Haben Girma, Lawyer Buta Tuli Lulusan Harvard Law School
Berita

Haben Girma, Lawyer Buta Tuli Lulusan Harvard Law School

Selama perkuliahan Haben sangat terbantu dengan adanya Kantor Pelayanan Disabilitas.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit
Barrack Obama (kiri) dan Haben Girma (kanan). Foto: www.habengirma.com
Barrack Obama (kiri) dan Haben Girma (kanan). Foto: www.habengirma.com
Haben Girma atau Haben, begitu lah perempuan dengan keterbatasan fisik berupa buta dan tuli ini akrab disapa. Meski memiliki keterbatasan, Haben berhasil menorehkan prestasi, dan namanya kini dikenal di Amerika Serikat sebagai pengacara yang memperjuangkan hak-hak sipil bagi orang dengan disabilitas.

Haben berhasil lulus dan memperoleh gelar J.D. (Juris Doctor, red) dari Harvard Law School di tahun 2013 dan sebelumnya lulus dari Lewis & Clark College (LC) meraih gelar Bachelor of Arts (B.A.) di tahun 2010. Di Harvard Law School, Haben merupakan lulusan buta tuli pertama.

Dalam sebuah wawancara dengan WUNC, salah satu radio di Carolina Utara, Haben mengatakan bukan hal mudah baginya untuk mengikuti perkuliahan di Harvard Law School, sebab sebelumnya dia mengambil jurusan sosiologi antropologi.

“Untuk orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan hukum, sulit untuk menghadapi tantangan di sana,” tutur Haben saat itu.

Tak hanya itu, ungkap Haben. Memiliki mahasiswa buta tuli pertama, Harvard Law School pun agak kesulitan menghadapi beberapa hal terkait kebutuhannya. Untungnya hal tersebut dapat diatasi dengan diskusi di awal soal kemungkinan tantangan apa saja yang akan dilewati dan apa saja solusinya, lanjutnya.

“Kami bersama mencari jalan bagaimana saya dapat menyampaikan argumen, bagaimana saya mengerjakan ujian, dan bagaimana saya menyelesaikan magang saat libur musim panas,” ungkap Haben.  

Selama perkuliahan Haben sangat terbantu dengan adanya Kantor Pelayanan Disabilitas. Dosen akan memberikan buku teks dan bahan ajar ke kantor tersebut dan nantinya mereka yang mengonversi bahan ajar itu ke dalam tulisan braille, ujarnya. Haben sendiri punya beberapa fasilitas lain untuk kebutuhan khususnya tersebut.

Kembali ke belakang, pilihan Haben untuk meneruskan kuliah hukum diawali dengan fakta bahwa kondisi perekonomian saat ia menempuh pendidikan di LC sedang sangat buruk. Haben mendapat kabar banyak seniornya yang sudah lulus masih berjuang mencari pekerjaan.

Perempuan berkewarganegaraan Eritrea-Amerika akhirnya sadar bahwa ia perlu menempuh pendidikan lebih tinggi. “Kenapa sekolah hukum? Karena pendidikan hukum akan memberikan saya kebebasan untuk melakukan banyak hal,” ungkap Haben.

“Hal lain yang menginspirasi saya adalah keterbatasan penglihatan dan pendengaran yang saya punya. Saya berpikir bahwa saya harus mengembangkan potensi saya di bidang tertentu, yaitu di bidang analisis dan penyelesaian masalah,” pungkasnya.

Memiliki keterbatasan fisik berarti harus siap berurusan dengan hambatan, ucap Haben. Karena selama hidup sudah biasa berurusan dengan hambatan-hambatan membuatnya sangat kuat dalam menangani suatu masalah, yang itu berarti besar untuk membantu jalannya menjadi lawyer, lanjutnya optimis.

Optimisme yang ia tanamkan itulah yang kini mengantarkan Haben ke Gedung Putih/White House untuk memberikan sambutan dalam perayaan ke-25 Americans with Disabilities Act (ADA). Haben pun mendapat kesempatan berbincang secara eksklusif dengan Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama.

Sebagaimana dikutip dari artikel yang dilansir www.makers.com, dalam kesempatan tersebut Obama menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Haben. “Terima kasih, Haben, karena sudah meyakinkan anak-anak dengan disabilitas bahwa mereka juga bisa mendapatkan akses untuk pendidikan kelas dunia, seperti yang sudah kamu lalui,” ujar Obama.

Sebelumnya, Haben juga pernah mengukir prestasi dengan memperoleh penghargaan dalam “White House Champion of Change”, 26 Februari 2013, untuk advokasi yang dilakukannya terhadap orang-orang buta tuli, dan usahanya untuk mempromosikan pendidikan yang unggul kepada keturunan Afrika-Amerika.

Advokasi itu terus dilakukan Haben usai kuliah J.D. dengan bergabung menjadi lawyer di Disability Rights Advocates. Dikutip dari laman resmi pribadinya, www.habengirma.com, Haben tercatat berhasil memenangkan perkara gugatan National Federation of the Blind v. Scribd terkait hak-hak kaum disabilitas dalam e-commerce.

Selain bergerak dalam advokasi-advokasi hukum, yang tak kalah menarik dari sosok Haben adalah ia melakukan banyak hal layaknya orang normal. Haben berdansa sejak kecil – dan tergabung dalam Harvard Ballroom Dance Team saat kuliah, memanjat tebing, olahraga air kayak, dan sederetan aktivitas lainnya.

Banyak orang mengatakan bahwa orang dengan disabilitas tidak bisa mencapai sesuatu, tidak bisa menjadi orang sukses, tapi Haben tumbuh dan berjuang untuk tidak membuat opini orang itu terinternalisasi dalam dirinya.

“Saya yakin saya bisa melakukan banyak hal. Saya tidak perlu meyakinkan diri sendiri, dan terlebih  tidak ingin berusaha meyakinkan ke orang-orang, karena itu hanya akan membuat mereka melihat bahwa opini mereka mengganggu kita. Kamu tidak bisa membiarkan opini orang lain mengontrol hidupmu,” tegas perempuan berusia 27 tahun ini.

Untuk diketahui, Indonesia juga memiliki sosok serupa Haben, namanya Sugianto Sulaiman. Dengan penglihatan yang terbatas, pria yang akrab disapa Sugianto ini memiliki keseharian sebagai lawyer. Awal kiprah Sugianto dimulai dengan berpraktik di Pos Bantuan Hukum Jakarta Pusat, pada tahun 1996. Kini, Sugianto yang memegang teguh ajaran Buddha terus berkiprah di dunia praktisi hukum.

Semoga sosok seperti Haben Girma dan Sugianto Sulaiman dapat menginspirasi banyak orang di dunia hukum.
Tags: