Konvensi PBB 1990 Jangan Sekadar Ratifikasi
Berita

Konvensi PBB 1990 Jangan Sekadar Ratifikasi

Guna melindungi buruh migran Indonesia dan keluarganya.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Komnas Perempuan. Foto: SGP
Komnas Perempuan. Foto: SGP

Memperingati hari buruh migran internasional pada 18 Desember 2015, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak pemerintah serius mengimplementasikan Konvensi PBB tahun 1990, yang telah diratifikasi dengan diratifikasi lewat UU No. 6 Tahun 2012. Konvensi itu mengatur standar perlindungan internasional yang perlu diberikan untuk buruh migran dan keluarganya.

Lewat dari dua tahun setelah ratifikasi, Komnas Perempuan melihat implementasinya belum berjalan maksimal. “Pemerintah harus konsisten mengimplementasikan konvensi migran dengan menggunakannya sebagai dasar dan rujukan dalam membuat kebijakan dan program yang terkait dengan pemenuhan hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya,” kata Imam Nakhei, komisioner Komnas Perempuan, dalam diskusi di Jakarta, Jumat (18/12).

Komnas Perempuan, kata Imam, mendorong pemerintah agar perlindungan bagi buruh migran dan keluarganya dijalankan serius. Buruh migran Indonesia yang bekerja di sektor domestik atau pekerja rumah tangga (PRT) rentan mengalami kekerasan. Data Kementerian Luar Negeri memperlihatkan lebih dari 200 buruh migran Indonesia terancam hukuman mati.

Kajian Komnas Perempuan, ancaman hukuman mati turut berimbas pada keluarga buruh migran. Keluarga yang ditinggal . Mereka kehilangan sumber ekonomi sehingga hidup miskin dan anak-anak buruh migran  tidak bisa melanjutkan sekolah. Konvensi PBB 1990 telah mengamanatkan Pemerintah untuk melindungi buruh migran dan keluarganya. Selama ini perlindungan yang diberikan hanya dalam bentuk sumbangan. Aspek pemulihan sosial dan ekonomi buruh migran dan keluarganya kurang diperhatikan.

Penanganan yang dilakukan pemerintah terhadap buruh migran yang tertimpa masalah juga belum terkoordinasi dengan baik. Kurangnya koordinasi membuat penanganan kurang optimal.

Jawa Timur salah satu provinsi yang penanganannya cukup baik. Ketika ada warga Jawa Timur yang menjadi buruh migran dan mengalami kekerasan maka sesampainya di tanah air buruh migran itu langsung ditangani dengan baik seperti mendapat perawatan medis. Namun, Imam menilai itu harus diterapkan disemua wilayah agar buruh migran mendapat perlindungan yang sama.

Ketua Keluarga Buruh Migran Indonesia (Kabar Bumi), Iweng Karsiwen, mencatat selama 2015 organisasinya mengadvokasi 721 kasus buruh migran Indonesia. Sebagian besar kasus yang ditangani terkait dengan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN), pemutusan hubungan kerja (PHK) dan mengundurkan diri dari pekerjaan karena kondisi kerja tidak layak. “Selain itu banyak juga kasus yang kita tangani terkait dengan tidak diberikannya hak-hak normatif buruh migran seperti upah,” urainya.

Iweng mengatakan buruh migran masih wajib memiliki KTKLN. Jika tidak, mereka tidak diizinkan pergi ke negara penempatan. Padahal sejak tahun lalu Presiden Joko Widodo telah memerintahkan jajarannya untuk menghapus KTKLN karena dinilai menyulitkan buruh migran. Ironisnya, perintah Presiden itu tidak dapat dilaksanakan dengan baik oleh para pembantunya sehingga KTLKN masih berlaku dengan dalih perintah UU PPTKILN.
Tags:

Berita Terkait