KNKT Ungkap Lima Penyebab Kecelakaan Air Asia QZ8501
Berita

KNKT Ungkap Lima Penyebab Kecelakaan Air Asia QZ8501

Dipastikan bukan faktor cuaca.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Foto: www.airasia.com
Foto: www.airasia.com
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkap lima faktor penyebab kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501 pada 28 Desember 2014 berdasarkan investigasi lembaga itu. Kepala Investigasi Air Asia QZ8501 Margono dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, menyebutkan, faktor pertama penyebab kecelakaan adalah retakan solder pada "electronic module" di Rudder Travel Limiter Unit (RTLU).

"Ini menyebabkan hubungan yang berselang dan berakibat pada masalah yang berkelanjutan dan berulang," kata dia.

Kedua, lanjut dia, sistem perawatan pesawat dan analisa di perusahaan yang belum optimal mengakibatkan tidak terselesaikannya masalah yang berulang. Ketiga, awak pesawat melaksanakan prosedur sesuai electronic centralized aircraft monitoring' (ECAM) pada tiga gangguan yang pertama.

"Setelah gangguan yang keempat, FDR mencatat indikasi yang berbeda, indikasi tersebut serupa dengan kondisi di mana 'circuit breaker' diatur ulang, sehingga berakibat terjadinya pemutusan arus listrik 'flight augmentation computer' (FAC)," katanya.

Keempat, terputusnya arus listrik FAC menyebabkan "autopilot disengage", di mana "flight control logic" berubah dari "normal law" ke "alternate law". "Rudder bergerak dua derajat ke kiri. Kondisi ini mengakibatkan pesawat berguling atau 'roll' mencapai sudut 54 derajat," katanya.

Kelima, pengendalian pesawat selanjutnya secara manual pada "alternate law" oleh awak pesawat menempatkan pesawat dalam kondisi "upset" dan "stall" secara berkepanjangan. "Sehingga berada di luar batas-batas penerbangan (flight envelope) yang dapat dikendalikan oleh awak pesawat," katanya.

Pesawat tersebut terbang dengan ketinggian 32.000 kaki di atas permukaan laut dan mengangkut 162 orang yang terdiri dari dua pilot, empat awak kabin dan 156 penumpang termasuk seorang teknisi. Dalam pesawat tersebut, pimpinan penerbangan (captain pilot) bertindak sebagai pilot monitoring dan co-pilot bertindak sebagai "pilot flying".

Berangkat dari temuan-temuan tersebut, KNKT merekomendasikan seluruh maskapai melakukan pelatihan untuk para pilot agar bisa menangani kondisi kritis dalam suatu penerbangan. Pelaksana Tugas Kepala Subkomite Investigasi Kecelakaan Transportasi Penerbangan KNKT, Nurcahyo Utomo mengatakan rekomendasi tersebut menyusul hasil investigasi kecelakaan Pesawat AirAsia QZ8501, yang salah satu penyebabnya adalah pilot tidak berkoordinasi untuk pengambilalihan penanganan kondisi kritis atau "upset conditions".

"KNKT merekomendasikan agar seluruh pilot dilatih untuk pengambilalihan kendali masa kritis, sehingga bukan dua-duanya (pilot dan co-pilot) yang mengambil alih (kendali) pesawat," katanya.

Dia mengatakan rekomendasi tersebut juga ditujukan kepada Biro Keselamatan Penerbangan Prancis (BEA) dan Airbus. "Untuk Airbus agar membuat suatu metode untuk pilot dalam mengatasi masalah yang berulang. Intinya, ada metode yang membatasi kreativitas pilot di luar prosedur," katanya.

Selain itu, lanjut Nurcahyo, seluruh maskapai penerbangan agar melakukan pelatihan sesuai dengan standar manual yang disahkan oleh Kementerian Perhubungan.

Ditemui terpisah, Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub Mohammad Alwi mengatakan pihaknya akan mengevaluasi rekomendasi yang diberikan oleh KNKT. "Kita akan mengevaluasi seluruh hasil investigasi ini, bukan untuk AirAsia saja, tetapi untuk semua maskapai," katanya.

Sementara itu, Direktur AirAsia Indonesia Sunu Widyatmoko mengaku pihaknya telah melakukan pelatihan "upset recovery" ke dalam silabus recurrent training (pelatihan). "Kami telah menambahkan sesi pelatihan simulator dalam pelatihan awal, dan implementasi sistem 'airman' yang akan memberikan pengawasan secara real time terhadap 'aircraft fault messages'," katanya.
Tags:

Berita Terkait