Direktur-Direktur "Boneka" Ini Ungkap Permainan Proyek Nazar
Berita

Direktur-Direktur "Boneka" Ini Ungkap Permainan Proyek Nazar

Bekas office boy pun dijadikan Komisaris dan Direktur perusahaan Nazar.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
M Nazaruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/12). Foto: RES
M Nazaruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/12). Foto: RES
Sejumlah Direktur "boneka" di perusahaan milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin mengungkap permainan proyek di DPR dan Kementerian. Salah satunya, Clara Mauren, Direktur Utama (Dirut) PT Pacific Putra Metropolitan. Clara mengatakan dirinya diminta Nazar menjadi Dirut PT Pacific pada pertengahan 2009.

Clara sendiri sebenarnya adalah staf marketing di Permai Grup, holding perusahaan-perusahaan Nazar. Meski menjabat sebagai Dirut, Clara tidak memiliki kewajiban sebagaimana Dirut pada umumnya. Ia hanya diminta menandatangani kontrak proyek dan menagih fee kepada perusahaan-perusahaan lain pemenang lelang.

"Akhir 2010, PT Pacific menang pengadaan STPI (Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia) Curug, saya yang tanda tangan kontrak. Pada 2011, pernah diperintahkan tagih fee ke PT Nindya Karya menemani Bu Gerhana. Ada sisa fee yang belum dibayar," katanya saat bersaksi dalam sidang Nazar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/2).

Clara menjelaskan, sebetulnya ada lima perusahaan di bawah holding Permai Grup, salah satunya PT Pacific. Selain itu, ada pula beberapa perusahaan pinjaman yang biasa digunakan Permai Grup untuk mendapatkan proyek. Namun, semua pengelolaan keuangan yang didapat perusahaan-perusahaan dari proyek berada di Permai Grup.

Dari semua proyek yang masuk list Permai Grup, Clara diperintahkan mengurus proyek di rumah sakit pendidikan dan universitas. Clara mengaku mendapatkan proyek, antara lain proyek di Universitas Udayana, Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, dan Universitas Jenderal Soedirman.

Di luar lelang proyek yang diikuti langsung oleh Clara, setidaknya ada 25 proyek yang dikerjakan perusahaan lain yang berkongsi dengan Permai Grup. Dari perusahaan-perusahaan lain tersebut, Permai Grup mendapatkan fee 20 persen. Sementara, untuk proyek yang dikerjakan sendiri oleh perusahaan Nazar, Permai Grup mendapat keuntungan 40 persen.

"Kita harus nego sama vendor, kita dapat diskon dalam pengadaan alat-alat. Untuk proyek yang dikerjakan perusahaan lain, seperti pekerjaan konstruksi, kita dapat fee berapa persen. Proyek itu tidak dikerjakan sendiri oleh Permai karena tidak masuk kualifikasi. Kita dapat fee kerena pekerjaan itu dikasih dari Permai," ujarnya.

Penuntut umum KPK Kresno Anto Wibowo menanyakan, bagaimana bisa proyek-proyek itu menjadi milik Permai. Padahal, proyek itu adalah proyek di Kementerian dan satuan kerja di daerah? Clara menjawab, "Itu Bu Rosa yang punya pekerjaan. Nanti Bu Rosa yang kasih, ke mana, ke mana. Setelah dibagi, perusahaan itu kasih fee".

Di samping fee dari PT Nindya, Permai Grup pernah mendapatkan fee dari PT Pembangunan Perumahan (PP). Clara mengetahui fee itu setelah mendapat tagihan pajak. Ternyata, tagihan pajak itu muncul karena untuk menutupi fee dari PT PP, PT Pacific dibuat seolah-olah menjadi subkontraktor PT PP dalam proyek di Universitas Airlangga.

Clara menerangkan, semua keuntungan dan fee proyek dimasukan ke keuangan Permai Grup. Ia pernah mengajukan pengeluaran kas untuk pemberian fee ke pejabat pengadaan sebesar tiga persen. Untuk menutupi pemberian itu, Clara membuat dua versi pengajuan kas berwarna putih dan biru. "Yang sebenarnya biru, yang tidak sebenanya putih," ucapnya.

Selain dipergunakan untuk membayar fee pejabat, menurut Clara, ada pula uang pengumpulan fee tiga persen yang digunakan untuk membeli rumah bagi para karyawan Permai Grup. Clara mengaku menjadi salah satu karyawan yang mendapatkan rumah di Pejaten. Akan tetapi, ia sudah mengembalikan rumah itu atas perintah Nazar.

Mengenai Direktur "boneka" ini dibenarkan pula oleh Yulius Usman. Yulius mengatakan dirinya diangkat sebagai Dirut PT Pacific menggantikan Clara. Padahal, Yulius sebenarnya hanya staf teknis di Permai Grup. Pekerjaan Yulius hanya sebatas membuat spesifikasi teknis (spektek) yang dibutuhkan rumah sakit beserta jabarannya.

Hal senada juga diungkapkan oleh staf administrasi Permai Grup, Marisi Matondang. Mantan office boy Nazar ini ditunjuk sebagai Komisaris sekaligus Direktur PT Mahkota Negara, perusahaan Permai Grup. Marisi sudah ikut Nazar sejak 2002, ketika Nazar masih di Pekanbaru. Waktu itu, Nazar baru memiliki empat perusahaan.

Seiring waktu, perusahaan Nazar pun bertambah. Perusahaan Nazar juga mulai sering mendapatkan proyek sejak 2007. Hingga akhirnya, Nazar terpilih menjadi anggota DPR. Meski menjabat Komisaris dan Direktur Marisi bertugas untuk menyiapkan dokumen-dokumen dan kelengkapan administrasi untuk mengikuti lelang proyek.

"Total proyek yang didapat PT Mahkota dari tahun 2006 sampai 2009, yang ditandatangan kontrak Rp1,3 triliun dari 12 proyek. Itu diantaranya, proyek di Universitas Udayana Rp17 miliar, PTSDM Rp400 miliar, Curug Rp40 miliar, peralatan kesehatan yang paling banyak. Selain di PT Mahkota, saya juga di PT Berkah Alam Berlimpah," terangnya.

Marisi mengungkapkan, agar tidak terkesan perusahaan Permai Grup yang selalu mendapat proyek, dipinjamlah beberapa bendera perusahaan. Dokumen perusahaan-perusahaan pinjaman tersebut sudah tersedia di Permai Grup. Jadi, apabila ada proyek, Marisi hanya tinggal menyiapkan dokumen untuk diikutkan dalam lelang.

Rapat lewat skype
Pasca kasus Nazar mencuat, operasional perusahaan-perusahaan Permai Grup terhenti. Namun, Nazar masih memegang kendali perusahaan-perusahaan Permai Grup. Bahkan, saat pelarian ke Singapura dan Kolombia, Nazar masih sempat memimpin rapat secara online melalui aplikasi Skype. Hal itu diamini oleh Clara dan Yulius.

Clara mengatakan, saat pelarian, Nazar pernah mengadakan rapat melalui Skype. Saat ditahan di Mako Brimob dan Rutan Cipinang pun, Nazar masih memimpin rapat dan meminta laporan sisa-sisa pekerjaan yang dilakukan perusahaan-perusahannya. "Ada juga perintah cari pekerjaan lain. Rapat dilakukan di ruang Karutan," tuturnya.

Sejak Nazar dipindah ke LP Sukamiskin, Clara tidak pernah lagi mengikuti rapat. Sebab, pada 2012, Clara sudah tidak lagi menjadi karyawan Nazar. Pernyataan serupa juga disampaikan Yulius. Ia mengaku pernah mengikuti rapat yang dipimpin Nazar melalui Skype. "Pernah, selama dalam pelarian Pak Nazar," tandasnya.

Sebagaiman diketahui, Nazar didakwa menerima hadiah atau janji sejumlah Rp23,119 miliar dari PT Duta Graha Indah (DGI) melalui Mohamad El Idris, serta menerima hadiah Rp17,25 miliar dari PT Nindya Karya yang diserahkan oleh Heru Sulaksono. Selain itu, Nazar didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Nazar yang diangkat menjadi anggota Banggar DPR periode 2009-2014 merupakan pemilik dan pengendali kelompok usaha Anugrah Grup (kemudian menjadi Permai Grup). Permai Grup memiliki beberapa perusahaan, antara lain PT Anugrah Nusantara, PT Anak Negeri, PT Panahatan, dan PT Pacific Putra Metropolitan.

Perusahaan tersebut digunakan untuk menampung proyek-proyek yang bersumber dari APBN. Demi memuluskan aksinya, Nazar memerintahkan anak buahnya, Mindo Rosalina Manulang untuk mengurus anggaran proyek di DPR. Rosa diperkenalkan kepada Angelina Sondakh agar proyek-proyek itu dapat disetujui dalam rapat Banggar. 
Tags:

Berita Terkait