“Di Indonesia, investigator yang menjadi penyidik menggabungkan antara pegawai instansi asal dari kepolisian dan pegawai tetap KPK,” ujarnya.
Dia mencontohkan praktik pengangkatan penyidik lembaga antikorupsi secara mandiri di luar instansi kepolisian diterapkan lembaga antikorupsi di Singapore, Hongkong, Malaysia, Timor Timur, dan lain-lain. Yang terpenting, kata dia, penyidik perlu memiliki keahlian multi disiplin ilmu, mengingat tingkat kejahatan dan modus korupsi yang semakin canggih. Mulai dari akuntan, audit forensik, ahli teknik bangunan, komputer, perbankan, pasar modal, kelistrikan. “Keahlian itu bukan penyidik dari instansi kepolisian,” kata dia.
Menurutnya, pengangkatan penyidik sendiri ini agar lembaga antikorupsi dapat lebih efektif membangung monoloyalitas sekaligus mengontrol integritas para penyidiknya. Terlebih, ada sekitar 30 negara yang mengatur kewenangan lembaga antikorups dalam konstitusi negaranya masing-masing.
“Sudah saatnya Indonesia mulai memikirkan memasukkan kewenangan KPK dalam UUD 1945. Apalagi, dalam beberapa putusan MK, lembaga KPK dianggap penting secara konstitusional (constitutional important) termasuk lembaga yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang diatur Pasal 24 ayat (3) UUD 1945,” tambahnya.
“Ini sejalan dengan amanat Pasal 6 jo Pasal 36 UNCAC yang telah diratifikasi melalui UU No. 7 Tahun 2006 terkait kemandirian badan dan orang dalam lembaga antikorupsi dan penyediaan SDM yang berlatar belakang keahlian yang beragam,” ujar mantan pimpinan KPK, Bambang Widjojanto saat menjadi ahli pihak terkait KPK di sidang lanjutan pengujian UU KPK yang dimohonkan terdakwa OC Kaligis di gedung MK, Senin (23/11).
Melalui kuasa hukum, terdakwa penyuapan hakim PTUN Medan, OC Kaligis menggugat Pasal 45 ayat (1) dan Pasal 46 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Advokat senior itu merasa diperlakukan tidak adil atas tindakan projustitia KPK. Pasal 45 ayat (1) UU KPK terkait status penyidik yang diangkat dan diberhentikan KPK dan Pasal 46 ayat (2) UU KPK terkait jaminan hak-hak tersangka dengan tidak mengurangi hak-haknya.
Pasal-pasal itu dinilai multitafsir dalam penerapannya. Pasal 45 ayat (1) UU KPK sepanjang frasa ‘penyidik adalah penyidik pada KPK’ agar dimaknai pengertian penyidik yang diatur dalam Pasal 6 KUHAP (penyidik Polri dan PPNS, --red). Pasal 46 ayat (2) UU KPK, khususnya frasa “pemeriksaan tersangka” dimaknai ‘dilakukan dengan tidak mengurangi hak tersangka yang dijamin dalam KUHAP khususnya hak untuk mengajukan hak penangguhan penahanan’.
Bambang melanjutkan hampir seluruh institusi Anti Corruption Agencies di dunia status kepegawaian bidang penyidikannya pegawai tetap. Hanya beberapa negara saja, seperti Brazil, Nigeria, Srilangka yang penyidiknya pegawai tidak tetap. Jadi, sebagian besar lembaga antikorupsi seluruh investigator yang menjadi penyelidik dan penyidik diangkat sendiri oleh lembaga anti korupsi tersebut.