Ini UU yang Dilanggar BPK Terkait Laporan Hasil Audit Pelindo II
Berita

Ini UU yang Dilanggar BPK Terkait Laporan Hasil Audit Pelindo II

Sebelum dirilis ke publik, sepatutnya pejabat yang berwenang diberi kesempatan melakukan konfirmasi dalam rangka menjaga objektivitas hasil pemeriksaan.

Oleh:
RED/ANT
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyerahkan hasil pemeriksaan investigatif atas perhitungan kerugian negara di PT Pelindo II ke Bareskrim Polri, Senin (25/1). Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK, Yudi Ramdan Budiman, menjelaskan pemeriksaan itu dilaksanakan sejak 13 Oktober 2015 sampai 23 Januari 2016.

Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, BPK menyimpulkan adanya penyimpangan terhadap perundangan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam proses perencanaan, pelelangan, dan pelaksanaan kontrak yang mengakibatkan terjadinya kerugian negara.

“Karena hasil pemeriksaan tersebut sudah diserahkan kepada Bareskrim, maka tindak lanjut atas laporan tersebut sepenuhnya ada pada Bareskrim,” kata Yudi.

Pakar Hukum Keuangan Negara dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Dian Puji Simatupang, menilai laporan BPK perihal Pelindo II yang disampaikan ke Bareskrim Polri tanpa melakukan konfirmasi terlebih dahulu, merupakan pelanggaran Undang-Undang dan Peraturan BPK.

Menurut Dian, hasil pemeriksaan investigatif BPK atas perhitungan kerugian negara di PT Pelindo II yang diserahkan ke Bareskrim Polri justru memunculkan dua persoalan. Pertama, BPK mengeluarkan laporan tersebut tanpa memperhatikan audit yang sebelumnya. 

Kedua, BPK tidak meminta tanggapan terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat 4 UU No.15 Tahun 2004 jo. Peraturan BPK No.1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.

“Sebelum dirilis ke publik, sepatutnya pejabat yang berwenang diberi kesempatan melakukan konfirmasi dalam rangka menjaga objektivitas hasil pemeriksaan,” ujarnya dalam siaran pers.

Dian menambahkan, langkah memberi hak dan kesempatan kepada pihak yang terperiksa adalah untuk melakukan verifikasi dan konfirmasi yang dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan. “Jika BPK tidak melakukan uji konfirmasi dan peneraan, maka penerapan asas asersi laporan pada hasil pemeriksan dianggap tidak sesuai dengan standar.

Sebaliknya, lanjut Dian, ketika pemeriksa yang tidak menerapkan asas asersi dalam laporan hasil pemeriksaan, termasuk ke dalam penyalahgunaan wewenang dalam pemeriksaan yang diancam pidana berdasarkan Pasal 25 ayat 2 UU No.15 Tahun 2004 dapat dipidana.

“Aneh laporan tersebut dirilis BPK tanpa memberikan kesempatan terperiksa menjelaskan dan konfirmasinya. BPK berarti melanggar norma dan standar pemeriksaannya sendiri yaitu UU No.15 Tahun 2004 dan Peraturan BPK No.1 Tahun 2007.

Untuk diketahui, pemeriksaan BPK menindaklanjuti surat Bareskrim Polri tertanggal 3 September 2015 perihal Permintaan Audit Perhitungan Kerugian Negara Perkara Korupsi terkait pengadaan 10 unit mobile crane oleh PT Pelindo II. Sebelumnya, penyidik telah menetapkan seorang tersangka, yakni Direktur Teknik PT Pelindo II, Ferialdy Noerlan.
Tags:

Berita Terkait