Presiden Diminta Terbitkan Perpres Penuntasan Kasus HAM
Berita

Presiden Diminta Terbitkan Perpres Penuntasan Kasus HAM

Bisa mengacu pada UU Pengadilan HAM.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Koordinator Kontras Haris Azhar (tengah). Foto: RES.
Koordinator Kontras Haris Azhar (tengah). Foto: RES.
Aktivis dan keluarga korban pelanggaran HAM kembali meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Perpres menjadi salah satu instrumen hukum yang bisa dijadikan payung pembentukan tim untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Koordinator KontraS, Haris Azhar, mengusulkan Perpres itu nantinya berisi pembentukan tim Kepresidenan untuk penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Tim inilah yang mengurai hambatan dan mendorong percepatan penyelesaian kasus.

Seperti diketahui selama ini berkas penyelidikan kasus pelanggaran HAM Komnas HAM selalu dikembalikan Kejaksaan Agung dengan alasan 'kurang lengkap.' Bahkan masalah ini sempat dibahas di sidang Mahkamah Konstitusi dan rapat kerja DPR. Namun hingga kini belum ada yang dibawa ke Pengadilan HAM ad hoc.

Ada tujuh kasus pelanggaran HAM yang telah diselidiki Komnas HAM yaitu Trisakti-Semanggi 1-Semanggi 2, Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan Paksa Aktivis 1997-1998, Penembakan Misterius (Petrus), Talangsari, 1965, dan Wasior-Wamena. Tim bentukan Presiden itu seyogianya bertugas  menerbitkan rekomendasi kepada Presiden apa yang perlu dilakukan untuk menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM berati itu. Misalnya, merekomendasikan Presiden untuk mendorong Kejaksaan Agung melakukan penyidikan. “Tim kepresidenan ini ditujukan untuk membantu Presiden dalam rangka menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat,” kata Haris di Jakarta, Rabu (02/3).

Tim itu juga yang akan menemukan kekurangan yang terdapat dalam berkas penyelidikan Komnas HAM. Jika dibutuhkan keterangan lebih lanjut dari pihak yang diduga terkait pelanggaran HAM berat maka tim memberi saran kepada Presiden Jokowi agar Komnas HAM memanggil yang bersangkutan. Selaras itu Presiden juga mengumunkan kepada publik nama-nama yang harus datang ke Komnas HAM untuk memberikan keterangan.

Menurut Haris sekretariat tim itu harus berada di kantor Kepresidenan sehingga Presiden Joko Widodo bisa secara intensif memantau kerja-kerja tim tersebut. Ia melihat ada sejumlah calon yang layak dipertimbangkan Presiden untuk ditunjuk sebagai anggota tim diantaranya mantan Jaksa Agung dan mantan Ketua Komnas HAM, Marzuki Darusman. Kemudian mantan Menteri Luar Negeri, Hassan Wirajuda dan mantan Ketua Komnas Perempuan, Kemala Chandrakirana.

Keluarga dari salah satu korban Semanggi, Maria Catarina Sumarsih, mendukung usulan Haris agar Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres tentang pembentukan tim Kepresidenan untuk penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Ibunda (alm) Bernardus Realino Norma Irawan -korban tragedi Semanggi- itu berharap lewat tim tersebut arah penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu menjadi jelas dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. “Harus mengacu UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM Ad Hoc,” ujarnya.

Sumarsih mengingatkan dalam Nawacita, Presiden Joko Widodo berkomitmen menuntaskan pelanggaran HAM berat dan menghapus impunitas. Itu ditegaskan dalam pidato Presiden Joko Widodo dalam peringatan hari HAM internasional pada Desember 2014 dan 2015. Sayangnya, sampai saat ini para pembantu Presiden belum ada yang mampu mewujudkan komitmen tersebut. Menurutnya, Presiden Joko Widodo harus mengganti pembantunya di kabinet yang tidak mampu mewujdukan komitmen tersebut diantaranya mencopot Jaksa Agung, H.M Prasetyo. “Untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat ini dibutuhkan Jaksa Agung yang baik dan berani,” tegas Sumarsih.
Tags:

Berita Terkait