Ingin Menegakkan Hukum Pajak? Ini Saran Guru Besar UI
Berita

Ingin Menegakkan Hukum Pajak? Ini Saran Guru Besar UI

Ditjen Pajak–Polri jalin kerjasama. Perbaharui nota kesepahaman. Untuk menegakkan hukum bidang perpajakan?

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Direktur P2 Humas DJP, Mekar Satria Utama. Foto: Twitter @mekars
Direktur P2 Humas DJP, Mekar Satria Utama. Foto: Twitter @mekars
Tahun 2016 adalah tahun penegakan hukum pajak. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sudah menyiapkan ribuan tenaga pemeriksa. Tak hanya itu, DJP juga sudah menjalin kerjasama dengan Mabes Polri. Sosialisasi nota kesepahaman itu dilaksanakan di jajaran DJP pada pekan ini. Inikah tanda-tanda akan ada penegakan hukum pajak setelah era tax amnesty?

Sehubungan dengan penegakan hukum perpajakan itu, ada saran dari Prof. Gunadi. Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia itu berpendapat DJP harus memperkuat database Wajib Pajak (WP) jika ingin melakukan penegakan hukum. Tanpa database, DJP akan sulit menegakkan hukum.

Pengampunan pajak atau tax amnesty sebenarnya juga bagian dari penegakan hukum pajak, yaitu penegakan hukum masa lalu dengan pengampunan. “Ke depannya, tax amnesty ini harus ada semacam penyusunan database WP di kantor pajak dengan baik,” kata Gunadi kepada hukumonline, Kamis (10/3) kemarin.

Layaknya perbankan, sektor perpajakan harus memiliki data dan sistem yang lengkap mengenai WP agar data keuangan yang masuk atau keluar dapat terlacak. Berbasis data itulah DJP bisa melakukan pemeriksaan dan menyesuaikan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak.

Penegakan hukum pajak, lanjut Gunadi, dapat berbasis pada perbandingan antara data yang dimiliki pajak dan SPT yang dilaporkan WP. Semakin lengkap data yang dimiliki, semakin mudah DJP melacak pihak-pihak yang melakukan kejahatan atau pengemplangan pajak.

“Masalahnya kalau Kantor Pajak tidak punya semacam rekening WP, sulit untuk menindak. Kalau dibuat rekening WP, itu ketahuan mana-mana yang tidak melaksanakan kepatuhan dan melaksanakan kepatuhan. Tiap-tiap tahun dikasih peringatan atau apa, itu nanti dengan data match, kalau diperiksa satu per satu seperti sekarang ini kapan selesai. Jadi secara massal pakai data matching,” jelasnya.

Dengan melihat tingkat kesadaran WP di Indonesia, Gunadi menilai sistem membayar pajak di Indonesia tidak bisa dilakukan dengan sukarela. Perbaikan asministrasi menjadi kunci, sehingga tingkat kepatuhan pajak akan meningkat. Tapi, kuncinya, Kantor Pajak harus punya data.

Misalnya, si A menjual sesuatu kepada B, mereka akan membayar pajak. Data transaksi itu dipakai, faktur pajak pengeluaran dimasukkan ke database untuk dijadikan basis pajak. Transaksi-transaksi yang melibatkan si A dan B akan terus didata. Nantinya, masing-masing WP punya semacam ‘rekening nasabah’ di Kantor Pajak. Dari sistem PPn juga bisa dilakukan dengan mencatatkan faktur pajak masukan dan pengeluaran, potongan pajak atas upah gaji. Nanti, data itu kian berkembang. “Masing-masing WP ada catatan, record-nya,” kata Gunadi.

Kamis (10/3), DJP dan Polri mengadakan sosialisasi addendum Pedoman Kerja dan Implementasi Kesepakatan Bersama. Termasuk juga sosialisasi pedoman kerja pelaksanaan kerjasama kedua lembaga. Langkah ini merupakan tindak lanjut nota kesepahaman Menteri Keuangan dan Kapolri pada 19 Januari lalu.

Direktur P2 Humas DJP, Mekar Satria Utama mengatakan sosialisasi bertujuan menjaga keberlanjutan dan koordinasi dalam kerjasama penegakan hukum di wilayah-wilayah operasional Ditjen Pajak dan Polri. “Dengan adanya sosialisasi Kesepakatan Bersama ini, diharapkan dapat menciptakan koordinasi dan kerjasama yang lebih kuat dan terpadu antara Ditjen Pajak dan Polri terutama dalam hal penegakan hukum,” kata Satria.

Untuk mengamankan penerimaan negara dan menindak tegas pelaku tindak pidana di bidang perpajakan, Ditjen Pajak terus melakukan berbagai upaya pelayanan, pengawasan dan penegakan hukum sambil terus menjalin kerjasama dengan institusi penegak hukum.
Tags:

Berita Terkait