RUU Advokat Tidak Masuk Prolegnas Prioritas 2016, Ini Komentar PERADI
Utama

RUU Advokat Tidak Masuk Prolegnas Prioritas 2016, Ini Komentar PERADI

Ada yang menyesali tidak masuknya RUU Advokat ke Prolegnas prioritas 2016, tapi ada juga yang tidak mempermasalahkan.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Tidak masuknya Revisi UU (RUU) Advokat dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas  2016 mendapat tanggapan yang berbeda dari kalangan advokat. Junedi Sirait, Wakil Ketua Umum DPN PERADI versi Luhut Pangaribuan menyesalkan tidak masuknya RUU Advokat dalam Prolegnas prioritas 2016. Menurutnya, Revisi UU Advokat akan menjawab semua teka teki dan persoalan yang dialami oleh organisasi advokat.

“Artinya begini, sebetulnya RUU itu bukan suatu hal yang diharamkan dalam arti untuk membangun organisasi advokat untuk lebih baik lagi. Saya secara pribadi menyesalkan ini kenapa tidak menjadi bagian Prolegnas prioritas 2016. Karena bagaimana pun,dengan keluarnya SEMA 73 membuat oraganisasi tidak menentu,” ujarnya kepada hukumonline pada Jumat (29/1).

Oleh karena tidak masuknya RUU Advokat tersebut, Junedi berharap kepada pemerintah agar bisa bersikap terhadap permasalahan yang kini dihadapi advokat. Menurutnya, pemerintah tidak boleh membiarkan walaupun permasalahan tersebut adalah permasalahan organisasi.

“Kita berharap karena tidak memungkinkan lagi untuk menjadi bagian dari Prolegnas mau tidak mau harus ada sikap pemerintah yang jelas terhadap persoalan organisasi profesi yang sedang terjadi. Pihak pemerintah harus melakukan sesuatu untuk menyelesaikan,” ujarnya.

Menurut Junedi, pemerintah harus bisa menjadi mediator dengan memanggil ketiga pimpinan PERADI. Kemenkumham harus ambil bagian untuk kenyamanan semua sisi. “Saya berharap Kemenkumham menjadi mediator sehingga ada kesimpulan baru, karena kalau tidak ada kesimpulan baru semua akan melakukan apa yang mau dilakukannya,” katanya.

Namun, sambung Junedi, RUU Advokat tidak hanya tentang persoalan organisasi tetapi juga hal-hal lainnya sepeti isu pengusiran advokat. “Contohnya kemarin ada penyataan sikap pengusiran advokat yang mendampingi saksi, kan dibutuhkan kearifan dalam Undang-undang, di mana mengatur hak advokat dan banyak hal yang penting dalam hak dan kewajiban advokat harus diatur lebih rigit lagi,” ucapnya.

Berbeda dengan Junedi, James Purba Wakil Ketua DPN PERADI versi Fauzie Hasibuan menyatakan bahwa tidak ada urgensi UU Advokat diubah. Menurutnya, kalau pun ada hal yang perlu diamandemen seharusnya adalah penguatan advokat sebagai penegak hukum guna menegakan hukum untuk membantu para pencari keadilan.

“Kalau kita PERADI memang melihat bahwa saat ini tidak ada urgensi UU Advokat diubah. Sebagaimana tahun 2014 justru PERADI mati-matian mempertahankan dengan demo ke DPR. Jadi saya belum melihat ada urgensi UU tersebut harus diubah. Kita tidak merasa ada perlu perubahan uu itu,” ujarnya.

Dia mengatakan, merevisi undang-undang bukanlah jalan untuk mengakomodir keinginan sekelompok orang yang menginginkan multibar. Menurutnya, dengan adanya wadah tunggal, organisasi advokat semakin kuat. Sedangkan kalau dibuat multibar maka organisasi advokat akan menjadi lemah.

“Memang kan semangat undang-undang ini adalah wadah tunggal bisa terwujud. Masing-masing orang mengajukan penyumpahan advokat, nantikan kualitas advokat tidak ada standarnya karena kelulusan bergantung untuk mendapatkan banyak-banyaknya anggota,” tambahnya.

Hasanuddin Nasution, Sekretaris Jenderal DPN PERADI kubu Juniver Girsang menyatakan bahwa tidak masalah apabila RUU Advokat tidak masuk kedalam Prolegnas 2016. Namun, yang dibutuhkan sebenarnya adalah revisi mengenai isu-isu tertentu saja seperti pengaturan mengenai advokat asing. Dia juga menganggap seharusnya DPR memperkuat posisi organisasi advokat sebagai organisasi profesi penegak hukum yang harus memiliki wadah tunggal.

“Kalau soal revisi saya setuju, tapi tidak menyangkut organisasi. Saya setuju UU Advokat direvisi mengenai advokat asing,” ujanya.

Dia berharap teman-teman di DPR memahami bahwa posisi advokat merupakan profesi penegak hukum dan oleh karena itu perlu diperkuat.

“Tunggal penting banget, kecuali kita sudah mengabaikan bahwa kita tidak perlu penegak hukum. Artinya kan penegak hukum yang dimaksud setara dengan penegak hukum yang lain. Bukankah kemudian kita kelembagaan untuk bisa lebih kuat. Intinya saya setuju kalau ada revisi tapi mengenai isu-isu tertentu bukan mengenai adanya organisasi,” ungkapnya.

Tags:

Berita Terkait