UU KPK Akan Direvisi Terbatas
Berita

UU KPK Akan Direvisi Terbatas

Setidaknya, ada empat poin penting untuk direvisi. DPR akan mengundang KPK sebelum membahas revisi UU KPK.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Foto: NNP
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Foto: NNP
Pemerintah dan DPR telah memberikan persetujuan untuk kembali mencoba melakukan revisi terhadap UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK, setelah sebelumnya beberapa kali terganjal. Meski tidak dilakukan secara keseluruhan, DPR dan pemerintah berharap revisi dilakukan secara terbatas.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah berpandangan, setelah DPR dan pemerintah sepakat melakukan penundaan sebelumnya, di penghujung Prolegnas 2015, Revisi UU KPK kembali dimasukan menjadi prioritas. Padahal, Prolegnas 2015 terhitung tiga pekan ke depan bakal habis masanya. Menurutnya, revisi UU KPK idealnya dilakukan secara terbatas.

“Katanya ada empat (poin penting untuk direvisi, red),” ujarnya di Gedung DPR, Senin (30/11).

Pertama, kata Fahri, KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya perlu dilakukan pengawasan. Setidaknya, terdapat lembaga pengawas eksternal. Kedua, KPK mesti diberikan kewenangan menghentikan perkara di tingkat penyidikan, seperti halnya kepolisian dan kejaksaan. Dengan kata lain, KPK diberikan kewenangan menerbitkan Surat  Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berpendapat, idealnya memang lembaga dan aparatur penegak hukum tidak melakukan kesalahan dalam penegakan hukum. Namun besar kemungkinan potensi lembaga penegak hukum melalui aparatnya melakukan kesalahan.

“Kita kan kalau sudah senang sama sesuatu gak bisa disalahkan. Lembaga SP3 harus diadakan. Kalau salah ya keluarkan SP3. Di mana-mana hukum harus ada SP3 nya,” ujarnya.

Ketiga, terkait dengan pengawasan aturan penyadapan. Ia menilai meski terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan adanya aturan penyadapan setingkat UU, namun tidak begitu halnya dengan fakta di lapangan. Hingga kini, Indonesia belum memiliki aturan penyadapan secara gamblang.

“Sekarang tidak ada. Kata penyadapan tidak menyebutkan cara,” ujarnya.

Keempat, terkait dengan dengan penyidik independen. Menurutnya, perlu aturan yang jelas terkait dengan pengangkatan penyidik di luar kepolisian. Pasalnya, kata Fahri, penyidik melekat dengan institusi kepolisian dan kejaksaan sebagaimana dalam KUHAP. “Apa diperbolehkan penyidik independen atau tidak,” imbuhnya.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) Arsul Sani mengatakan, Revisi UU KPK menjadi ranah Baleg. Menurutnya, meski KPK menjadi mitra kerja Komisi III, namun pembahasan RUU KPK belum tentu ditangani oleh komisi yang membidangi hukum tersebut. Boleh jadi, RUU KPK dibahas melalui Pansus atau Baleg.

Terlepas pembahasan RUU KPK nantinya, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memiliki pandangan serupa dengan Fahri. Menurutnya, dengan melakukan revisi terbatas pada poin SP3, kewenangan pengangkatan penyidik, penyadapan dan pengawasan, setidaknya dapat dilakukan dengan cepat.

“Kalau dibongkar semua (UU KPK,red) sepertinya tidak mungkin, bisa cepat tapi kalau empat itu saja mungkin bisa,” ujar anggota Komisi III itu.

Sebelumnya, Wakil Ketua Baleg Firman Subagyo mengatakan pengembalian hak usul pemerintah kepada Baleg DPR akan ditindaklanjuti. Menurutnya, bila disepakati forum paripurna, maka pembahasan RUU KPK akan dikedepankan transparansi dengan mengundang berbagai pihak berkepentingan.

Terpenting, Baleg akan mengundang KPK sebagai pihak pengguna UU. Firman berpandangan pentingnya mengundang KPK agar meminta masukan atas pasal apa saja yang layak dilakukan revisi dengan catatan penguatan dalam rangka pemberantasan korupsi.

“Kami akan mengundang KPK, pasal mana yang akan diubah. Kami akan mengundang KPK terkait dengan draf yang akan direvisi, supaya tidak menimbulkan implikasi di kemudian hari,” imbuhnya.

Anggota Komisi IV itu mengatakan, mengundang KPK sebelum dilakukan pembahasan RUU sebagai upaya untuk menampik tudingan DPR bakal menggembosi lembaga antirasuah tersebut.

Menurutnya, pra pembahasan RUU KPK, diperlukan masukan konstruktif dari pengguna UU. Yang pasti, kata Firman, Baleg telah mengantongi naskah akademik perubahan dari draf sebelumnya. Pasalnya draf naskah akademik sebelumnya justru membatasi kewenangan KPK.

“Naskah akademik sudah ada, dan ada perubahan,” pungkas  politisi Golkar itu.
Tags:

Berita Terkait