KY Pantau Hakim Perkara Lingkungan PN Palembang
Berita

KY Pantau Hakim Perkara Lingkungan PN Palembang

Masyarakat diminta melihat kasus kebakaran hutan secara utuh dan tidak bertindak reaktif.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung KY. Foto: SGP
Gedung KY. Foto: SGP
Komisi Yudisial (KY) mengaku ikut memantau proses penanganan perkara lingkungan di Pengadilan Negeri (. Sesuai kewenangannya KY memantau majelis hakim yang menangani perkara lingkungan, termasuk gugatan pemerintah terhadap PT Bumi Mekar Hijau (BMH). “KY sifatnya hanya memantau dulu proses kasusnya,” ujar Juru Bicara KY, Joko Sasmito saat dihubungi wartawan, Selasa (05/1).   Joko mengatakan KY belum bisa berbuat banyak lantaran kasus lingkungan di PN Palembang terkait putusan. Karena itu, kasus ini belum bisa disimpulkan bermasalah. “Ini kan kaitannya dengan masalah putusan. KY itu (bergerak) kalau ada sudah ada indikasi pelanggaran kode etik dan perilaku hakim,” kata Joko     KY juga belum mengetahui detil isi putusan majelis hakim berikut pertimbangannya. Namun, dia tegaskan apabila permasalahannya adalah murni putusan yang menyangkut teknis yuridis, maka itu menjadi wewenang Mahkamah Agung (MA).     Karena itu, KY meminta agar masyarakat untuk melihat kasus ini secara utuh dan tidak bertindak reaktif atas kasus kebakaran hutan dan lahan ini. Hal ini penting untuk tetap menjaga martabat hakim dan menghormati proses hukum yang tengah berlangsung. Meski begitu, institusi peradilan juga harus memperhatikan aspirasi masyarakat berdasarkan fakta lapangan mengenai kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan ini.   “Perkara ini bukan semata-mata lingkup rezim hukum perdata, tetapi juga memiliki dimensi hukum lingkungan, sehingga pemberlakuan asas-asas hukum lingkungan maupun keberpihakan kepada alam menjadi wajar untuk dijadikan pegangan (hakim),” sambung Komisioner KY Farid Wajdi.   Kekesalan warga atas putusan majelis hakim diwujudkan dalam bentuk peretasan laman resmi PN Palembang. Masalah ini akhirnya membuat prihatin Mahkamah Agung. Kepala Biro Hukum dan Humas MA menyesalkan peristiwa peretasan situs PN Palembang oleh korban asap Sumatera lantaran gugatan pemerintah ditolak Majelis PN Palembang. Dia mengatakan kalau kasus lingkungan ini majelis memutus tidak menemukan unsur perbuatan melawan hukum seharusnya melihat pertimbangannya secara utuh.   KLHK menggugat ganti rugi sebesar Rp7,9 triliun.

Setelah proses sidang sejak Februari 2015, Majelis Hakim yang diketuai Parlas Nababan beranggotakan Kartidjo dan Eli Warti memutuskan untuk menolak gugatan KLHK. Majelis hakim beralasan tidak ada unsur yang merugikan negara sebagaimana didalilkan dalam gugatan KLHK.

Berdasarkan fakta, keterangan saksi dan ahli, dan sidang di lokasi kebakaran, majelis hakim berpendapat lokasi yang terbakar masih dapat ditumbuhi pohon akasia. Selain itu, gugatan dinilai terlalu prematur karena tidak dapat membuktikan kapan dan dimana lokasi kebakaran, eksepsi gugatan kabur, dalil tidak jelas, dan fakta bahwa lokasi itu merupakan areal pohon akasia berusia 3-4 tahun yang siap panen.
PN) Palembang



Dia juga mengaku sudah menghubungi Penghubung KY di Palembang. Namun, hingga saat ini Penghubung KY di Palembang belum menerima laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Majelis Hakim yang menangani perkara kebakaran hutan dan lahan itu yang diduga dilakukan PT BMH.



“Kita belum tahu isi putusannya apa. Baru baca dari media, jadi belum detil baca. Kita juga punya penghubung di sana yang selalu memantau. Barangkali nanti ada dugaan pelanggaran etik, baru kita turun,” katanya.



“KY berkomitmen proaktif jika terdapat indikasi pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam perkara tersebut.”

Ridwan Mansyur

“Toh, kalau ada yang tidak puas bisa menempuh hukum, jangan lalu tiba-tiba menuduh atau apriori karena begitulah putusan selalu saja ada pihak-pihak yang merasa tidak puas,” kata Ridwan di gedung MA.

Meski begitu, dia mengakui memang tidak semua pengadilan memiliki hakim lingkungan yang memadai. Sebab, sertipikasi hakim lingkungan masih dilakukan secara bertahap. “Sertipikasi hakim lingkungan saat ini masih terus berproses, berbeda dengan hakim tipikor yang semua hakim tipikor pasti yang bersertipikasi,” kata Ridwan.

Untuk diketahui, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggugat PT BMH atas terbakarnya lahan hutan konsesi seluas 20 ribu hektare pada 2014 di Distrik Simpang Tiga Sakti dan Distrik Sungai Byuku Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait