Kalah di Perdata, KLHK Berpeluang di Jalur Pidana dan Administrasi
Berita

Kalah di Perdata, KLHK Berpeluang di Jalur Pidana dan Administrasi

Sanksi administratif adalah kewenangan KLHK. Untuk memberikan sanksi tersebut, tidak perlu pihak ketiga seperti pengadilan atau kejaksaan.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kasus kebakaran lahan. Foto: RES
Ilustrasi kasus kebakaran lahan. Foto: RES
Upaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjatuhkan sanksi ganti rugi kepada PT Bumi Mekar Hijau (BMH) memang tidak berhasil dengan ditolaknya gugatan perdata di Pengadilan Negeri Palembang. Namun, KLHK masih memiliki peluang untuk menjatuhkan sanksi melalui jalur pidana dan administrasi.

Raynaldo Sembiring, Peneliti ICEL (Indonesian Center of Environmental Law) mengatakan, bila KLHK serius ingin menjatuhkan sanksi kepada PT BMH, KLHK bisa menggunakan kewenangannya menjatuhkan sanksi administrasi. Menurutnya, bila KLHK sudah memiliki keyakinan yang kuat bahwa PT BMH melakukan pelanggaran yang menimbulkan kerugian besar dan korban yang banyak, sebaiknya KLHK menaikan sanksi adminitrasi terhadap PT BMH.

“Kalau KLHK menggugat dengan ganti kerugian yang cukup fenomeanal, seharusnya juga dapat mencerminkan dari penegakan hukum administrasinya. Intinya kalau dia berani menggugat dengan Rp7,2 triliun, artinya dicabut saja izin BMH. Kalau dia memang merasa BMH sudah melakuan pelanggaran yang sangat serius dengan nominal yang besar,” jelas Raynaldo.

Menurut Raynaldo, sanksi administratif yang diberikan KLHK adalah kewenangan mereka. Untuk memberikan sanksi tersebut, tidak perlu pihak ketiga seperti pengadilan atau kejaksaan.

“Langsung saja berikan. Harusnya mereka menaikan sanksi adminitrasi saja. Kalau merasa ini serius berdampak penting dan menimbulkan banyak korban dan publik juga sudah resah kenapa dia tidak melakukan hal seperti itu,” tambahnya.

Kewenangan untuk memberikan sanksi administrasi, jelas Raynaldo, terdapat dalam Pasal 76 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal itu menyatakan, “Menteri, gubernur, bupati/walikota menerapkan sanksi adminitratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan dilakukan terhadap izin lingkungan. Sanksi administratifterdiri atas teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, atau pencabutan izin lingkungan.

Berdasarkan penelurusan hukumonline, sampai Kamis (7/1), sanksi administratif yang dijatuhkan KLHK terhadap PT BMH adalah sanksi pembekuan izin. Sedangkan untuk sanksi pidana, pada September 2015 Bareskrim telah melakukan penetapan tersangka. Namun pada Oktober 2015, Bareskrim menganulir penetapan tersangka tersebut.

Untuk diketahui, KLHK telah mengajukan gugatan perdata kepada PT BMH di Pengadilan Negeri Palembang. Namun, majelis hakim yang terdiri dari Parlas Nababan, Eliwarti, dan Kartijono telah menolak gugatan tersebut.

Dalam pertimbangannya, hakim mengganggap bahwa tidak ada hubungan kausalitas antara peristiwa kebakaran dengan maksud PT BMH untuk membuka lahan dengan biaya murah karena di lahan tersebut sudah ditanam pohon akasia.

“Karena di lokasi kebakaran tersebut sudah ditanam pohon akasia dan ada yang sudah siap untuk dipanen ikut terbakar, sehingga akan lebih rugi lahi apabila membuka lahan dengan cara membakar tersebut dilakukan, dengan demikian hubungan kausal anatra kesalahan dan kerugian, tidak terpenuhi yang merupakan salah satu syarat atau unsur Pasal 1365 KUHPerdata. Menimbang, bahwa oleh karena tergugat tidak melakukan perbuatan yang didalilkan oleh penggugat maka tidak perlu menilai lebih lanjut tentang ganti rugi dalam perkara,” jelas hakim dalam salinan putusan yang diperoleh hukumonline.

Selain memutus menolak gugatan untuk sleuruhnya, hakim juga menghukum KLHK untuk membayar biaya perkara sebesar kurang lebih Rp10 juta.
Tags:

Berita Terkait