Lagi, Profesi Penunjang Pasar Modal Gugat PP Pungutan ke MA
Utama

Lagi, Profesi Penunjang Pasar Modal Gugat PP Pungutan ke MA

Pemohon bersikukuh bahwa konsultan hukum, akuntan publik, dan notaris bukanlah pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan sebagaimana di bawah pengawasan OJK.

Oleh:
NNP/ASH
Bacaan 2 Menit
Ary Zulfikar (tengah). Foto: NNP
Ary Zulfikar (tengah). Foto: NNP
Sejumlah asosiasi profesi penunjang pasar modal kembali mengajukan Hak Uji Materi (HUM) terhadap  Peraturan Pemerintah (PP)  Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Gugatan itu resmi diterima oleh Mahkamah Agung (MA) melalui Kasubdit HUM dan PK Pajak MA, Ria Susilawesti. Para pemohonnya pun masih sama, yakni Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Ikatan Notaris Indonesia (INI), dan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).  

Koordinator Tim Penasihat Hukum para pemohon, Ary Zulfikar menyebutkan latar belakang pengajuan kembali HUM lantaran saran dan tanggapan yang diberikan asosiasi profesi kepada OJK dan pemerintah belum juga ditanggapi. Alasan lainnya, karena rencana revisi atau perubahan PP Nomor 11 Tahun 2014 yang disebutkan oleh OJK dengan pemerintah sejak November 2014 lalu belum juga direalisasikan.

Padahal, lanjut Ary, kliennya tetap dikirimkan surat teguran yang disertai dengan ancaman pelimpahan kepada Panitia Urusan Piutang Lelang Negara (PUPLN) kalau tidak membayar pungutan. Oleh karenanya, Pemohon kembali mengajukan HUM atas PP Nomor 11 Tahun 2014 terhadap ketentuan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.

Dalam petitum, Ary mengatakan, pihaknya meminta Pasal 1 angka 3 dan angka 4, Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 5 PP Nomor 11 Tahun 2014 beserta dengan lampirannya, khususnya butir I huruf B angka 2 dan butir II angka 11 dan angka 12 terkait pungutan OJK yang dikenakan kepada profesi penunjang pasar modal yang menjalankan kegiatan non jasa keuangan bertentangan dengan Pasal 6 dan Pasal 37 UU Nomor 21 Tahun 2011.

“Kita langsung aja straight forward bahwa PP Pungutan OJK itu bertentangan dengan Pasal 6 dan Pasal 37 UU OJK karena terjadi perluasan pihak,” kata Ary kepada hukumonline di gedung MA, Jakarta, Kamis (17/12).

Ary menilai, ketentuan pasal-pasal tersebut yang membebankan pungutan kepada profesi penunjang pasar modal yang menjalankan kegiatan non jasa keuangan. “Profesi penunjang pasar modal justru membantu OJK atau Pemerintah dalam melindungi kepentingan masyarakat dan investor. Harusnya dapat insentif malah, jangan dipungut,” ujarnya.

Ia mengatakan, konsultan hukum, akuntan publik, dan notaris bukanlah pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan sebagaimana di bawah pengawasan OJK menurut ketentuan Pasal 6 UU Nomor 21 Tahun 2011. Justru, ketiga profesi itu masing-masing tunduk terhadap aturannya masing-masing, yakni UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, UU Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik, serta UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.

“Jadi, terjadi perluasan frasa ‘kegiatan jasa di sektor keuangan’ seolah-olah profesi penunjang yang membantu proses itu dianggap seolah-olah mereka melakukan di sektor jasa keuangan,” paparnya.

Terpisah, Juru Bicara MA Suhadi mengatakan uji materi PP OJK yang baru didaftarkan akan diproses di bagian kamar Tata Usaha Negara (TUN). Selanjutnya, perkara ini akan didistribusikan ke Ketua MA. “Nantinya, Ketua MA yang akan menentukan majelis hakimnya atau bisa saja penunjukkan majelis didelegasikan Wakil Ketua MA atau Ketua Kamar TUN,” kata Suhadi saat dihubungi.

Dia menjelaskan, uji materi peraturan perundang-undangan di bawah UU yang sudah pernah dinyatakan tidak dapat diterima (niet ovankelijk verklaard/NO) bisa saja diajukan kembali. “Tetapi, itu tergantung alasan NO-nya bagaimana? Kalau syarat formil permohonannya sudah dipenuhi bisa saja diajukan lagi,” kata Suhadi.

Suhadi menilai, kalau uji materi PP OJK yang sudah pernah dinyatakan di-NO sebelumnya dengan alasan UU OJK tengah dimohonkan pengujian di MK tidaklah tepat. Sebab, ada ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK yang menyebut jika UU tertentu tengah dimohonkan pengujian di MK, saat bersamaan peraturan perundangan di bawah UU itu diuji di MA, maka pemeriksaan uji materi di MA harus dihentikan sementara.

“Ini bentuknya bukan putusan, tetapi penetapan penghentian/penangguhan perkara untuk sementara hingga ada putusan pengujian UU di MK. Nanti, putusan MK itu dikirim ke Panitera MA,” jelasnya. “Tetapi, saya sendiri tidak tahu persis alasan putusan PP OJK yang di-NO itu, mungkin saja ada persyaratan formil lain yang belum terpenuhi.” Tutupnya.

Untuk diketahui, gugatan dengan para Pemohon yang sama pernah dilakukan pada 20 Oktober 2014 dengan nomor register Perkara No. 68/P/HUM/2014. Namun, MA menyatakan tidak dapat menerima atau NO atas Perkara No. 68/P/HUM/2014 itu. Ada tiga majelis hakim yang menangani perkara tersebut. Ketiganya adalah Irfan Fachruddin, Yulius dan Supandi.
Tags:

Berita Terkait