Tahun 2016, Pemerintah Perbanyak TKI Sektor Formal
Berita

Tahun 2016, Pemerintah Perbanyak TKI Sektor Formal

Perlu segera implementasi UU No. 6 Tahun 2012.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Tahun 2016, Pemerintah Perbanyak TKI Sektor Formal
Hukumonline
Pemerintah terus mendorong peningkatan penempatan buruh migran Indonesia ke sektor formal. Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan, Abdul Wahab Bangkona, menegaskan pada tahun 2016, buruh migrant sektor formal akan diperbanyak karena dapat meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan buruh migran. Selaras itu pemerintah mengupayakan peningkatan kualitas buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri.

“Pemerintah terus menggeser orientasi penempatan TKI yang bekerja di luar negeri ke arah sektor formal dengan membuka akses dan informasi peluang-peluang kerja yang tersedia bagi TKI formal di sana,” kata Abdul dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Jumat (18/12).

Abdul menjelaskan selama ini lowongan dan peluang kerja sektor formal bagi buruh migran ada di berbagai jenis industri seperti konstruksi, perminyakan, pertambangan, transportasi, jasa, perhotelan dan perawat. Ia mengimbau kepada atase ketenagakerjaan yang berada di setiap negara penempatan untuk mengidentifikasi peluang yang ada sekaligus membuka akses dan jaringan untuk mempermudah masuknya buruh migran Indonesia ke sektor formal.

Untuk menyiapkan kualitas tenaga kerja, Abdul mengatakan atase ketenagakerjaan harus bekerjasama dengan direktorat jenderal pembinaan, pelatihan dan produktivitas (Ditjen Binalattas) di Kementerian Ketenagakerjaan. Penyiapan kualitas tenaga kerja itu dapat dilakukan diantaranya dengan memanfaatkan pelatihan-pelatihan di balai latihan kerja luar negeri (BLKLN).

“Ketersediaan peluang kerja bagi TKI Formal di luar negeri harus disambut dengan kesiapan dan ketersediaan calon-calon TKI yang memiliki keterampilan dan kompetensi sesuai dengan kebutuhan pasar kerja,” kata Abdul.

Selain itu Wahab berjanji pemerintah akan menindak tegas daerah dan PPTKIS/PJTKI yang mengirim buruh migran Indonesia tak berdokumen ke luar negeri.

Terpisah, komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Imam Nakhei, melihat buruh migran Indonesia yang bekerja di sektor domestik seperti pekerja rumah tangga (PRT) sangat rentan. Rentan mengalami kekerasan dan pelanggaran hak-hak ketenagakerjaan. Nasib nahas ini sering dialami pekerja Indonesia yang bekerja di sektor domestik di luar negeri.

Sayangnya sampai saat ini penanganan yang dilakukan pemerintah terhadap buruh migran Indonesia yang mengalami masalah sangat minim. Ketika buruh migran dijatuhi hukuman mati, Imam mencatat bantuan yang diberikan biasanya berupa sumbangan kepada keluarga yang ditinggalkan.

Padahal, dari pengkajian yang dilakukan Komnas Perempuan menunjukan hukuman mati yang menimpa buruh migran Indonesia berdampak pada keluarganya. Anak dari buruh migran yang dijatuhi hukuman mati ada yang tidak bisa membaca dan menulis karena putus sekolah.

Itu terjadi karena buruh migran diandalkan keluarganya sebagai sumber ekonomi. Ketika buruh migran itu dijatuhi hukuman mati di negara penempatan maka keluarganya kehilangan sumber ekonomi. Untuk membenahi masalah itu Imam menyebut pemerintah hanya perlu mengimplementasikan Konvensi PBB Tahun 1990 yang telah diratifikasi lewat UU No. 6 Tahun 2012. Konvensi itu mengatur standar perlindungan internasional yang perlu diberikan untuk buruh migran dan keluarganya.

“Pemerintah, baik pusat dan daerah serta DPR/DPD harus mengimplementasikan dan mengharmonisasikan konvensi PBB Tahun 1990 dalam setiap peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang terkait dengan pekerja migran,” pungkas Imam.
Tags:

Berita Terkait