DPR Persilakan KPK Buat Draf Revisi UU KPK
Berita

DPR Persilakan KPK Buat Draf Revisi UU KPK

Agar publik tidak menaruh curiga dan pembahasan dilakukan transparan mulai dari awal.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Komisi III, Benny K Harman. Foto: SGP
Wakil Ketua Komisi III, Benny K Harman. Foto: SGP
Dalam rangka membuka akses keterbukaan pembahasan dan penguatan kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lembaga antirasuah itu dipersilakan membuat dan menyusun draf revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK. Meski KPK sebagai pengguna UU, namun DPR mempersilakan usulan KPK membuat draf untuk kemudian dilakukan pembahasan secara terbuka.

“Drafnya kalau usulan KPK silakan saja, siapa saja boleh ‎mengusulkan,” ujar Wakil Ketua Komisi III, Benny K Harman, di Gedung DPR, Selasa (1/12).

Menurutnya, semua kelompok masyarakat dipersilakan menyodorkan draf sepanjang penguatan KPK agar publik tidak curiga terhadap rencana revisi UU KPK. Ia menilai dengan adanya draf versi selain DPR, dapat membantu dewan dalam menyusun aturan revisi UU KPK demi pemberantasan korupsi yang tidak menabrak hak asasi manusia.

Namun demikian, Benny ragu KPK dapat menyusun draf aturan revisi UU KPK. Pasalnya pekerjaan rumah KPK sedemikian banyak yang emsti dirampungkan. Terlebih, KPK sebagai pihak yang menggunakan UU. Yang pasti, DPR terbuka menerima masukan dan saran dari KPK sepanjang penguatan lembaga dalam pemberantasan korupsi.

“KPK tidak bisa membuat UU, LSM boleh saja, siapa saja terbuka,” ujar politisi Partai Demokrat itu.

Anggota Komisi III Masinton Pasaribu mengatakan, semua elemen masyarakat dipersilakan memberikan masukan di Badan Legislasi. Menurutnya revisi UU KPK merupakan revitalisasi terhadap kelembagaan dalam menjalankan tugas fungsi dan kewenangannya pemberantasan korupsi yang sudah masif, terstruktur dan sistemik.

Empat poin yang telah disepakati oleh DPR dan pemerintah terkait dengan aturan penyadapan, keberadaan dewan pengawas, pengangkatan penyidik, dan kewenangan menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3). Malahan, kata Masinton, KPK melalui pimpinan pelaksana tugas sudah memberikan persetujuan dilakukan revisi terbatas.

Terkait dengan penyadapan mesti mendapatkan izin dari pengadilan setempat boleh jadi bakal berubah. Pasalnya, kata Masinton, izin penyadapan dapat melalui dewan pengawas. Dengan kata lain, izin penyadapan yang dilakukan KPK tidak melalui pengadilan setempat ketika akan menyadap orang yang ditengarai akan melakukan tindak pidana korupsi.

“Belum tentu dengan pengadilan, bisa lewat Dewan Pengawas. Dan jadi  itu ide ide dan gagasan bisa disampaikan ke Baleg,” tandas politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.

Anggota Komisi III  lainnya, Ruhut Sitompul  mengatakan revisi terhadap UU KPK mesti dilakukan hati-hati. Pasalnya UU KPK amatlah sensitif bagi masyarakat. Kekuatan KPK terletak pada kewenangan penyadapan, penuntutan. Sedangkan KPK tidak memiliki kewenangan SP3 perkara. Namun terlepas bakal dibentuk Dewan Pengawas, KPK tetap akan diawasi oleh Komisi III.

Tidak ada barter

Benny menampik tudingan revisi UU KPK merupakan bentuk barter dengan RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Menurutnya tak ada hubungan antara rencana merevisi UU KPK dengan keberadaan RUU Pengampunan Pajak. Namun yang pasti, komisi III hanya menindaklanjuti sebuah pembahasan RUU setelah diproses di tingkat Baleg.

“Tidak ada hubungannya. Itu urusan Baleg,kKan sama-sama setuju. Kalau sama-sama setuju apa lagi,” ujarnya.

Masinton menambahkan, revisi UU KPK merupakan bagian dari legislatif review. Malahan, rencana merevisi UU KPK sudah dimulai sejak 2012 silam. Sayangnya sempat terganjal lantaran banyaknya tentangan dari masyarakat. Ya, revisi UU KPK kala itu ditengarai melemahkan lembaga KPK dalam pemberantasan korupsi.

Nah, kali ini merupakan tindaklanjut dari rencana merevisi UU KPK yang bersifat terbatas pada empat poin tersebut. “(Jadi, red) tidak ada barter-barter dengan revisi UU KPK,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait