Perpres Ini Wajibkan 7 Kota di Indonesia Ubah Sampah Jadi Listrik
Berita

Perpres Ini Wajibkan 7 Kota di Indonesia Ubah Sampah Jadi Listrik

Pembelian listrik dilakukan dengan dana dari APBN ataupun APBD.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Saat ini sampah merupakan salah satu persoalan serius di kota-kota di Indonesia. Volume sampah yang dihasilkan setiap hari tak hanya menyisakan masalah bagi lingkungan tetapi juga ekonomi dan sosial. Oleh karenanya, penanganan sampah tentu harus dilakukan dengan tepat.

Pada pertengahan Februari lalu, Presiden Joko Widodo menerbitkan payung hukum dalam pengelolaan sampah. Melalui Peraturan Presiden No.18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, dan Kota Makassar, pemerintah mengamanatkan pemanfaatan sampah yang tepat guna.

Khusus bagi wilayah Surakarta yang kecil, ada pengecualian yang diberikan oleh Perpres. Sebab, dikhawatirkan volume sampah yang dihasilkan di daerah itu tak mencukupi kebutuhan pembangkit listrik. Untuk mengatasi hal itu, Pasal 2 ayat (2) mengatur bahwa untuk mencapai skala keekonomian yang diperlukan untuk pembangkit listrik di Kota Surakarta, dilakukan dengan bekerja sama dengan Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, dan Kabupaten Klaten yang disebut Regional Surakarta.

Para kepala daerah di tujuh kota yang disebutkan dalam Perpres, diminta untuk menugaskan badan usaha milik daerah (BUMD) atau menunjuk badan usaha swasta untuk melaksanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). Menurut Pasal 4 ayat (2) Perpres itu, badan usaha yang ditunjuk menjadi pengelola sampah kota sekaligus pengembang PLTSa.

BUMD maupun pihak swasta yang ditunjuk, dapat bekerja sama dengan badan usaha lainnya. Akan tetapi, kerja sama itu pun terbuka jika ada peluang yang bisa dijalankan bersama pemerintahan kabupaten/kota yang bersebelahan dengan lokasi pembangunan PLTSa.

Selain boleh melakukan kerja sama, pihak pengelola sampah kota dan pengembang PLTSa pun mendapatkan insentif lainnya. Di dalam Perpres ini ditegaskan, badan usaha tersebut berhak kemudahan percepatan izin investasi langsung konstruks. Artinya, kegiatan untuk memulai konstruksi dapat langsung dilakukan bersamaan secara paralel dengan pengurusan izin mendirikan bangunan dan izin lingkungan.

Kendati telah menugaskan BUMD atau menunjuk swasta, pemerintah daerah tak lantas terbebas dari kewajiban mengelola sampah menjadi listrik. Sebab, Perpres ini mewajibkan kepala daerah di tujuh kota yang disebut harus mampu memastikan ketersediaan sampah dengan kapasitas minimal 1.00 ton per hari. Selain itu, kepala daerah juga harus memastikan ketersediaan lokasi pembangunan PLTSa dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Terakhir, mMenyusun studi kelayanan pembangunan PLTSa  yang meliputi studi aspek hukum, kelembagaan, pendanaan, sosial budaya, dan teknologi.

Nantinya, energi listrik yang dihasilkan dari sampah kota akan selalu terserap. Sebab, Pasal 7 ayat (2) menyatakan bahwa Menteri ESDM menugaskan PT PLN (Persero) untuk membeli tenaga listrik tersebut. Selain itu, PLN juga berwenang untuk memberikan persetujuan harga pembelian tenaga listrik. Selanjutnya, hasil penjualan listrik kepada PT PLN (Persero) merupakan hak dari badan usaha milik daerah yang ditugaskan atau badan usaha swasta yang ditunjuk.

Untuk menjamin penyerapan produksi listrik, hubungan jual-beli yang dilakukan dengan PLN pun dibuat dengan cepat. Perpres ini menegaskan, PLN wajib menandatangani perjanjian jual beli tenaga listrik dalam jangka waktu paling lama 35 hari kerja setelah penetapan pengembang PLTSa. Dengan demikian, tidak ada negosiasi jual-beli yang berlarut-larut.

Nantinya, pembelian listrik yang dilakukan PLN akan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Tak tertutup kemungkinan pula, sumber dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, tidak ada rincian detail sumber dana seperti apa yang dianggap sah.

Sementara itu, ketentuan mengenai biaya pengolahan sampah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Menurut Perpres ini pengaturan tersebut harus didahului dengan koordinasi antara Menteri Keuangan dan menteri terkait.

Tags:

Berita Terkait