUU Perubahan UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Ia berpendapat ancaman pidana dalam UU ITE, khususnya pidana pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3), telah banyak disalahgunakan untuk mengkriminalisasi ekspresi yang sah. Atas dasar itulah ketentuan tersebut mesti dicabut untuk kemudian dikembalian pada ketentuan KUHP yang sedang direvisi.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg), Totok Darmanto, mengatakan sedianya alat kelengkapan yang dipimpinnya mengadakan rapat dengan Kemenkumham untuk membahas penyusunan RUU Prolegnas 2016. Namun sayangnya tertunda karena satu dan lain hal. Dikatakan Totok, dalam Prolegnas 2016 tidak membahas berapa banyak RUU yang akan disusun. Tetapi, seberapa perlu RUU yang dibutuhkan masyarakat untuk menghindari kemungkinan adanya kekosongan hukum.

Tags:

Berita Terkait