Luhut: Singlebar untuk Standar Profesi Advokat, Multibar untuk Wadah Organisasi
Berita

Luhut: Singlebar untuk Standar Profesi Advokat, Multibar untuk Wadah Organisasi

Konsep ini dinilai tidak konsisten.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Luhut MP Pangaribuan. Foto: RES
Luhut MP Pangaribuan. Foto: RES
Ketua DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Luhut MP Pangaribuan mengusulkan agar ada yang diubah dari cara pandang konsep singelbar atau multibar dalam konteks organisasi advokat. Selama ini, konsep singlebar atau multibar selalu diidentikkan dengan wadah organisasi.

“Sebab kalau diskusi soal singlebar dan multibar, selalu pikirannya kepada wadah. Jadi kita bergabung dalam satu organisasi dan kemudian ini yang mengatur seluruhnya. Ini akan menjadi organisasi totaliter. Ini yang selama ini terjadi. Padahal sebenarnya bukan itu yang kita butuhkan. Bukan wadahnya kita bersatu dalam organisasi,” kata Luhut dalam diskusi yang digelar oleh Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) pekan lalu.

Luhut berpandangan, ada aspek penting yang sebetulnya wajib menjadi perhatian organisasi advokat ketimbang mempersoalkan konsep singlebar atau multibar dalam konteks wadah organisasi. Aspek tersebut wajib diutamakan yakni terkait peningkatan kualitas profesi advokat. Lagipula, tak ada korelasi ketika singlebar yang dipilih membuat kualitas advokat semakin baik, begitu pula sebaliknya.

“Jadi bukan karena kita bersatu kemudian dengan sendirinya kualitas profesi advokat akan meningkat. Saya kira bukan. Dan intepretasi saya mengenai singlebar dan multibar itu adalah jadi singlebar dan multibar itu tidak diarahkan kepada wadahnya tapi dialamatkan kepada standar profesinya. Dengan begitu maka kualitas profesi advokat akan bisa lebih baik lagi,” tambahnya.

Lebih lanjut, Luhut mencoba menawarkan konsep yang menurutnya tepat ketika melihat kondisi organisasi advokat terutama pasca Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali menerbitkan Surat Ketua MA No.73/KMA/HK.01/IX/2015 mengenai penyumpahan advokat. Dijelaskan Luhut, konsep yang diperlukan saat ini adalah pengaturan standar profesi advokat yang tunggal.      

Sebagai gambaran, konsep yang ia susun bersama dengan Ketua DPN PERADI Juniver Girsang itu paling tidak akan meliputi tiga aspek, antara lain soal perekrutan calon advokat lewat Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), Ujian Profesi Advokat (UPA), serta pengawasan dan kode etik advokat. Luhut cukup yakin jika ketiga aspek ini punya pengaturan secara tunggal, maka akan mudah meningkatkan kualitas advokat.

“Kalau yang tiga (aspek) ini bisa kita standarkan dan bisa kita tunggalkan. Seberapa banyak pun organisasi advokat tidak akan masalah. Justru itu menurut saya baik,” katanya.

Sebab, lanjutnya, selama ini ketiga aspek itu acapkali tidak diselenggarakan dengan baik. Sepengetahuannya juga, terkait PKPA pun hingga saat ini silabus yang menjadi mata ajar bagi calon advokat yang disusun 15 tahun silam masih digunakan. Padahal, konsep silabus yang dirancang itu hanya menonjolkan materi hukum acara untuk kepentingan litigasi.

Selain itu, Luhut juga mengkritik tingkat kelulusan UPA yang cukup fantastis. Padahal, ketika pelaksaan UPA beberapa tahun silam tingkat kelulusannya tidak lebih dari 20 persen. Ia menduga hal itu lebih dikarenakan nilai batas lulus (passing grade) yang dibuat tidak menyesuaikan dengan konteks bahwa advokat adalah sebuah profesi.

“Kalau itu bisa disepakati, maka kita tidak akan mungkin terulang lagi pada sejarah yang sama, mulai dari PERADIN, IKADIN, dan PERADI. Dan sekarang muncul lagi organisasi-organiasi yang lain. Mari kita sepakati standar profesi yang tunggal,” katanya.

Sebagai masukan, Luhut menyarankan sisa waktu sebelum RUU Advokat dibahas kembali oleh DPR adalah dengan berdiskusi untuk mencari bentuk dan format ideal yang seperti apa untuk organisasi advokat ini. Saat ini, DPN PERADI Luhut dan DPN PERADI Juniver sepakat dengan model tunggal untuk standar profesi advokat. Bahkan, masing-masing DPN telah punya perwakilan yang intens membahas mengenai pengaturan standar profesi advokat ke depannya.

“Kami telah mulai satu langkah, akan ada satu standar profesi yang tunggal untuk seluruh advokat. kita sendiri sudah membuka diri, sudah menawarkan. Kita tidak soal siapa ketua dan wakil ketua, tapi standar profesi. Setelah itu ada organisasi profesi advokat macam-macam itu tidak akan masalah. Pertanyaannya organisasi yang lain mau ngga?” tutup Luhut.

Dimintai tanggapannya, Wakil Ketua Umum DPN PERADI Kepengurusan Fauzie Yusuf Hasibuan, Jamslin James Purba menilai ada hal yang tidak konsisten dengan konsep yang diusung oleh DPN PERADI Luhut dan Juniver. Menurutnya, ketika wadah organisasi dibuat banyak (multibar) namun dari sisi kewenangan dalam hal rekrutmen, penindakan anggota, hingga penghukuman tidak dalam wadah organisasi masing-masing (singlebar), hal itu akan berdampak tidak baik pada organisasi advokat itu sendiri. 

“Kalau dibuat banyak wadah tetapi kewenangan untuk melaksanakan rekrutmen, penindakan, hukuman tidak dalam satu wadah kan lucu. Kalau bicara konsep multibar berarti setiap bar punya kewenangan yang sama termasuk untuk rekrutmen, mengangkat, menindak, dan menghukum. Kalau wadahnya banyak tapi kewenangannya dalam satu organ, berarti organ mana yang menindak?,” kata James saat dihubungi hukumonline, Senin (22/2).

Sebab, kata James, aturan masing-masing organisasi yang tertuang dalam anggaran dasar hanya mengikat bagi anggota organisasi yang bersangkutan. Kalaupun dibuat badan bersama-sama, ia menilai keadaan itu justru membuat peran organisasi profesi itu sendiri menjadi tidak ada sama sekali. Lagipula, kata James, saat ini masih berlaku ketentuan dalam UU Nomor 18 Tahun 2003 yang mengamanatkan konsep singlebar dimana organisasi advokat punya kewenangannya sendiri untuk mengangkat dan memberhentikan sendiri anggotanya yang melanggar kode etik.

“Kewenangan organisasi advokat itu mestinya melekat antara lain sertifikasi, penghukuman, dan pemberhentian. Kalau ada badan yang diberikan kewenangan itu tapi masih ada yang disebut organisasi advokat, lalu organisasi gunanya untuk apa? Ya bubarin aja kan kalau gitu. Itu mubazir,” tukas James.

Sebelumnya, sekira akhir tahun 2015 lalu, DPN PERADI Luhut dan DPN PERADI Juniver telah bersepakat membentuk tiga badan bersama, antara lain Badan Sertifikasi Advokat Indonesia, Dewan Kehormatan Advokat Indonesia, dan Komisi Pengawas Bersama Advokat Indonesia. Kolaborasi itu dilakukan berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas profesi advokat di Indonesia.

Sementara itu, Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) Tjoetjoe Sandjaja Hernanto juga pernah mengajak organiasi advokat pendukung multibar di Indonesia untuk saling bersinergi. Ajakan KAI itu pun merupakan salah satu kesepakatan dalam Kongres Nasional Luar Biasa (KNLB) dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) KAI yang digelar di Palembang, awal akhir Januari 2016 yang lalu.
Tags:

Berita Terkait