Penerapan Asas Iktikad Baik Dalam PERMA Mediasi Terbaru
Kolom

Penerapan Asas Iktikad Baik Dalam PERMA Mediasi Terbaru

Sampai dengan saat ini belum ada satupun peraturan yang dapat memberikan definisi dan batasan dari suatu "Iktikad Baik".

Bacaan 2 Menit
Foto: Koleksi Pribadi Penulis
Foto: Koleksi Pribadi Penulis
  Terjemahan bebas dari Penulis:   “

Beleid Mediasi Terbaru
Diundangkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (“Perma Mediasi Terbaru”) pada awal Februari 2016 lalu patut diapresiasi sebagai implementasi dari asas peradilan cepat sederhana dan berbiaya ringan. Perma Mediasi Terbaru ini telah menggantikan peraturan mediasi sebelumnya, yaitu Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 (“Perma Mediasi Sebelumnya”), yang acapkali dianggap beberapa kalangan praktisi sebagai aturan formalitas belaka, yang mau tidak mau harus dilalui para pihak yang bersengketa (secara perdata) sebelum memasuki pemeriksaan pokok perkara.

Dalam Pasal 2 ayat (3) Perma Mediasi Sebelumnya, telah diatur bahwa dalam hal proses mediasi tidak ditempuh oleh para pihak dalam suatu perkara perdata, maka hal tersebut adalah suatu pelanggaran atas ketentuan Pasal 130 Het Herziene Indonesich Reglement (HIR”) yang mengakibatkan suatu putusan dalam perkara perdata menjadi batal demi hukum (null and void). Sebaliknya, dalam Perma Mediasi Terbaru, ketentuan yang sifatnya imperative (memaksa) ini tidak disinggung lagi, justru Perma Mediasi Terbaru ini lebih menitikberatkan pada penerapan asas iktikad baik (te goeder trouw) dalam proses mediasi, yang mempunyai akibat hukum tidak diterimanya suatu gugatan (niet ontvankelijke verklaard).

Upaya Mendefinisikan Iktikad Baik
Iktikad baik (te goeder trouw) atau oposisi dari “iktikad buruk” (te kwader trouw) seringkali dikemukakan dalam argumentasi dari pihak-pihak yang berperkara secara perdata. Akan tetapi, sampai dengan saat ini belum ada satupun peraturan yang dapat memberikan definisi dan batasan dari suatu Iktikad Baik. Harapannya, pengertian dan batasan-batasan dari suatu iktikad baik tersebut dapat memberikan kepastian hukum (rechtzakerheid) bagi para pihak yang bersengketa. Bahkan dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase & APS”) sebagai payung hukum utama dari prosedural mediasi juga tidak mendefinisikan tentang iktikad baik.

Dari beberapa literatur yang ada, nampaknya pembuat undang-undang merasakan sulitnya mendefinisikan “iktikad baik” dalam suatu terminologi hukum. Hal ini mungkin dikarenakan bervariasinya subjektivitas dan objektivitas dari suatu peraturan hukum dan jenis perkara tertentu yang tidak bisa disamakan penerapannya. Disinilah peran krusial dari Mahkamah Agung dalam menciptakan putusan-putusan yang konsisten, berkualitas pertimbangan hukumnya, dan layak disejajarkan dengan yurisprudensi tetap, khususnya untuk penerapan asas iktikad baik di pengadilan.

Hal ini penting, karena meskipun sistem negara hukum kita adalah Civil Law yang tidak mengikat hakim untuk tunduk pada yurisprudensi, pada akhirnya semua perkara juga akan bermuara di Mahkamah Agung, termasuk pemeriksaan atas upaya hukum dalam hal terjadinya “pelanggaran” dalam proses mediasi ini (Vide: Pasal 3 ayat 4 Perma Mediasi Terbaru).

Penerapan Asas Iktikad Baik Dalam Mediasi
Jika menelaah kembali isi dari Perma Mediasi Terbaru ini, ada beberapa poin penting yang dicatat penulis, yang merupakan perwujudan dari Asas Iktikad Baik dalam suatu proses mediasi. Yang pertama, dalam Pasal 6 Perma Mediasi terbaru diatur beberapa aturan yang sifatnya imperative antara lain, mengenai keharusan dari para pihak (principal atau Pemberi Kuasa) untuk hadir secara langsung dalam pertemuan mediasi, dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum. Bahkan penerapan teknologi komunikasi visual untuk melakukan mediasi “jarak jauh” pun dapat dianggap sebagai kehadiran langsung.

Dalam Pasal 6 Perma Mediasi terbaru ini, terdapat pengecualian yang cukup ketat bagi pemberi kuasa (principal) yang berperkara secara perdata untuk tidak hadir dalam proses mediasi, yaitu:
  1. Jika kondisi kesehatan tidak memungkinkan (sesuai keterangan dokter);
  2. Di bawah pengampuan;
  3. Berdomisili/bertempat tinggal di luar negeri;
  4. Karena menjalankan tugas Negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.

Yang Kedua, dalam Pasal 7 Perma Mediasi Terbaru juga diatur bahwa Para Pihak dan atau Kuasanya dapat dinyatakan tidak beriktikad baik oleh Mediator, dalam hal:
  1. Tidak hadir setelah dipanggil secara patut sebanyak dua kali tanpa alasan yang sah;
  2. Hanya menghadiri pertemuan mediasi yang pertama (selanjutnya tidak pernah hadir);
  3. Ketidak hadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan yang sah;
  4. menghadiri pertemuan mediasi tetapi tidak mengajukan resume (proposal perdamaian) dan atau tidak menanggapi resume dari pihak lawan;
  5. Tidak menandatangani konsep kesepakatan perdamaian yang disepakati tanpa alasan yang sah.
Sejalan dengan pernyataan dari Abraham Lincoln yang dikutip oleh penulis di bagian awal tulisan ini, Pasal 18 Perma Mediasi Terbaru juga mendorong advokat untuk wajib membantu para pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban dalam proses mediasi, diantaranya untuk menyampaikan penjelasan hakim pemeriksa perkara kepada para pihak, mendorong para pihak (principal/pemberi kuasa) untuk aktif dalam proses mediasi dan memberikan bantuan untuk merumuskan rencana dan usulan kesepakatan perdamaian dalam “bahasa hukum” yang menjadi ciri khas dari para advokat.

Salah satu catatan penting yang ditemukan penulis dalam Perma Media Terbaru ini, selain mengenai batas waktu proses mediasi selama 30 (tiga puluh) hari dengan perpanjangannya (Vide: Pasal 24 Perma Mediasi Terbaru) dan dimungkinkannya keterlibatan ahli dan tokoh masyarakat dalam proses mediasi (Vide: Pasal 26 Perma Mediasi Terbaru) adalah mengenai Surat Kuasa, khususnya dalam hal principal/Pemberi Kuasa benar-benar tidak dapat hadir karena adanya alasan yang sah berdasarkan Pasal 6 Perma Mediasi Terbaru, yaitu harus dibuatnya Surat Kuasa yang mencantumkan klausula bahwa Kuasa Hukum (advokat)  memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan dalam melakukan mediasi karena principal/pemberi kuasa tidak dapat hadir karena alasan-alasan sah yang ditentukan dalam Perma Mediasi Terbaru ini.

Selain itu, mediator juga mempunyai wewenang untuk melakukan penilaian apakah salah satu pihak yang berperkara tidak beriktikad baik atau ada prosedural yang dilanggar salah satu pihak dan selanjutnya melaporkan hasil mediasi tersebut kepada Majelis Hakim pemeriksa perkara untuk menentukan apakah suatu gugatan layak untuk dilanjutkan pemeriksaan pokok perkaranya.

Praktik Mediasi Terkini
Dari pengalaman praktik mediasi pasca diundangkannya Peraturan Mediasi Terbaru ini, penulis menemukan bahwa dalam proses mediasi masing-masing pihak diwajibkan tanpa terkecuali untuk menyampaikan usulan atau proposal mediasi secara tertulis langsung kepada Mediator yang ditunjuk tanpa memberikan salinan usulan tersebut kepada pihak lawan seperti dalam praktik Perma Mediasi Sebelumnya.  Selain itu, Mediator juga diberikan kewenangan secara aktif untuk mempelajari keseriusan dan iktikad baik dari para pihak untuk berdamai dan selanjutnya menilai apakah masih ada celah atau titik temu bagi para pihak yang bersengketa untuk berdamai, sambil menyampaikan perkembangan proses mediasi tersebut kepada Majelis Hakim pemeriksa perkara.

Last but not least, penulis berharap tulisan ini dapat memberikan sedikit gambaran kepada para pencari keadilan mengenai penerapan Iktikad Baik dalam Perma Mediasi Terbaru ini, sambil menunggu sosialisasi resmi dari Mahkamah Agung dalam implementasi dari Perma Mediasi Terbaru ini.

“Discourage litigation. Persuade your neighbors to compromise whenever you can. As a peacemaker the lawyer has superior opportunity of being a good man. There will still be business enough.” (Abraham Lincoln)



Kesampingkanlah proses litigasi. Bujuklah sesamamu untuk berkompromi kapanpun anda dapat melakukannya. Sebagai seorang pembawa damai, pengacara mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk menjadi lebih baik. Masih banyak urusan lain menanti.” 
Tags:

Berita Terkait