Johan Budi: Soal Syahwat Duniawi, Saya Sudah Selesai
Uji Kelayakan Capim KPK

Johan Budi: Soal Syahwat Duniawi, Saya Sudah Selesai

Johan menolak revisi UU KPK sepanjang muatan materi melemahkan lembaga anti rasuah.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Calon Pimpinan KPK, Johan Budi SP. Foto: RES
Calon Pimpinan KPK, Johan Budi SP. Foto: RES
Sejatinya, lima komisoner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terpilih nantinya adalah orang yang telah selesai dengan syahwat keduniaan. Soalnya, bukan tidak mungkin pimpinan KPK tergoda dengan keinginan besar, yakni menjadi pemimpin negeri dengan cara ‘samping’ demi mendapatkan kekuasaan. Hal itu dihindari oleh calon pimpinan (Capim) KPK, Johan Budi Sapto Pribowo.

“Soal (syahwat, red) hidup, saya sudah selesai. Istri saya kerja, anak saya dua dan keduanya dapat saya biayai,” ujar Johan di depan sejumlah anggota Komisi III DPR saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan Capim KPK, Senin (14/12).

Johan mengaku memiliki penghasilan yang cukup besar, meski tidak menyebutkan nominalnya. Bahkan, ia mengaku memiliki sebidang rumah dan kendaraan roda empat. Dia juga mengaku cukup dengan apa yang dimilikinya. Makanya, ia mengabdikan dirinya dalam pemberantasan korupsi untuk menyelamatkan keuangan negara dengan ‘melamar’ menjadi pimpinan KPK.

“Saya bukan cari kepuasan. Dahulu ada pegawai KPK yang sebelumnya menjadi CEO perusahaan dengan gaji 120 juta. Tetapi dia memiliih ke KPK yang kala itu belum ada gajinya, tapi perskot,” ujarnya.

Pilihan Johan untuk menjadi pimpinan KPK sebagai upaya ikhtiar dalam rangka melakukan pemberantasan kejahatan yang kian masif di segala bidang. Peran KPK dalam rangka penindakan memang acapkali mendapat sorotan. Mulai kewenangan penyadapan yang dituding melanggar hak asasi manusia. Padahal, kata Johan, penyadapan yang dilakukan KPK tidak semudah sebagaimana tudingan publik.

Menurutnya, bila KPK ingin melakukan penyadapan mesti melalui berbagai proses. Misalnya, mesti ada adanya surat penyelidikan. Sebelumnya, penyelidik dan penyidik mesti memaparkan terlebih dahulu ke pimpinan KPK. Bila terpenuhi dugaan tindak pidana, maka disimpulkan untuk dilakukan penyadapan. Sebaliknya   bila   tidak,  maka tidak  dapat dilakukan penyadapan.  

“Jadi banyak yang salah persepsi di luar. Jangan gara-gara kesalahan salah satu pimpinan, kemudian KPK dinilai salah,” ujarnya.

Terkait dengan usulan lembaga anti  rasuah itu diberikan kewenangan penyidikan di tingkat penyidikan alias menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3), Johan mengaku tidak sependapat. Menurutnya, berdasarkan pembentukan KPK, lembaga tersebut tidak berwenang menerbitkan SP3.   

“Kalau semanagatnya memberi SP3 itu karena kurang bukti, KPK tidak boleh,” katanya.

Anggota Komisi III Muhammad Nasir Djamil mengatakan, Johan Budi mesti siap dipilih dan tidak terpilih menjadi pimpinan KPK dalam seleksi di komisinya. Ia menilai   KPK kerap menangani perkara korupsi yang tergolong mudah. Pasalnya, hanya bersandar pada operasi tangkap tangan. “KPK ini piawai, dan KPK mudah menetapkan tersangka dengan bukti yang lemah,” ujar politisi PKS itu.

Menanggapi nasir, Johan menunjuk Pasal 44 UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK. Menurutnya, penyelidikan yang dilakukan KPK dalam rangka mendapatkan barang bukti. Ketika ditemukan adanya dugaan tindak pidana, maka penyelidik melapor ke KPK untuk ditingkatkan ke penyidikan. Ia berpendapat meningkatkan proses penyelidikan ke  penyidikan membutuhkan  waktu hingga lima kali gelar perkara. Sebaliknya, bila tidak ditemukan adanya tindak pidana dan barang bukti, maka penyelidikan dihentikan.

“Karena itu proses penyidikan itu prosesnya memakan waktu lama. Jadi ketika ditetapkan sebagai tersangka sudah ada bukti yang cukup,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK itu.

Siap tidak dipilih

Johan di depan sejumlah Komisi III lantang menolak revisi UU KPK sepanjang muatan materinya berisi pelemahan. Menurutnya, banyak komentar anggota dewan yang menginginkan revisi UU KPK kerap menyatakan penguatan KPK. Namun, belakangan ketika terdapat draf revisi UU KPK yang justru muatan materinya melemahkan kewenangan KPK.

“Saya  katakan  ini  bukan  penguatan tapi melemahkan. Saya  tidak  setuju,  saya tolak. Mesti saya tidak dipilih ya tidak apa apa,” ujarnya.

Meski demikian, mantan juru bicara KPK dua periode  itu mengaku perlunya perbaikan KPK terkait dengan penetapan tersangka. Pasalnya, ia tak menutup mata adanya pemeriksaan terhadap tersangka setelah penetapan tersangka tersebut. “Ini memang harus diperbaiki,” ujarnya.

Di  ujung seleksi kelayakan dan kepatutan, Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman mengatakan, penilaian terhadap Johan diberikan oleh seluruh anggota komisi III. Namun, Johan mesti siap tidak terpilih dalam seleksi. “Anda siap menjadi komisoner dan Ketua KPK”,” ujarnya.

“Saya siap untuk menjadi pimpinan KPK dan siap untuk tidak dipilih. Saya siap ditempatkan di mana saja,” pungkas Johan.
Tags:

Berita Terkait