Menhub Persilakan Transportasi Berbasis Aplikasi Tetap Beroperasi
Berita

Menhub Persilakan Transportasi Berbasis Aplikasi Tetap Beroperasi

Menurut Instrans, pemerintah sebaiknya fokus memperbaiki sistem transportasi.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Go-Jek dan Grabbike, dua contoh fenomena transportasi berbasis aplikasi. Foto: RES
Go-Jek dan Grabbike, dua contoh fenomena transportasi berbasis aplikasi. Foto: RES
Pengemudi dan pengguna jasa transportasi berbasis aplikasi kini bisa bernafas lega. Pasalnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menyatakan jasa transportasi berbasis aplikasi tetap diperkenankan beroperasi.

“Ojek dan transportasi umum berbasis aplikasi dipersilakan tetap beroperasi sebagai solusi sampai transportasi publik dapat terpenuhi dengan layak,” ujar Jonan dalam siaran pers, Jumat (18/12).

Dijelaskan Jonan, berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan roda dua seperti ojek motor sebenarnya tidak termasuk dalam kategori angkutan publik. Namun, pada kenyataannya, ojek berbasis aplikasi seperti Go-Jek, Grab Bike, Blu-Jek dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Keberadaan jasa transportasi berbasis aplikasi, lanjut Jonan, juga telah menunjukkan bahwa adanya kesenjangan yang lebar antara kebutuhan transportasi publik yang ternyata tidak berbanding lurus dengan kemampuan penyedia angkutan yang layak dan memadai. Diakui Jonan, keberadaan Go-Jek, GrabBike dan sejenisnya tetap dibutuhkan publik.

“Sementara terkait dengan aspek keselamatan di jalan raya, tetap menjadi perhatian pemerintah. Atas dasar itulah Jonan meminta agar angkutan berbasis aplikasi berkonsultasi dengan Korlantas Polri terkait dengan keselamatan publik di jalan raya,” papar Jonan.

Diberitakan sebelumnya,Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Djoko Sasono menegaskan bahwa jasa transportasi berbasis aplikasi tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.  Spesifik, Djoko menyebut layanan transportasi berbayar gunakan kendaraan pribadi bukanlah angkutan umum sebagaimana yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. 

Ketua Institut Studi Transportasi (Instrans), Darmaningtyas berpandangan idealnya Kemenhub tak melarang jasa angkutan berbasis aplikasi beroperasi di tengah masyarakat. Ia menilai, pemerintah pun tak perlu mengatur keberadaan jasa transportasi berbasis aplikasi.

“Yang terpenting bagi pemerintah adalah menyediakan angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, terjangkau, ketepatan waktu, dan mudah dengan menerapkan sistem transportasi yang terintegrasi,” ujarnya.

Menurut Darmaningtyas, kemunculan Go-jek dan sejenisnya merupakan anomali dalam sistem transportasi.  Pasalnya, di kala layanan angkutan umum buruk, masyarakat pun mencari  pilihan lain, termasuk Go-Jek, Grab Bike dan sejenisnya. Namun ia yakin ketika pelayanan angkutan umum berubah menjadi lebih baik, otomatis masyarakat akan meninggalkan pilihan alternatif tersebut.  

“Maka sebaiknya fokus Pemerintahan Jokowi memberesi angkutan umum tersebut,” katanya.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi berpendapat tumbuh suburnya sepeda motor dijadikan moda transportasi publik lantaran kegagalan pemerintah dalam menyediakan angkutan umum yang layak dan terjangkau.

“Dengan demikian, Kemenhub tidak bisa serta merta melarang keberadaan ojek, jikalau pemerintah belum mampu menyediakan akses angkutan umum. Jangan hanya bisa melarang tetapi tidak mampu memberikan solusi,” ujarnya.

Anggota Komisi II Rahmat Nasution Hamka menilai pelarangan aturan jasa angkutan berbasis aplikasi menyangkut hajat hidup orang banyak. Apalagi pemerintah belum mampu mewujudkan transportasi umum yang layak bagi publik.
Tags:

Berita Terkait