Pentingnya Asas Keadilan untuk Mengatur Bisnis Transportasi Online
Berita

Pentingnya Asas Keadilan untuk Mengatur Bisnis Transportasi Online

Membuat aturan atau merevisi UU LLAJ adalah jalan yang mesti ditempuh pemerintah.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Beberapa hari lalu, sejumlah pengemudi angkutan umum menggelar aksi demonstrasi sekaligus mogok beroperasi. Mereka resah lantaran keberadaan transportasi berbasis online yang berdampak pada penghasilan. Tak hanya itu, transportasi berbasis online yang tidak diatur dalam perundangan-undangan juga menjadi sorotan. Perlu jalan keluar agar persaingan jasa transportasi bisa adil.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai keberadaan transportasi berbasis online tak boleh dilarang. Pasalnya, pelarangan hanya akan menambah persoalan baru. Mengatur transportasi berbasis aplikasi online dengan membuat aturan atau merevisi UU Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) adalah jalan yang mesti ditempuh pemerintah. “Saya kira ini harus diatur jangan dilarang,” ujarnya, Rabu (16/3).

Menurutnya, aturan yang mengatur mesti mengedepankan asas adil. Sebab, kondisi perekominian dan persaingan usaha mengakibatkan masyarakat sulit mencari pekerjaan. Namun, pemerintah tidak mematikan pekerjaan lain seperti Gojek dan GrabBike yang sudah dijalani oleh kebanyakan orang.

Fadli mengatakan, keberadaan transportasi berbasis aplikasi online setidaknya telah memberikan banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Bahkan, masyarakat pengguna pun merasakan terbantu. “Jadi tidak apalah diatur lagi dalam situasi saat ini, saya katakan kita harus fleksibel untuk melihat ini,” katanya.

Ketua Komisi V DPR Fary Djemi Francis berpandangan, sebagai negara hukum semua diatur melalui peraturan perundangan yang berlaku. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sudah satu tahun melakukan sosialisasi pemahaman masyarakat terhadap penyelenggara transportasi online. Tujuannya agar penyelenggara transportasi berbasis aplikasi online mengikuti aturan terkait dengan izin usaha.

“Kita harus kembali ke undang-undang, yang tidak memenuhi undang-undang kita penuhi dulu. Kalau tidak yang kita minta untuk blokir atau diberi kesempatan,” ujarnya.

Komisi V yang membidangi perhubungan bakal mengawal implementasi UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan beserta aturan turunannya di tengah masyarakat. Menurutnya menghadapi polemik transportasi berbasis online, pemerintah tak lagi mengambil jalan tengah. Tetapi mesti membuat aturan, atau merevisi UU LLAJ.

“Kreatifitas anak bangsa kita dukung, tetapi kalau mau melakukan transportasi publik itu ada UU-nya. Kita dukung, tapi ikuti aturannya. Kalau aturannya belum masuk disitu kita siap bersama pemerintah melakukan revisi UU. Ini kesepakatan yang kita bangun,” ujar politisi Gerindra itu.

Anggota Komisi V lainnya, Muhamad Nizar Zahro, berpandangan transportasi berbasis online telah melanggar UU LLAJ. Pasalnya, kendaraan pribadi yang dijadikan transportasi angkutan umum tidak dibenarkan berdasarkan UU LLAJ serta aturan turunannya, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No.74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. Menurutnya, regulasi yang ada mestinya menjadi pedoman penegak hukum sebagian acuan melakukan tindakan tegas.

Kendati demikian, Nizar melihat respon publik terhadap transportasi berbasis online yang cukup membantu di kala transportasi umum konvensional belum memberikan pelayanan nyaman dan aman. Oleh sebab itu, katanya, pemerintah mesti bersikap cepat melakukan usulan revisi terhadap UU LLAJ.

Setidaknya, kata Nizar, dengan memasukan kendaraan pribadi menjadi transportasi umum seperti Gojek dan GrabBike dapat beroperasi memberikan pelayanan jasa transportasi kepada masyarakat. “Sehingga tidak terkesan melanggar aturan UU yang telah dibuat,” ujarnya.

Kebutuhan masyarakat
Anggota Komisi V Miryam S Haryani berpandangan, diakui atau tidaknya transportasi berbasis online sudah menjadi kebutuhan masyarakat luas. Sebab, masyarakat terbantu dengan kemudahan dalam melakukan transaksi order. Namun, dia mengakui di lain sisi jasa transportasi berbasis aplikasi online melanggar UU LLAJ. Menurutnya, pemerintah mesti segera menjawab polemik tersebut melalui PP terbaru.

“Tapi, kita juga menyadari bahwa di tengah kondisi masyarakat yang sudah semakin melek teknologi, kehadiran jasa ini menjadi pilihan utama karena efisiensi dan kenyamanan yang diberikan,” ujarnya.

Politisi Partai Hanura itu lebih lanjut berpandangan, memblokir keberadaan jasa angkutan umum berbasis online akan membuat resah masyarakat. Sebab, masyarakat sudah bergantung dengan keberadaan jasa angkutan berbasis aplikasi online. Makanya, pemerintah tak mudah memblokir keberadaan transportasi berbasis online, karena akan memunculkan aksi protes keras dari masyarakat dan pengemudi.

Ia menilai munculnya fenomena tersebut sebagai kritik terhadap pemerintah yang dianggap belum mampu menyediakan transportasi masal yang aman dan nyaman. Selain itu, kritik juga dialamatkan untuk para pengusaha angkutan umum atau taksi untuk memperbaiki layanan yang dimiliki selama ini agar mampu bersaing dengan jasa angkutan yang berbasis online.

“Solusinya tidak lain adalah dengann menghadirkan PP atau Perppu yang mengatur masalah ini agar bisa dapat ditemukan jalan tengahnya,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait