DPR Targetkan Revisi UU Pilkada Selesai Tahun 2016
Berita

DPR Targetkan Revisi UU Pilkada Selesai Tahun 2016

Untuk mengejar penyelenggaraan Pilkada Serentak putaran kedua yang akan berlangsung tahun 2017.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Diskusi
Diskusi "Pilkada Serentak dan Perilaku Koruptif Kepala Daerah" di Jakarta, Senin (7/12). Foto: NNP
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria menargetkan, revisi terhadap sejumlah undang-undang terkait pemilihan umum akan dirampungkan pada awal tahun 2016 nanti. Menurutnya, revisi undang-undang tersebut mesti segera diselesaikan mengingat penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak putaran kedua akan digelar pada awal tahun 2017.

“Harus selesai tahun 2016 ini, kan mau digunakan saat Pilkada Serentak di awal tahun 2017 bulan Februari,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (7/12).

Undang-undang terkait pemilihan umum itu antara lain UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu, UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Riza optimis, revisi paket undang-undang mengenai pemilihan umum akan rampung dibahas dan diselesaikan oleh DPR paling lambat pada bulan Maret tahun 2016 mendatang. Draf yang diajukan oleh Komisi II saat ini masih dalam proses penggodokan. Ia memperkirakan draf tersebut nanti baru akan mulai dibahas mulai awal Januari tahun 2015.

Selain itu, alasan revisi sesegera mungkin menyangkut dengan aturan turunan dari undang-undang ini. Misalnya terkait Peraturan Komisi Pengawas Umum (PKPU) serta Peraturan Badan Pengawas Pemilu. Peraturan-peraturan tersebut mesti segera dibuat paling lambat sebelum bulan Juni Tahun 2016.

“Sementara perlu ada waktu untuk buat peraturan KPU dan Peraturan Bawaslu. Berarti selambat-lambatnya Maret 2016 sudah harus selesai (revisi uu terkait pemilihan umum),” sebut politisi dari fraksi Partai Gerindra itu.

Mengenai substansi, Riza membeberkan ada sejumlah hal yang akan fokus dibahas dalam revisi tersebut. Misalnya, terkait dengan revisi UU Nomor 8 Tahun 2015, fokus revisi terkait penguatan KPU dan Bawaslu. Menurutnya, KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu mesti independen, tegas, netral, serta berintegritas dalam menyelenggarakan pemilu.

“Soal otorias KPU dan Bawaslu supaya punya integritas. Supaya jangan sampai KPUD Provinsi ada lagi yang berpihak pada calon. Penyelenggara harus independen, netral dan berintegritas. Kalau tidak netral, kita ingin beri wewenang ke KPU dan Bawaslu Pusat untuk mengganti,” paparnya.

Selain itu, Riza menyebutkan, kalau revisi lainnya juga akan dilakukan terkait dengan konflik partai, persyaratan calon tunggal, politik dinasti, serta dana kampanye. bahkan, proses penyelenggaraan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2015 mendatang juga akan menjadi pertimbangan dalam melakukan revisi terhadap UU Nomor 8 Tahun 2015 tersebut.

“Jadi setelah Pilkada ini kita akan evaluasi proses Pilkada Serentak dan lihat apa yang masih jadi kelemahan dan kekurangan. Nanti kita akan perbaiki,” tandasnya.

Menanggapi hal itu, peneliti Perludem Fadli Ramadhanil menilai, rencana revisi tersebut merupakan kesempatan baik untuk kembali memformulasikan sistem penyelenggaraan Pilkada yang lebih demokratis. Dia berharap, revisi yang dilakukan itu punya penekanan pada upaya untuk merancang sistem pemilihan yang menajauhkan dari potensi serta perilaku koruptif.

Fadli menyebutkan, yang penting untuk dibenahi adalah terkait dengan anggaran Pilkada Serentak. Menurutnya, anggaran pelaksanaannya dibebankan dalam APBN. Hal itu bisa menghindarkan daerah dari konflik kepentingan dalam penyusunan anggaran. Selain itu, soal pemberian sanksi hukum terkait dengan praktik politik uang.

Setahu Fadli, belum ada sanksi terkait praktik politik uang dalam penyelenggaraan Pilkada. Lalu, yang tidak kalah penting juga adalah terkait aturan penyelesaian sengketa ketika ada pelanggaran dalam tahap pencalonan. Ia usul kalau sengketa pada tahap pencalonan itu bisa diselesaikan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Saat ini sengketa pencalonan tersebut dilakukan oleh lebih dari satu lembaga, sehingga tidak memberikan kepastian hukum bagi para pihak. “Itukan lebih memberikan kepastian hukum,” tukasnya.

Dimintai tanggapannya, Direktur Eksekutif Legality Sexio Nur Sidqi sepakat dengan revisi terhadap undang-undang terkait dengan pemilihan umum. Menurutnya, jika benar revisi ini akan rampung sebelum penyelenggaraan Pilkada serentak putaran kedua, maka akan ada sekitar 47 persen daerah lagi yang akan ikut serta dalam Pilkada serentak tahun 2017.

Menurutnya, hal penting yang mesti diatur ulang adalah tentang politik dinasti. Dia melihat bahwa politik dinasti yang kuat di suatu daerah akan menghambat bakal calon potensial lainnya untuk maju dalam pencalonan. Selain itu, dinasti yang kuat dalam suatu daerah tertentu berbanding lurus dengan kuatnya potensi praktik korupsi yang dilakukan.

Untuk itu, perlu ada aturan yang membatasi untuk hal tersebut. Paling tidak, jika ada klan politik dinasti bisa dibatasi selama satu periode dengan tidak mencalonkan kembali sebagai calon kepala daerah. “Yang rugi masyarakat, karena stok pemimpin yang lahir hanya dari keluarga mereka. Jangan sampai Pilkada serentak lahirkan kepala daerah baru yang koruptif,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait