Lima Kasus Hukum yang Pernah Dialami Tenaga Ahli Anggota DPR
Berita

Lima Kasus Hukum yang Pernah Dialami Tenaga Ahli Anggota DPR

Kasus Dita Aditia Ismawati bukanlah kasus yang pertama.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Asisten pribadi Masinton Pasaribu, Dita Aditia Ismawati, saat mengadukan Masinton ke Komnas Perempuan. Foto: RES
Asisten pribadi Masinton Pasaribu, Dita Aditia Ismawati, saat mengadukan Masinton ke Komnas Perempuan. Foto: RES
Laporan asisten pribadi anggota Komisi III DPR, Masinton Pasaribu, Dita Aditia Ismawati, ke bareskrim Polri atas penganiayaan yang diduga dilakukan Masinton mengundang perhatian publik belakangan ini. Tak hanya ke Bareskrim, melalui LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK), Dita juga melaporkan Masinton ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).   

Namun, kasus yang dialami Dita bukanlah kasus yang pertama kali terjadi di lingkungan DPR. Sebelumnya, beberapa tenaga ahli pernah mengalami perlakuan yang tidak patut oleh anggota DPR. Berikut ini beberapa kasus hukum yang menimpa tenaga ahli anggota DPR yang berhasil dirangkum oleh hukumonline.

1. Dipecat karena hamil
Anggota Komisi VIII DPR dari fraksi PDIP, Itet Tridjajati Sumarijanto, memecat tenaga ahlinya saat ia menjabat sebagai pengganti antar waktu Komisi IX pada periode 2009-2014 lalu. Pada 3 Agustus 2011, Itet memecat Nurely Yudha Sinaningrum, tenaga ahlinya yang tengah mengandung delapan bulan. Menurut Nurely yang akrab disapa Naning, Itet memecatnya karena khawatir setelah melahirkan Naning akan sibuk mengurus bayi sehingga tidak akan mampu bekerja secara penuh.

UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjamin hak pekerja perempuan ketika dalam keadaan hamil. Pasal 153 ayat (1) huruf e melarang pemutusan hubungan kerja terhadap perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya. Sementara itu, menurut Keputusan Badan Urusan Rumah Tangga DPR No. 11/BURT/DPRRI/I/2011-2012 tentang Penetapan Pedoman Pengelolaan Tenaga Ahli dan Asisten Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik, memang diatur bahwa staf ahli setiap saat bersedia di-PHK bila anggota dewan menghendaki.

Sementara itu, Itet menilai bahwa UU Tenaga Kerja tidak bisa disamakan kedudukannya dengan kondisi di Gedung Dewan. Ia pun mengaku menyiapkan dana sebesar Rp10 juta sebagai bentuk kemanusiaanatas pemecatan Naning. Selain itu, menurut Itet alasan lain pemecatan yang dilakukannya adalah lantaran sejak awal sebenarnya Naning tidak memenuhi syarat umum untuk menjadi Staf Ahli Anggota DPRkarena hanya memimiliki IPK 2,5.

2. Menjadi makelar anggaran
Di awal tahun 2013, nama Haris Hartoyo yang merupakan staf ahli dari anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Demokrat, Supomo mencuat. Sebabnya adalah adanya laporan dari Muhammad Sukarya, mantan pejabat di Badan Penanggulangan Bencana Alam Kabupaten Cianjur, Jawa Barat kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Haris diduga menjadi makelar dana bencana alam di Cianjur.

Menurut Sukarya, Pemkab Cianjur terlanjur sudah memberikan dana Rp1,5 miliar kepada Haris. Uang diberikan karena dijanjikan akan membantu pengurusan dana bencana untuk Kabupaten itu. Ternyata janji itu tak terpenuhi. Bahkan, Pemkab diminta mengeluarkan uang Rp2 miliar lagi untuk dana verifikasi proposal dana bencana.

Sementara itu, Supomo membantah menerima uang tersebut. Ia menyebut, komisinya tak berwenang membahasa dana sosial. Kemudian, pengusutan BPK pun memunculkan nama Herdian Aryanto, staf ahli dari Radityo Gambiro, anggota Fraksi Demokrat di Komisi VIII DPR RI yang membidangi masalah sosial keagamaan. Dari hasil pemeriksaan BPK, Herdian disimpulkan terlibat dalam pengurusan pencairan tersebut.

3. Dibuat tak bisa masuk ruangan
Pada akhir Februari 2015, Denty Noviany Sari tenaga ahli Anggota Komisi II DPR dari fraksi Hanura, Frans Agung Mula Putra, tak bisa masuk ruang kerjanya. Sebab, Frans telah mengganti kunci ruang kerja Denty tanpa sepengetahuannya. Denty pun merasa, tindakan tersebut sebagai bentuk pemecatan.

Tidak terima dengan perlakuan Frans, Denty pun melaporkan tindakan atasannya itu kepada Majelis Kehormatan Dewan. Dalam laporannya, Denty tak hanya menyinggung soal pemecatan dirinya yang tanpa alasan jelas. Ia juga menyebut, Frans telah menggunakan gelar palsu.

Menurut Denty, dalam kartu nama dan pencantuman nama Frans selalu menggunakan gelar doktor. Padahal, Frans belum menyelesaikan sama sekali program doktoralnya. Pada tanggal 12 Oktober 2015, pada akhirnya MKD menyatakan Frans terbukti melakukan pelanggaran kode etik ringan. MKD memberikan hukuman berupa teguran tertulis kepada politisi asal Lampung tersebut.

4. Terima gratifikasi
Staf ahli anggota DPR fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti, Julia Prasetya Rini, menjadi tersangka kasus proyek jalan Maluku di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang juga menyeret Damayanti. Ia diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada hari Rabu (13/1).

Dalam OTT tersebut KPK mengamankan Julia, bersama Damayanti dan dua orang lainnya. Selain itu, terdapat barang bukti berupa SGD 99.000. Sebagaimana Damayanti, Julia disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UUNo.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.

Sementara itu, kuasa hukum Julia Hendra Heriansyah mengatakan bahwa saat terjadinya OTT kliennya hanya berperan menerima uang gratifikasi saja kemudian diberikan kepada Damayanti. Dia menjelaskan kliennya tersebut tidak tahu menahu soal proyek yang sekarang ini menjadi polemik. Menurut Hendra, Julia hanya bertugas sebagai perantara.

5. Dianiaya lebih dari sekali
Dita Aditia Ismawati, perempuan yang mengaku sebagai tenaga ahli anggota komisi III DPR dari fraksi PDIP, Masinton Pasaribu, melaporkan bosnya telah melakukan penganiayaan. Dita mengaku dipukul Masinton pada Kamis (21/1) lalu hingga mata dan pipi kanannya memar.

Laporan Dita dibantah oleh Tenaga Ahli lainnya dari Masinton, Abraham Leo Tanditasik. Menurut Leo, memar di wajah Dita akibat tak sengaja berbenturan dengan tangannya. Saat kejadian, Dita duduk di samping Abraham yang tengah mengendarai mobil. Tiba-tiba, Dita menarik setir mobil dan Abraham berusaha mengendalikan laju kendaraan, sehingga tangannya mengenai wajah Dita.

Namun, Dita mengaku penganiayaan Masinton terhadap dirinya lebih dari sekali.  Pada 17 November 2015 lalu, Masinton menganiaya Dita karena kesal tidak bisa menghubungi telepon genggam Dita. Saat Masinton mendatangi apartemen Dita, ia nyaris dicekik dan didorong ke dinding hanya karena tidak masuk kantor tanpa izin Masinton.

Tags:

Berita Terkait