Pemerintah Uji Coba Layanan Satu Atap Buruh Migran
Berita

Pemerintah Uji Coba Layanan Satu Atap Buruh Migran

Calon TKI di sektor domestik akan kesulitan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Terminal khusus TKI di bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Foto: Sgp
Terminal khusus TKI di bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Foto: Sgp
Salah satu kewajiban pemerintah terhadap buruh migran Indonesia adalah perlindungan. Sebagai upaya mewujudkan itu pemerintah melakukan uji coba layanan satu atap bagi calon buruh migran Indonesia. Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, mengatakan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) sepakat untuk menyiapkan fasilitas layanan tersebut. Pelayanan dengan sistem berbasis online diharapkan bisa lebih menjamin perlindungan terhadap buruh migran Indonesia, terutama yang berasal dari NTT.

"Pemerintah ingin memperbanyak layanan satu atap bagi TKI untuk mempermudah perizinan dan meminimalkan praktik calo yang terjadi selama perekrutan dan pengiriman TKI," kata Hanif dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Kamis (28/1).

Selama ini NTT tercatat sebagai salah satu kantong buruh migran Indonesia terbesar. Layanan satu atap diharapkan dapat memperbaiki tata kelola penempatan buruh migran. Hanif menyebut lewat fasilitas itu calon buruh migran bisa memperloleh sumber informasi yang benar. Sumber informasi penting untuk mencegah agar calon buruh migran tidak terjebak human trafficking dan penempatan secara tidak prosedural.

Layanan satu atap itu meliputi antara lain imigrasi, bank daerah, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Peran aktif pemerintah daerah (Pemda) diperlukan untuk menyukseskan program layanan satu atap. Misalnya, dalam penyediaan data calon buruh migran secara online, lahan, gedung dan SDM. Pemerintah pusat berperan menyediakan dana dekonstruksi yang dianggarkan dari APBN untuk Kementerian Ketenagakerjaan.

Layanan satu atap diharapkan mampu memangkas proses birokrasi, sehingga pelayanan yang diberikan terhadap calon buruh migran bisa mudah, cepat dan murah. Selama ini calon buruh migran Indonesi  harus melewati proses birokrasi yang panjang dan biaya mahal.

Hanif menekankan layanan satu atap di kantong-kantong buruh migran perlu disiapkan. Itu sebagai bentuk pemerintah untuk “menghadirkan negara” dalam memberi perlindungan terhadap buruh migran. Proses birokrasi yang panjang bisa memicu calon buruh migran mengambil jalan pintas. Ujungnya, berangkat ke luar negeri dengan cara yang tidak prosedural. Kondisi itu membuat buruh migran Indonesia menjadi rentan.

Ketua Keluarga Buruh Migran Indonesia (Kabar Bumi), Iweng Karsiwen, mengatakan upaya yang dilakukan pemerintah membentuk layanan satu atap itu baik. Namun, kemudahan pelayanan itu tidak dapat dirasakan langsung oleh calon buruh migran yang ingin bekerja ke luar negeri di sektor domestik. Pasalnya, segala dokumen yang dibutuhkan itu diurus oleh PPTKIS/PJTKI. Sehingga yang merasakan pelayanan itu bukan calon buruh migran tapi PPTKIS/PJTKI.

Iweng menjelaskan, UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri (PPTKILN) mewajibkan agar calon buruh migran yang ingin bekerja di sektor domestik menggunakan jasa PPTKIS/PJTKI. Mengingat DPR dan Pemerintah sedang membahas revisi UU PPTKILN menjadi UU PPILN, Iweng berharap agar persoalan layanan itu dimasukan.

“Buruh migran harus diberi pilihan apakah mereka mau mengurus segala dokumen lewat PPTKIS/PJTKI atau mengurus sendiri (mandiri),” katanya kepada hukumonline lewat telepon, Senin (1/2).

Jika pilihan itu diberikan dan buruh migran bisa mengurus dokumen secara mandiri maka layanan satu atap perlu dibangun diberbagai kantong kantong buruh migran. Dengan begitu pemerintah telah memberi kemudahan pelayanan terhadap buruh migran.

Tags:

Berita Terkait