Ini Perbandingan Aturan Soal Hak Pakai Hunian Bagi WNA
Utama

Ini Perbandingan Aturan Soal Hak Pakai Hunian Bagi WNA

Mulai dari jangka waktu yang lebih lama, adanya kemungkinan untuk mewariskan, dan kebolehan mendapat hak milik bagi pasangan.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi WNA. Foto: RES
Ilustrasi WNA. Foto: RES
Peraturan Pemerintah (PP) No.103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, bukanlah aturan pertama dalam rangka mengatur kepemilikan properti bagi warga negara asing (WNA). Sebab, PP tersebut merupakan revisi dari aturan sejenis, yakni PP No.41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Hanya saja, ada beberapa ketentuan yang berbeda antara PP No.103 Tahun 2015 dengan PP No.41 Tahun 1996.

Selain itu, pengaturan mengenai hak pakai atas tanah bagi WNA juga diatur dalam PP No.40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah. Namun, hingga kini PP No.40 Tahun 1996 belum dinyatakan dicabut, artinya masih tetap berlaku. Keberlakuan itu memunculkan perbedaan ketentuan terkait kepemilikan bagi WNA.

Berikut beberapa perbandingan ketentuan hak pakai hunian WNA menurut aturan di Indonesia yang dirangkum hukumonline:

1.    Jangka waktu
Menurut PP No. 103 Tahun 2015, pengaturan jangka waktu pemberian hak pakai bagi WNA disebutkan secara spesifik untuk menguasai rumah tunggal. Berdasarkan Pasal 6, WNA bisa mendapatkan hak pakai selama 30 tahun. Jika jangka waktu tersebut telah berakhir, dapat diperpanjang untuk 20 tahun selanjutnya. Kemudian, setelah rentang 50 tahun, WNA tersebut dimungkinkan memperbarui kembali hak pakainya untuk masa 30 tahun. Kalau ditotal, jangka waktu yang diberikan bisa mencapai 80 tahun.

Sebelumnya, dalam ketentuan yang dimuat PP No.41 Tahun 1996, hak pakai bagi WNA lebih pendek. Pasal 5 mengatur bahwa WNA hanya bisa memiliki hak pakai paling lama 25 tahun. Setelah habis masa 25 tahun itu, WNA boleh memperbarui hak pakainya kembali untuk 25 tahun selanjutnya. Jadi, total jangka waktu yang bisa didapatkan hanya sampai 50 tahun saja.

Sementara itu, PP No.40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah jangka waktu untuk hak pakai masih belum berubah. Rentang waktu yang mungkin didapatkan WNA menurut PP tersebut tak jauh berbeda dengan ketentuan dalam PP No.41 Tahun 1996 yang kini sudah tidak berlaku. Menurut Pasal 45 PP No.40 Tahun 1996, hak pakai hanya bisa didapatkan untuk jangka waktu 25 tahun. Setelah jangka waktu tersebut berakhir, dapat diperpanjang paling lama 25 tahun. Jika masa perpanjangan pun telah berakhir, WNA hanya bisa melakukan pembaruan hak pakai untuk masa 25 tahun.

Dengan demikian, terjadi pertentangan ketentuan mengenai jangka waktu hak pakai dalam PP No.103 Tahun 2015 dengan PP No.40 Tahun 1996.

2.    Jenis properti
Menurut Pasal 4 PP No.103 Tahun 2015, hak pakai dapat diberikan kepada WNA untuk rumah tunggal di atas hak pakai, atau di atas tanah hak pakai yang  memiliki alas hak milik. Selain itu, hak pakai properti juga bisa diberikan atas satuan rumah susun yang berdiri di atas hak pakai. Sebenarnya, ketentuan mengenai objek hak pakai berupa rumah runggal dan satuan rumah susun itu juga dimuat dalam PP No.41 Tahun 1996.

Akan tetapi, di dalam PP No.103 Tahun 2015, ada perbedaan jenis hak terhadap rumah tunggal dan satuan rumah susun. Untuk rumah tunggal diberikan hak pakai, sementara itu, menurut Pasal 5, untuk satuan rumah susun diberikan hak milik. Syaratnya, satuan rumah susun itu harus berdiri di atas tanah hak pakai. Selain itu, WNA juga baru bisa mendapatkan hak milik atas satuan rumah susun jika melakukan pembelian unit baru.

3.    Pewarisan
PP No.103 Tahun 2015 memuat ketentuan baru mengenai pewarisan properti. Pengaturan ini belum ditemukan di dalam aturan terdahulu, yakni PP No.41 Tahun 1996. Menurut Pasal 2 ayat (3), bila seorang WNA meninggal dunia maka propertinya bisa diwariskan. Namun, jika ahli warisnya juga merupakan WNA maka ahli waris tersebut harus memiliki izin tinggal di Indonesia.

Sementara itu, jika ahli warisnya tidak berkedudukan di Indonesia maka merujuk pada Pasal 10 ayat (1), properti si WNA harus dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Batas waktu pengalihan itu adalah satu tahun. Jika setelah tenggat waktu yang diberikan tak terjadi pengalihan, konsekuensi yang terjadi bisa dua. Pertama, rumah yang berdiri di tanah hak pakai atas tanah negara akan dilelang. Kedua, jika rumah berdiri di atas tanah hak milik, maka menjadi orang yang memegang hak atas tanah tersebut.

Selain soal pewarisan, di dalam PP No.103 Tahun 2015 juga diatur ketentuan kepemilikan properti bagi mereka yang melakukan kawin campur. Menurut Pasal 3 ayat (1), WNI yang melakukan perkawinan dengan WNA bisa memiliki hak yang sama dengan WNI lain. Artinya, pelaku kawin campur tersebut berhak atas hak milik. Namun, untuk mendapatkannya harus ada perjanjian pemisahan harta yang dibuat dengan akta notaris.
Tags:

Berita Terkait