Pencitraan Positif Jero Wacik di Indopos Seharga Rp2 M
Berita

Pencitraan Positif Jero Wacik di Indopos Seharga Rp2 M

Jero membantah memerintahkan Waryono melakukan pencitraan.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Pemimpin redaksi (Pimred) Indopos M Noer Sadono alias Don Kardonodi sidang Jero Wacik. Foto: RES
Pemimpin redaksi (Pimred) Indopos M Noer Sadono alias Don Kardonodi sidang Jero Wacik. Foto: RES
Pemimpin redaksi (Pimred) Indopos M Noer Sadono alias Don Kardono mengaku telah menerima uang sejumlah Rp2 miliar dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).  Uang itu merupakan pembayaran kerja sama untuk pencitraan positif Jero Wacik yang kala itu menjabat Menteri ESDM di media cetak Indopos.

"Sebenarnya konsepnya smart reporting. Bentuknya bukan iklan (advertising), karena kalau iklan jadi tidak efektif di mata pembaca. Jadi, saya buat draf smart reporting, tujuannya sama, yaitu pencitraan," katanya saat bersaksi dalam sidang perkara korupsi dengan terdakwa Jero Wacik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/11).

Don menceritakan, kerja sama pencitraan tersebut dilakukan setelah Jero menjabat Menteri ESDM. Awalnya, Don diundang oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno. Don sendiri telah mengenal Waryono cukup lama. Ketika itu, pemerintah tengah berencana menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Rencana kenaikan harga BBM ini, menurut Don, membuat Kementerian ESDM menjadi sorotan. Waryono meminta bantuan Don untuk membuat pencitraan positif Kementerian ESDM di tengah isu kenaikan harga BBM. Lalu, Don menyusun proposal public relation (PR)-ing dalam bentuk smart reporting untuk diajukan ke Kementerian ESDM.

Don mengatakan, dalam setiap peristiwa, pasti ada dua sisi, yaitu ada sisi kritis atau negatif dan sisi positif. Apabila melihat dari sisi negatif, kenaikan BBM akan mempengaruhi harga bahan pokok, tetapi jika dilihat dari sisi positif, kenaikan harga BBM tidak dapat dihindari karena subsidi yang dikeluarkan negara akan semakin membengkak.

Kemudian, lanjut Don, Waryono menyetujui konsep tersebut. Saat rapat yang juga dihadiri Kepala Pusat Data dan Informasi Ego Syahrial, dan Kepala Bidang Pemindahtanganan, Penghapusan, dan Pemanfaatan Barang Milik Negara (P3BMN) Sri Utami, Waryono sempat menyebutkan tidak perlu kontrak karena dana bukan bersumber dari APBN.

"Beliau (Waryono) bilang, ini untuk kita-kita saja karena dananya juga non-budgeter. Setelah itu, kontrak dipelajari dulu, ditawar-tawar nilainya. Mulanya, di kontrak pakai nama Pak Waryono, tapi diganti jadi Pak Ego. Makanya saya tidak terlalu memikirkan detail karena dananya tidak dari negara. Pikiran kami, ini cuma business to business," ujarnya.

Alhasil, Don dan Ego menandatangani Kontrak Kerja Sama Program PR Indopos-Kementerian ESDM 2012-2013 senilai Rp3 miliar untuk satu tahun kegiatan konsultasi pengembangan isu, perencanaan berita, reportase, editing, hingga penayangan berita positif Kementerian ESDM di tiga media Jawa Pos Group, yaitu Indopos, Rakyat Merdeka, dan Jawa Pos.

Don merasa, alasan Waryono memilih Indopos sebagai tempat pencitraan karena medianya cukup kuat, berpengaruh, dan dibaca banyak orang. Hal itu dianggap cukup efektif untuk menyampaikan pesan, termasuk membuat pencitraan positif atas kepemimpinan lembaga kepada masyarakat, tokoh, stakeholder, dan pimpinan-pimpinan terkait.

"Indopos salah satu grup yang kuat karena punya beberapa anak perusahaan di daerah-daerah. Beliau (Waryono) yakin dengan membuat pencitraan berita di Indopos, informasi akan tersebar luas ke masyarakat, maupun stakeholder. Stakeholder yang dimaksud, mungkin kementerian lain, mungkin juga atasannya Kementerian ESDM," terangnya.

Setelah kontrak ditandatangani, kerja sama pun berjalan. Don menyatakan, materi pemberitaan disiapkan dan ditentukan oleh Kementerian ESDM. Bahkan, sebelum pemberitaan muncul di Indopos, draf pemberitaan itu dikirimkan terlebih dahulu kepada Kementerian ESDM. Jika sudah disetujui, maka pemberitaan akan muncul di Indopos.

Selanjutnya, dalam setiap pemberitaan harus ada pernyataan dari Jero. "Namanya juga untuk pencitraan Pak Jero Wacik. Jadi, setiap berita harus ada statementnya Pak Jero Wacik yang positif dan ada fotonya. Mereka menyiapkan isunya dan kami yang menggarap. Mereka sudah atur, yang begini nih yang dimaui Pak Jero Wacik," imbuh Don.

Akan tetapi, belum sampai satu tahun, kontrak kerja sama tersebut tiba-tiba terputus di tengah jalan. Don mengaku pihaknya baru menerima pembayaran sejumlah Rp2 miliar dan belum sempat mendistribusikan kepada dua media lain, Rakyat Merdeka dan Jawa Pos. Ia sempat mencoba menghubungi Waryono, tetapi tidak kunjung mendapat balasan.

Mengingat pembayaran berasal dari dana non-budgeter, Don tidak mempermasalahkan pemutusan kerja sama yang dilakukan Kementerian ESDM.  Ia juga tidak pernah menanyakan kepada Waryono dari mana asal-muasal dana non-budgeter  yang digunakan untuk membiayai pencitraan di Indopos karena menghormati Waryono sebagai customer.

Selain itu, Don pernah mendengar dari Waryono bahwa karena ini adalah dana non-budgeter, sehingga kerja sama pencitraan di Indopos tidak perlu melalui proses lelang. Terkait Jero, Don sendiri sebenarnya tidak pernah mengenal Jero secara pribadi. "Tapi, kalau ditanya kenal beliau sebagai Menteri ESDM, iya saya kenal," tuturnya.

Menanggapi keterangan Don, Jero menyatakan dirinya memang tidak pernah memerintahkan Waryono mengumpulkan dana non-budgeter dan melakukan pencitraan untuk Menteri ESDM. Ia hanya meminta agar dilakukan PR-ing terhadap kinerja Kementerian ESDM. Lagipula, ia tidak sepakat dengan istilah pencitraan karena sering dikonotasikan negatif.

"Saya memang setuju dengan anda yang menyebut PR-ing.Lebih tepat PR-ing dibanding menggunakan kata pencitraan. Jadi, kalau pencitraan itu, ada konatasi negatif seolah-olah tidak bekerja, tetapi diberitakan bekerja. Saya mau menggunakan kata PR-ing karena itu yang saya arahkan ke eselon I (Kementerian ESDM)," tandasnya.

Sebagaimana uraian dakwaan penuntut umum, dana yang digunakan untuk membiayai pencitraan Jero di media cetak Indopos ternyata berasal dari dana-dana yang tidak sah. Demi memenuhi kepentingan Jero, Waryono memerintahkan Biro-Biro dan Pusat di lingkungan Setjen Kementerian ESDM untuk mengumpulkan dana di luar Dana Operasional Menteri (DOM).

Dana-dana itu dikumpulkan dari kegiatan pengadaan barang/jasa yang diperoleh, antara lain dengan cara membuat pertanggungjawaban fiktif atas kegiatan pengadaan dan melakukan pemotongan atas pencairan dana yang diajukan rekanan yang melaksanakan pekerjaan di lingkungan Setjen Kementerian ESDM.
Tags: