Hukuman Mati Jadi Pidana Alternatif, Ini Kekhawatiran Aliansi
Berita

Hukuman Mati Jadi Pidana Alternatif, Ini Kekhawatiran Aliansi

Anggota Panja Komisi III membantah telah terjadi kesepakatan soal hukuman mati.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Anggota Panja RKUHP, Arsul Sani. Foto: RES
Anggota Panja RKUHP, Arsul Sani. Foto: RES
Aliansi Nasional Reformasi RKUHP menduga Panitia Kerja (Panja) RKUHP telah menyepakati hukuman mati secara alternatif di masa depan. Terkait hal itu, aliansi pun mengutarakan keprihatinannya. Bukan hanya itu, Anggota Aliansi Nasional Reformasi RKUHP, Supriyadi W Eddyono menilai, keputusan itu merupakan ‘jalan keluar’ antara sikap DPR dan pemerintah.

“Menempatkan pidana mati terlepas dari paket pidana pokok merupakan kompromi sebagai jalan keluar bagi pihak-pihak yang menolak dengan pihak yang menerima hukuman mati, ini merupakan negosiasi  antara kaum retentionist dan kaum abolisionist,” tulis Supriyadi dalam siaran persnya yang diterima hukumonline, Jumat (22/1).

Dugaan tersebut muncul, lanjut Supriyadi, dari pengamatan aliansi dalam pembahasan RKUHP antara Panja Komisi III dan pemerintah yang menyepakati ketentuan hukuman mati dalam KUHP mendatang dilakukan sebagai hukum khusus yang bersifat alternatif. Pembahasan tersebut dilakukan pada Senin 18 Januari 2016 lalu.

Dari pengamatan aliansi, kata Supriyadi, tak satu pun fraksi DPR yang menolak pasal-pasal hukuman mati. Hal ini dapat dilihat dari Daftar Inventarisasi Msalah (DIM) RKUHP, bahwa semua fraksi di DPR menerima rumusan yang ditawarkan oleh pemerintah. Atas dasar itu, pilihan hukuman mati dapat dialihkan menjadi seumur hidup dengan beberapa syarat, aliansi menilai bisa menjadi masalah besar.

“Misalnya dalam Pasal 91 dinyatakan bahwa pelaksanaan pidana mati dapat ditunda dengan masa percobaan selama 10 tahun, jika reaksi masyarakat terhadap terpidana tidak terlalu besar, terpidana menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki, kedudukan terpidana dalam penyertaan tindak pidana tidak terlalu penting dan ada alasan yang meringankan,” kata Supriyadi.

Menurutnya, persoalannya jangka waktu 10 tahun untuk mempertimbangkan pengalihan pidana mati menjadi pidana seumur hidup atau penjara 20 tahun merupakan jangka waktu  sangat lama. Hal ini mengabaikan penderitaan psikis bagi calon terpidana mati. Bukan hanya itu, hal ini juga dapat menimbulkan persoalan baru dalam bentuk death row phenomenon.

Death row phenomenonadalah kombinasi dari keadaan yang ditemukan pada saat terpidana menunggu eksekusi mati yang menghasilkan trauma mental yang berat dan kemunduran kondisi fisik dalam tahanan. Fenomena ini didapat dari kondisi menunggu hukuman mati yang lama dan kecemasan menunggu eksekusi itu sendiri ditambah dengan lingkungan yang terbatas, aturan sewenang-wenang, pelecehan, dan terisolasi dari orang lain.

Di samping itu dalam RKUHP, ternyata terdapat 26 pasal yang mencantumkan hukuman mati dalam deliknya. Jika dibandingkan dengan ancaman hukuman mati dalam KUHP sekarang hanya terdapat 16 tindak pidana yang diancam hukuman mati dan sekitar 15 ancaman hukuman mati dalam tindak pidana di luar KUHP.

“Pencantuman hukuman mati dalam KUHP di masa depan masih banyak meninggalkan masalah walaupun dapat dialihkan menjadi pidana penjara. Ketentuan mengenai hukuman mati ini cenderung melemahkan semangat dari tujuan pemidanaan yang diorientasikan kepada rehabilitasi atau pemidanaan narapidana sebagaimana dituntut dalam masyarakat modern,” kata Supriyadi.

Menurut aliansi, Panja sepakat bahwa Pasal 89 RKUHP yang menyatakan bahwa pidana mati secara alternatif dijatuhkan sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat. Sedangkan Pasal 90 yang disepakati antara lain, pidana mati dapat  dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak Presiden, pelaksanaan pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan di muka umum, pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati oleh regu tembak dan pelaksanaan pidana mati terhadap wanita hamil atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai wanita tersebut melahirkan atau orang yang sakit jiwa tersebut sembuh.

Terkait dugaan aliansi, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan bahwa Panja RKUHP hingga saat ini masih terus melakukan pembahasan. Menurutnya, Panja belum membuat kesepakatan terkait dengan hukuman mati ini. “Belum masih di-pending pembahasannya dan perumusannya,” ujar Arsul saat dihubungi hukumonline.

Arsul tak menampik bahwa dalam draf RKUHP ada rumusan pasal terkait dengan hukuman mati seperti yang dimaksud oleh rekan-rekan dari aliansi. Namun, ia menegaskan bahwa Panja Komisi III DPR belum memutuskan atau menetapkan terkait dengan hukuman mati ini. “Itu memang di drafnya begitu, pidana pokok yang bersifat alternatif,” pungkas politisi PPP itu.
Tags:

Berita Terkait