Eks Wakil Ketua DPRD Sumut Didakwa Terima "Uang Ketok" Rp1,4 M
Berita

Eks Wakil Ketua DPRD Sumut Didakwa Terima "Uang Ketok" Rp1,4 M

Terdakwan tidak mengajukan eksepsi.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Gedung PN Jakpus. Foto: RES
Gedung PN Jakpus. Foto: RES
Mantan Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara (Sumut) Kamaluddin Harahap didakwa menerima suap Rp1,41 miliar dari Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho. Pemberian uang ini dimaksudkan agar Kamaluddin memberikan persetujuan terhadap pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Provinsi Sumut tahun anggaran (TA) 2012.

"Serta, persetujuan terhadap Perubahan APBD Provinsi Sumut TA 2013, persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2014, dan persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2015," kata penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Hendra Eka Saputra saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/2).

Hendra menjelaskan, Kamaluddin merupakan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014. Selaku anggota DPRD sekaligus Wakil Ketua DPRD Sumut, Kamaluddin beberapa kali menerima uang dari Gatot. Uang tersebut diserahkan Gatot secara bertahap melalui Muhammad Alinafiah, Randiman Tarigan, atau Ahmad Fuad Lubis.

Pertama, pemberian uang untuk persetujuan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Provinsi Sumut TA 2012. Pada 1 Juli 2013, Gatot menyampaikan nota pengantar Gubernur tentang Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Sumut TA 2012 dalam rapat paripurna DPRD Sumut.

Setelah rapat paripurna, Gatot bersama Muhammad Afan, Chaidir Ritonga, dan Sigit Pramono Asri, Sekretaris DPRD Sumut Randiman Tarigan, Sekretaris Daerah Provinsi Sumut Nurdin Lubis, dan Kepala Biro Keuangan Sekretaris Daerah Provinsi Sumut Baharuddin Siagian melakukan pertemuan di ruangan Sekretaris DPRD Sumut.

Dalam pertemuan itu, lanjut Hendra, Nurdin menyampaikan agar pimpinan DPRD Sumut menyetujui Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Sumut TA 2012. Namun, agar permintaan disetujui oleh DPRD Sumut, Kamaluddin meminta kompensasi yang disebut sebagai "uang ketok" sebesar Rp1,55 miliar.

"Gatot memerintahkan Nurdin, Baharuddin, dan Randiman agar memenuhi permintaan uang pimpinan DPRD Sumut supaya Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Sumut TA 2012 dapat disetujui. Baharuddin mengumpulkan uang SKPD-SKPD di lingkungan Pemprov Sumut," ujarnya.

Kemudian, Kamaluddin memberikan catatan pembagian uang kepada Randiman, yaitu anggota DPRD masing-masing mendapat bagian Rp12,5 juta, Sekretaris Fraksi masing-masing Rp17,5 juta, Ketua Fraksi masing-masing Rp20 juta, Wakil Ketua DPRD masing-masing Rp40 juta, dan Ketua DPRD Rp77,5 juta.

Menjelang persetujuan Ranperda, uang dari SKPD-SKPD ternyata belum terkumpul. Oleh karena itu, Randiman mencari pinjaman uang kepada Anwar Al Haq sebesar Rp1,5 miliar. Lalu, Randiman menambahkan Rp50 juta, yang mana uang tersebut diganti oleh Baharuddin yang berasal dari SKPD di lingkungan Pemprov Sumut.

Selanjutnya, menurut Hendra, Randiman menyerahkan uang Rp1,55 miliar berikut catatan pembagiannya kepada Alinafiah. Uang Rp40 juta diberikan kepada Kamaluddin, sedangkan sisanya dibagikan kepada seluruh anggota DPRD Sumut masa jabatan 2009-2014. Setelah uang diterima, Ranperda Gatot disetujui dalam Paripurna DPRD Sumut.

Ranperda disahkan menjadi Perda No.7 Tahun 2013 tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Sumut TA 2012. Modus semacam ini pun berulang. Kedua, untuk persetujuan Perubahan APBD Provinsi Sumut TA 2013. Ketiga, untuk persetujuan APBD Provinsi Sumut TA 2014, dan keempat, untuk persetujuan APBD Provinsi Sumut TA 2015.

Dimana, Kamaluddin menerima "uang ketok" masing-masing Rp75 juta, Rp1,095 miliar, dan Rp200 juta, sehingga seluruhnya berjumlah Rp1,41 miliar. Dengan demikian, KPK mendakwa Kamaluddin melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

Menanggapi dakwaan penuntut umum, Kamaluddin dan tim pengacaranya tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Oleh karena itu, Ketua majelis hakim mengagendakan sidang berikutnya untuk pemeriksaan saksi-saksi dari penuntut umum. Sidang selanjutnya akan digelar pekan depan pada Rabu, 24 Februari 2016.
Tags:

Berita Terkait