UU MD3 Jadi Dasar Komisi Hukum DPR Peringatkan Ahok
Berita

UU MD3 Jadi Dasar Komisi Hukum DPR Peringatkan Ahok

Penjelasan Ahok terkait duduk perkara sengketa kasus tukar guling tanah RS Sumber Waras dan pembongkaran Kalijodo ditunggu DPR.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Foto: RES
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Foto: RES
Sejumlah anggota Komisi III DPR berang lantaran mangkirnya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dari undangan rapat untuk meminta penjelasan kasus tukar guling tanah Rumah Sakit (RS) Sumber Waras dan pembongkaran Kalijodo. Gubernur DKI yang biasa disapa Ahok itu diingatkan agar memenuhi undangan Komisi III. Sebab, DPR memiliki kewenangan memanggil paksa sebagaimana tertuang dalam UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).

“Jangan mentang-mentang pernah (menjadi anggota, red) DPR jadi gak datang. Jangan lupa, DPR punya alat paksa,” ujar Wakil Ketua Komisi III, Benny K Harman, di Gedung DPR, Selasa (8/3).

Menurutnya, tidak serta merta pernah menjadi anggota dewan kemudian mengacuhkan undangan Komisi III. Terlebih, Ahok tak pernah menjadi duduk di komisi yang membidangi hukum. Benny berpendapat dengan memenuhi undangan komisi yang dipimpinnya, setidaknya Ahok dapat menjelaskan duduk perkara sengketa kasus tukar guling tanah RS Sumber Waras, bukan sebaliknya mangkir.

Pasal 73 ayat (4) UU MD3 menyatakan, ”Dalam hal badan hukum dan/atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik Indonesia”. Sedangkan ayat (5) menyatakan, “Dalam hal panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 30 (tiga puluh) Hari sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Anggota Komisi III Arsul Sani menilai Ahok mestinya tak congkak dengan menolak undangan komisi hukum DPR. Menurutnya, bila tidak hadir mesti memberitahukan alasan yang dapat diterima anggota dewan. “Tidak usah saling membelagukan diri gitu lho. Jadi kalau dia bilang DPR belagu, ya Ahok juga jangan belagu, kan begitu aja,” ujarnya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu mengingatkan, dalam UU MD3, DPR memiliki hak interpelasi dan angket. Bahkan dalam Panja, DPR dapat meminta penjelasan berbagai pihak. Namun terhadap pihak yang tidak dapat menghadiri panggilan DPR, diperbolehkan sepanjang menyampaikan alasan. Bahkan, dengan alasan tertulis pun DPR bakal memakluminya. “Jadi jangan semua orang seluruh Indonesia itu mau diajak berantem sama Ahok,” katanya.

Risa Mariska mengamini pandangan Benny dan Arsul. Anggota Komisi III ini  mengaku kecewa dengan penilaian Ahok yang menyebut Komisi III ‘gagah-gagahan dan belagu’. Sebagai seorang pejabat negara, banyak pihak yang memperhatikan tinidak tanduk Ahok. “Gakpantaslah dia ngomong kaya begitu. Kalau misalnya dipanggil dateng, kita diskusi, kita tanyakan apa yang jadi agenda-agenda dia kemarin, kan sah-sah saja. Apalagi dia kepala daerah,” ujarnya.

Sedianya, Komisi III memang menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kapolda Metro Jaya dan Gubernur DKI terkait pembongkaran Kalijodo dan tukang guling tanah RS Sumber Waras beberapa hari lalu. Menurut Risa, menjadi wajar ketika Ahok dimintakan penjelasan terkait dua peristiwa tersebut.

“Wajarlah kalau kita evaluasi atau butuh penjelasan lebih dalam terkait Kalijodo, kan yang tahu beliau. Kita mau tanya siapa, tidak mungkin kita panggil orang yang gak jelas. Kalau kita dibilang belagu, kita sedih kalau ada orang yang ngomong kasar, gak pantas,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu dengan kesal.

Lapor ke Komisi III
Anggota Komisi III Sufi Dasco Ahmad menceritakan awal mula pemanggilan Ahok. Pertengahan November 2015 terdapat perhimpunan masyarakat menamakan dirinya Perhimpunan Candra Naya (PCN). Hal yang dilaporkan terkait dengan pengalihan tanah RS Sumber Waras. Menurut PCN, kata Dasco, terdapat kejanggalan meski sudah masuk dalam proses peradilan.

“Oleh karena itu Komisi III kemudian dibentuk dan diserahkan oleh Panja Penegakan Hukum. Nah sehingga kemudian berproses hingga sekarang. Panja penegakan hukum Komisi III memanggil pihak-pihak yang berkepentingan untuk dimintakan keterangan. Karena Pemda sudah mengambil alih tanah tersebut,” ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu berpandangan pemanggilan Ahok menjadi penting untuk mendengarkan penjelasannya. Sebagai wakil rakyat dalam menjalankan tugasnya sesuai konstitusi. “Makanya kita mengundang pihak-pihak yang terkait. Kita minta gubernurnya untuk menjelaskan,” ujarnya.

Berbeda, anggota Komisi III Taufikulhadi tidak relevan. Pasalnya dalam perkara RS Sumber Waras telah ditangani KPK. Sementara KPK belum menindaklanjuti lebih jauh lantaran belum ditemukan cukup bukti. “Jadi di-drop. Jadi pada tahap hukum ini sudah selesai. Kalau penegakan hukum mengatakan sudah tidak ada lagi persoalan, apa urusannya lantas lembaga politik memanggila dia (Ahok,red),” ujarnya.

Politisi Nasdem itu tak menampik telah disepakati pemanggilan terhadap Ahok. Namun, ia menilai pemanggilan Ahok tak relevan. Terlebih Pemda DKI tidak menjadi mitra kerja komisi hukum DPR itu. “Saya mengatakan itu tidak terlalu relevan. Karena kalau dipanggil akan membuat komisi III itu kurang memiliki alasan untuk mempertanyakan apa yang dilakukan  (Ahok),” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait