10 Peristiwa Hukum Sektor Jasa Keuangan Tahun 2015
Berita

10 Peristiwa Hukum Sektor Jasa Keuangan Tahun 2015

Putusan, gugatan dan penerbitan aturan mewarnai sektor ini.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Foto: Ilustrasi (SGP)
Foto: Ilustrasi (SGP)
Sepanjang tahun 2015, sektor jasa keuangan Indonesia disuguhi banyak hal yang menarik. Mulai dari putusan MK terhadap uji materi UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Diajukannya kembali gugatan Hak Uji Materil (HUM) terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga penerbitan aturan yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) untuk mendukung paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah.

Berikut 10 peristiwa hukum di sektor jasa keuangan yang berhasil dihimpun hukumonline.

1.    Putusan Uji Materi UU LPS
LPS memohonkan pengujian Pasal 30 ayat (5), Pasal 38 ayat (5), Pasal 42 ayat (5) UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS terkait kewenangan LPS dalam menangani penjualan saham bank gagal yang berdampak sistemik ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ketiga pasal itu dinilai LPS tidak memberikan perlindungan hukum yang memadai. Kemudian pada awal Januari 2015, dalam putusannya MK menolak dan menganggap pasal-pasal itu sama sekali tidak bertentangan dengan UUD 1945. Lalu, pada Mei 2015, LPS kembali mengajukan pengujian undang-undang yang sama namun dengan pasal yang berbeda. Pasal yang diuji yakni Pasal 30 ayat (1), Pasal 38 ayat (1), dan Pasal 42 ayat (1).

2.    Pembobolan Bank via Internet Banking
Awal Maret 2015, sektor perbankan diramaikan dengan kejadian pembobolan rekening bank di tiga bank besar. Pembobolan via internet banking (e-banking) atau juga dikenal dengan phishing ini dilakukan dengan memakai software internet banking. Lewatmalware, pelaku sindikat kejahatan perbankan mencuri data nasabah bank dengan membajak akun nasabah bank tersebut lewat jaringan internet. Berdasarkan catatan hukumonline, kasus terkait pembobolan rekening nasabah juga ada yang berujung ke meja hijau. Bank Permata cabang Panglima Polim digugat seorang nasabah prioritasnya, Tjho Winarto yang kehilangan uang sejumlah Rp245 juta ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

3.    BI Terbitkan Aturan Kewajiban Penggunaan Rupiah
Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI yang merupakan turunan dari UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Selain karena mengatur mengenai sanksi, PBI ini juga dinilai berdampak dunia perbankan dan juga bisnis. Bahkan, firma hukum atau lawfirm pun juga terkena imbas dari penerbitan aturan ini.

Hampir bersamaan, BI juga menerbitkan Surat Edaran (SE) BI No. 17/11/DKSP tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI pada 1 Juni 2015. SEBI itu mengatur larangan dual quotation atau pencantuman harga barang atau jasa dalam rupiah dan mata uang asing secara bersamaan.

4.    OJK Kalah di Pengadilan Niaga
Permohonan OJK untuk mempailitkan Asuransi Bumi Asih Jaya (BAJ) kandas di palu majelis hakim di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Majelis hakim menolak permohonan OJK lantaran merujuk pada Pasal 8 ayat (4) UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Namun, ‘kekalahan’ OJK itu bersifat sementara. Saat Kasasi di MA, permohonan OJK dikabulkan. BAJ akan mengajukan permohonan PK dalam kasus ini.

5.    Bank Harus Taat Pada Putusan Pengadian Konstitusional
MK mengabulkan permohonan Suhaemi Zakir terkait ketundukan bank atas putusan pengadilan dalam pengujian Pasal 49 ayat (3) huruf b UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Mahkamah berpendapat, ketentuan yang menyatakan pengurus bank hanya tunduk pada aturan tertentu yang berlaku di sektor perbankan merupakan pengabaian suatu putusan pengadilan. Dalam Perkara register No. 109/PUU-XII/2014, MK menyakatan kalau ketentuan itu bertentangan dengan Pasal 28D UUD 1945.

6.    Kasus Paililt AAA Sekuritas
PT Andalan Artha Advisido (AAA) Sekuritas dinyatakan pailit. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pailit Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah dalam perkara nomor 08/Pdt.Sus/PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat akhir April 2015. Yang menarik, pemohon kasus ini merupakan nasabah di AAA sekuritas. Padahal, menurut Pasal 2 ayat (4) UU Nomor 37 Tahun 2014 tentang Kepailitan dan PKPU menyebutkan kalau OJK yang semestinya mengajukan, bukan nasabah. Namun, majelis hakim tetap mengabulkan permohonan yang diajukan oleh dua orang nasabah AAA Sekuritas tersebut.

7.    Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I dan III
Di tahun ini, pemerintah menerbitkan serangkaian paket kebijakan ekonomi. BI dan OJK ikut mendukung langkah pemerintah tersebut. Pada September 2015, paling tidak ada lima kebijakan dari BI dalam rangka menopang kebijakan itu. Sementera, kebijakan OJK terkait dengan pelonggaran pembukaan rekening bagi WNA.

Satu bulan berikutnya, OJK juga turut mendukung Paket Kebijakan Tahap III yang dikeluarkan Oktober 2015. Paling tidak ada enam kebijakan, antara lain relaksasi ketentuan persyaratan kegiatan usaha penitipan dan pengelolaan (trust) bank, perancangan skema asuransi pertanian, modal ventura, pemberdayaan Lembaga Pembiayaan Ekpor Indonesia (LPEI), dan sebagainya.

8.    MK Putuskan Keberadaan OJK Konstitusional
MK mengkukuhkan keberadaan OJK dengan menolak sebagian besar pasal pengujian UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa (TPKEB) selaku pemohon menilai fungsi pengawasan dan pengaturan perbankan oleh OJK dalam Pasal 1 angka1, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 37, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 UU Nomor 21 Tahun 2011 bertentangan dengan UUD 1945. Namun, MK menghapus frasa ‘dan bebas dari campur tangan’ dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 21 Tahun 2011 menjadi: “Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasaan, dan pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini”.

9.    OJK Tunjuk Lembaga Penyelesaian Sengketa
OJK telah menetapkan dua lembaga sebagai Lembaga Alternatif Penyelesian Sengketa antara konsumen dengan lembaga jasa di sektor perasuransian dan pasar modal. Mereka antara lain Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi (BMAI) dan Badan Arbitrasi Pasar Modal Indonesia (BAPMI). Nantinya kedua lembaga itu baru akan bekerja ketika para pihak belum menemui kesepakatan di tahap pertama, yakni antara konsumen dengan pelaku usaha jasa keuangan. Kedua lembaga itu telah resmi beroperasi sejak 1 Desember 2015 kemarin.

10. PP Pungutan OJK Digugat Lagi di MA
Menutup tahun 2015 ini diramaikan lagi oleh teman-teman dari HKHPM, INI, dan juga IAPI. Untuk kedua kalinya, para profesi  penunjang pasar modal ini mengajukan HUM atas PP Nomor 11 Tahun 2014. Hal yang diuji masih sama, yakni mempermasalahkan pungutan yang dikenakan kepada profesi penunjang pasar modal. Dalam gugatan yang pertama, MA memutuskan tidak dapat menerima (Niet Ovankelijk Verklaard/NO).
Tags:

Berita Terkait