Penting! Begini Penyelesaian Masalah Hukum Proyek Strategis
Berita

Penting! Begini Penyelesaian Masalah Hukum Proyek Strategis

Kebijakan yang menitikberatkan pada penyelesaian secara administratif dikritik.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Penting! Begini Penyelesaian Masalah Hukum Proyek Strategis
Hukumonline
Janji Pemerintah untuk lebih ‘melindungi’ para pengambil keputusan  ditepati. Salah satunya melalui Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Berlaku sejak 12 Januari lalu, beleid yang diteken Presiden Joko Widodo itu mengatur antara lain mekanisme penyelesaian masalah hukum proyek-proyek strategis nasional.

Proyek strategis nasional adalah proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pembangunan daerah.

Selama ini pengambil keputusan dan kuasa pengguna anggaran yang melakukan perbuatan melawan hukum atau melampaui wewenang acapkali langsung diproses secara pidana, baik di kepolisian dan kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi. Perpres No. 3 Tahun 2016 terbit melalui pendekatan lain. Pidana menjadi upaya terakhir. Penyelesaian atas masalah hukum proyek strategis nasional lebih mengedepankan solusi administratif. Kalaupun ada kerugian negara akibat kesalahan administrasi, maka yang ditempuh pertama-tama adalah penyempurnaan administrasi dan pengembalian kerugian negara.

Fokus pada penyelesaian administrasi itu bisa dibaca dalam Pasal 31 Perpres No. 3 Tahun 2016. Sembilan ayat dalam pasal ini menguraikan mekanisme yang harus ditempuh. Jika ada laporan masyarakat mengenai dugaan penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang dalam proyek strategis nasional, maka instansi yang menerima laporan mendahulukan proses administrasi.

Jika yang menerima pengaduan adalah Kejaksaan atau Kepolisian, maka kedua lembaga penegak hukum ini meneruskan kepada pimpinan instansi yang dituju. Pimpinan lembaga atau instansi yang dilaporkan memeriksa laporan.

Tiga kemungkinan

Jika dalam pemeriksaan awal ditemukan indikasi penyelahgunaan wewenang, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) melakukan pemeriksaan lanjutan (audit) dalam waktu 30 hari kerja.  Hasil auditnya bisa berupa kesalahan administrasi yang tidak menimbulkan kerugian negara, atau kesalahan administrasi yang menimbulkan kerugian negara, atau tindak pidana yang tidak bersifat administrasi.

Dalam hal kesalahan administrasi tapi tidak ada kerugian negara, maka solusinya adalah ‘penyempurnaan administrasi’ paling lambat 10 hari kerja sejak hasil audit APIP disampaikan. Jika ada kerugian negara, maka selain penyempurnaan administrasi, dilakukan pula pengembalian kerugian negara. Namun tidak disebutkan secara spesifik siapa yang bertanggung jawab membayar kerugian negara tersebut. Setelah mekanisme ini ditempuh, pimpinan lembaga menyampaikan hasilnya kepada Kejaksaan Agung atau Kepolisian paling lambat lima hari kerja.

Dalam hal ada tindak pidana yang bukan bersifat administratif, pimpinan lembaga yang menerima laporan menyampaikan kepada Kejaksaan atau Kepolisian untuk ditindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai janggal mekanisme penyelesaian masalah hukum dalam Perpres No. 3 Tahun 2016. Mekanisme yang terlalu mengedepankan prosedur administrasi itu justru membuat 225 proyek insfrastruktur yang dicanangkan Presden rawan diselewengkan.

Sekjen FITRA Yenny Sucipto mengatakan, kebijakan Presiden Jokowi tersebut bertolak belakang dengan agenda antikorupsi. Nama KPK sama sekali tak disebut jika ada penyimpangan pidana yang menyebabkan kerugian negara. Penyelesaian yang semata mengedepankan administratif bukan tanpa resiko. “Karena melindungi proses yang tidak transparan dan akuntabel dan membunuh partisipasi masyarakat,” kata Yenny dalam konferensi pers di Kantor Seknas FITRA, Senin (15/2).

Mekanisme penyelesaian masalah hukum menjadi salah satu pijakan Fitra untuk menyiapkan langkah hukum. Fitra berencana membawa Perpres No. 3 Tahun 2016 ke Mahkamah Agung. “Perpres No. 3 Tahun 2016 harus dicabut karena justru melindungi korupsi dalam rencana pembangunan infrastruktur,” tegas Yenny.
Tags:

Berita Terkait