Ini Catatan Serikat Pekerja Terhadap Tapera
Berita

Ini Catatan Serikat Pekerja Terhadap Tapera

Tapera bisa dijadikan salah satu program yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Said Iqbal. Foto: fspmi.or.id
Said Iqbal. Foto: fspmi.or.id

Sebelum disetujui untuk disahkan, RUU Tapera mendapat penolakan dari kalangan pengusaha. Sebaliknya, para pekerja cenderung menyetujui, seperti halnya Kementerian Ketenagakerjaan. Pada pekan lalu, RUU itu disetujui untuk disahkan.

Setelah persetujuan itu, ternyata dukugan kalangan buruh bukan tanpa syarat. Setidaknya, begitulah argumen yang kini dibangun Said Iqbal. Presiden KSPI mengatakan kalangan pekerja masih punya catatan penting sebelum UU Tapera benar-benar dijalankan. Misalnya, iuran yang membebani pekerja dan pemberi kerja.

Said mengatakan pekerja diberi hak untuk mengambil dana yang sudah disetor jika kepesertaan minimal 10 tahun agar dana bisa dipakai membeli rumah. Yang lain, Tapera harus sinkron dengan program perumahan yang bisa diambil sebesar 30 persen dari dana Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan. Dengan begitu, buruh yang sudah memiliki masa kepesertaan di Tapera dan JHT BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 tahun bisa menggunakan uang yang selama ini mereka iur untuk mulai membayar  downpayment (DP) dan cicilan rumah. Harapannya, ketika pensiun cicilan rumah itu bisa tuntas dan buruh bisa memiliki rumah.

Namun, jika program Tapera nanti tidak bisa dimanfaatkan buruh untuk membantu biaya membeli rumah, Iqbal menegaskan buruh menolak Tapera. “Kami mendukung Tapera tapi dengan syarat,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (01/3).

Untuk badan yang mengelola Tapera, Iqbal berpendapat ada dua jenis alternatif yang bisa dilakukan. Tapera menjadi salah satu program yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan, atau – jika tak memungkinkan-- Tapera dikelola oleh badan khusus yang statusnya badan hukum publik seperti BPJS. Selain itu para pemangku kepentingan seperti serikat pekerja harus ikut mengawasi Tapera setidaknya seperti Dewan Pengawas BPJS.

Namun, Iqbal mengingatkan, Tapera tidak bisa mengikuti skema asuransi sosial seperti program jaminan kesehatan yang digelar BPJS Kesehatan, dimana semua orang wajib mengiur tapi manfaatnya hanya bisa digunakan oleh peserta tertentu yakni yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

Menurutnya program Tapera itu tabungan wajib seperti JHT dan Jaminan Pensiun (JP) yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan. Dengan skema tabungan wajib, setiap peserta besaran manfaatnya berbeda-beda tergantung jumlah iuran yang dibayar.

Jika pemerintah mau membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar mampu memiliki rumah lewat Tapera, Iqbal mengusulkan pemerintah untuk menggulirkan program subsidi perumahan. Bentuknya bisa seperti penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan yakni pemerintah secara rutin membayar iuran MBR yang ditetapkan menjadi peserta Tapera.

Pemerintah tidak bisa menggunakan dana yang dikelola Tapera dari hasil pungutan iuran peserta untuk memberi subsidi kepada MBR dalam rangka kepemilikan rumah. Itu sebabnya Iqbal menyebut Tapera sebagai tabungan wajib (sosial), bukan asuransi sosial.

Untuk pengembangan dana Tapera, Iqbal mengatakan investasinya harus di instrumen yang berkaitan dengan perumahan seperti tanah. Kemudian, pihak pengembang yang diberi kewenangan membangun rumah program Tapera jangan diserahkan kepada swasta tapi perusahaan pemerintah seperti Perumnas. Jika catatan serikat pekerja terkait Tapera itu tidak diperhatikan pemerintah, Iqbal menegaskan serikat pekerja tidak ragu mengajukan judicial review atau menjadi pihak terkait jika ada pihak lain yang terlebih dulu mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Konstitusi.

Sebelumnya,  Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Maurin Sitorus, mengatakan bakal dibentuk dua lembaga yakni Komite Tapera dan Badan Pengelola Tapera. Komite Tapera terdiri dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, OJK dan profesional. Badan Pengelola Tapera terdiri dari 4 komisioner dan 1 deputi komisioner yang diseleksi dari kalangan profesional.

Maurin menjelaskan unsur profesional yang ada di setiap badan itu dapat diisi oleh pemangku kepentingan baik dari kalangan pengusaha dan pekerja. “Badan Pengelola Tapera akan diawasi oleh Komite Tapera, OJK dan BPK,” urainya.

Mengacu UU Tapera Maurin menyebut Badan Pengelola Tapera tidak berstatus BUMN tapi lembaga yang dibentuk berdasarkan UU Tapera. Badan Pengelola itu hanya bisa dibubarkan lewat UU dan tidak dapat dipailitkan lewat mekanisme UU Kepailitan.

Selain itu Maurin mempersilakan pihak-pihak yang mau menggugat UU Tapera ke Mahkamah Konstitusi. Menurutnya itu hak setiap orang. “Pemerintah dan DPR akan siap hadir di MK untuk menjelaskan UU Tapera,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait