Kepala Daerah Perempuan Wajib Terapkan Zona Antikorupsi di Daerahnya
Berita

Kepala Daerah Perempuan Wajib Terapkan Zona Antikorupsi di Daerahnya

Mulai membuat kebijakan pro rakyat, memberikan pelayanan yang tidak berbelit-belit serta membuat pengawasan ketat dalam penggunaan anggaran daerah.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Pilkada: BAS
Ilustrasi Pilkada: BAS
Pelaksaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di 259 Kabupaten/Kota/Provinsi telah terlaksana. Setidaknya terdapat puluhan kepala daerah dari kalangan perempuan yang terpilih. Salah satu tantangan bagi mereka adalah menerapkan zona antikorupsi di daerahnya masing-masing.

“Daerah-daerah yang dipimpin oleh kepala daerah dari perempuan harus menerapkan zona antikorupsi di daerahnya,” ujar Anggota Komisi IX Okky Asokawati di gedung DPR, Jumat (11/12).

Menurutnya, kepala daerah dari kalangan perempuan mesti menjadi etalase bagi wajah politik perempuan Indonesia. Ia menilai, kepala daerah perempuan dapat menjadi srikandi pemberantasan korupsi. Bahkan dapat melaksanakan birokrasi yang melayani di setiap daerah.

Dikatakan Okky, terpilihnya puluhan calon kepada daerah dari kalangan perempuan memberikan sinyal positif bagi politik perempuan Indonesia. Setidaknya, perempuan Indonesia dapat membuktikan kualitas dan teruji dapat setara dengan kalangan laki-laki. Selain itu, komitmen partai politik dalam keberpihakan terhadap politisi perempuan semakin menunjukan sinyal positif.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menilai keberadaan kepala daerah dari perempuan mesti menjadi momentum membuat kebijakan daerah yang pro rakyat. Misalnya, peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya bagi kelompok perempuan dan anak-anak. Hal ini bisa dilihat dari persoalan kesehatan ibu dan anak serta lansia mesti menjadi skala prioritas dalam pembangunan daerah.

Anggota Komisi I Meutya Hafid mengapresiasi banyaknya perempuan yang terpilih menjadi kepala daerah pada Pilkada serentak 9 Desember 2015 lalu. Berdasarkan data yang dikantongi dirinya, setidaknya terdapat 30 perempuan yang suskes terpilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah.

“Saya kira terpilihnya perempuan sebagai kepala daerah menunjukan masyarakat Indonesia sudah dewasa dan tidak membedakan antara pemimpin perempuan dengan laki-laki,” katanya.

Meutya mengamini pandangan Okky terkait dengan penerapan zona antikorupsi di daerah masing-masing. Menurutnya, peran perempuan sebagai kepala daerah mesti ditunjukkan dengan memerangi korupsi mulai di tingkat birokrasi hingga pemberian pelayanan yang masyarakat yang tidak berbelit-belit.

Menurutnya, tak sedikit kalangan perempuan yang terlibat dalam kasus korupsi. Untuk itu, keterwakilan perempuan yang menjadi kepala daerah bisa menjadi momentum menerbitkan kebijakan yang antikorupsi di daerah masing-masing. Misalnya membuat pengawasan ketat terhadap penggunaan anggaran daerah.

Lebih lanjut politisi Partai Golkar itu mengaku kecewa dengan masih sedikitnya jumlah perempuan yang diajukan menjadi calon kepada daerah oleh partai politik. Meski berhasil memilih 30 perempuan menjadi kepala daerah, Meutya masih melihat ada persoalan pencalonan.

“Hanya sebanyak 7,32% calon kepala daerah atau sebanyak 123 orang dari total 810 calon kepala daerah provinsi dan kabupaten/kota,” ujarnya.

Mantan jurnalis televisi swasta itu mengatakan, permasalahan utama berasal dari partai politik. Menurutnya, perempuan yang terpilih menjadi kepala daerah adalah mereka yang memiliki hubungan sedarah dengan tokoh berpengaruh, serta memiliki capital ekonomi yang besar.

“Sedangkan bagi calon yang tidak memiliki modal-modal tersebut, sangat sulit untuk mendapatkan haknya yaitu hak untuk dipilih,” katanya.

Sebelumnya dari data quick count hasil Pilkada 9 Desember 2015, tercatat terdapat 30 perempuan yang terpilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah. Data yang dihimpun  oleh media dan hasil quick count berbagai lembaga survei, sebagian besar calon perempuan yang menang adalah di tingkatan kabupaten dan wali kota.

Ketiga puluh kepala daerah dari kalangan perempuan itu adalah, Airin Rachmi Diany (wali kota Tangsel), Ratu Tatu Chasanah (bupati Serang), Tri Rismaharini (wali kota Surabaya, Sri Sumarni (bupati Grobogan), Cellica Nurrachadiana (bupati Karawang), Neni Moerniaeni (wali kota Bontang), Rita Widyasari (bupati Kutai Kertanegara), Chusnunia (bupati Lampung Timur), Asmah Gani (bupati Nunukan), Ilmiati Daud (wakil bupati Wakatobi), Indah Putri Indriani (bupati Luwu Utara), Anna Sophana (bupati Indramayu), Kartika Hidayati (wakil bupati Lamongan).

Kemudian, Vonnie Anneke Panambuan (bupati Minahasa Utara), Irna Narulita (bupati Pandeglang),  I Gusti Ayu Mas Sumantri (bupati Karangasem), Indah Damayanti Putri (bupati Bima), Faida (bupati Jember),  Haryanti (bupati Kediri), Christine E Paruntu (bupati Minahasa Selatan), Neti Herawati (wakil bupati Kepahiang), Mirna Annisa (bupati Kendal), Hairiah (wakil bupati Sambas), Badingah (bupati Gunung Kidul), Sri Muslimatin (wakil bupati Sleman),  Merya Nur (wakil bupati Kolaka), Hevearita Gunaryanti (wakil wali kota Semarang), Yulis Suti Sutri (wakil bupati Kuar), Kusdinar Untung Yuni Sukowati (bupati Sragen), dan Sophia Fatah (wakil bupati Batanghari).
Tags:

Berita Terkait