KY Ingin Rekomendasi Penjatuhan Sanksi Diperkuat
Revisi UU KY:

KY Ingin Rekomendasi Penjatuhan Sanksi Diperkuat

Yang terpenting bagi MA, komunikasi kedua lembaga harus diperbaiki agar bisa mencairkan perbedaan pandangan.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung Komisi Yudisial. Foto: SGP
Gedung Komisi Yudisial. Foto: SGP
DPR telah menetapkan revisi UU No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Pertama Atas UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (KY) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019. Untuk itu, KY sebagai lembaga yang paling berkepentingan tengahmempersiapkan draft revisi. Fokusnya, pada penguatan pengawasan KY terutama  kekuatan mengikat rekomendasi penjatuhan sanksi bagi hakim.

Keinginan KY juga sudah disampaikan secara terbuka oleh Aidul Fitriciada. Ketua Komisi Yudisial itu berharap persoalan pengawasan KY bisa diatasi dengan merevisi UU KY. Dalam revisi itu nanti dirumuskan batas-batas kewenangan MA dan KY terkait definisi teknis yudisial dan etika. “Nantinya, dalam revisi UU KY, setiap rekomendasi penjatuhan sanksi KY mesti mengikat,” ujar Aidul, Rabu (23/3) kemarin.

Aidul menegaskanpengawasan KYterhadap hakim dalam revisi UU KYharus diperkuat dan diperjelas terutamakekuatan mengikat rekomendasi sanksi yang diajukan KY kepada MA. Sebab, selama ini rekomendasi sanksi ringan dan sedang yang diajukan KYseringkali tidakdirespon oleh MA.“Ini disebabkan karena adanya perbedaan persepsi antara MA dan KY terkait yuridiksi ranah teknis yudisial dan etika,” kata Aidul.

Dia mencontohkan beberapa kasus rekomendasi penjatuhan sanksi sebagai pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) dipersepsikan MA sebagai wilayah teknis yudisial yang bukan kewenangan KY. Misalnya, apakah aspek pelanggaran kompetensi/profesionalisme hakim masuk wilayah pelanggaran etik hakim atau tidak? Sebab, tak jarang hakim yang dilaporkan juga dinilai melanggar hukum acara.

“Makanya, seringkali MA tidak menindaklanjuti rekomendasi penjatuhan sanksi terutama sanksi sedang dan ringan. Selama ini rekomendasi sanksi ini tergantung MA untuk menindaklanjuti atau tidak. Jadi, kita masih sulit menegakkan kode etik hakim,” kata dia.

Aidul menganggap selama ini kekuatan mengikat rekomendasi penjatuhan sanksi ini menjadi persoalan serius bagi KY. Padahal, UUD 1945 telah mengamanatkan KY sebagai lembaga penjaga dan penegak KEPPH. “Yang namanya menegakkan etik seharusnya kan mengikat ya (ethic enforcement) dan bersifat imperatif. Ini yang pernah kita sampaikan ke Presiden Jokowi beberapa waktu lalu,” tegasnya.

Dia berharap revisi UU KY masuk dalam Proglenas pada 2017 agar KY bisa menjadi lembaga penegak etik hakim sesuai amanat konstitusi. “Revisi UU KY belum masuk Prolegnas. Kita baru merencanakan revisi UU KY ini masuk dalam Prolegnas 2017. Kita sendiri sudah menyiapkan draft revisi UU KY ini. Nantinya, ini bisa menjadi usul pemerintah ataupun DPR,” katanya.

Ditambahkan Aidul, saat ini KY terus mengupayakan penyamaan persepsi terkait rumusan wilayah teknis yudisial dan etika. “Penyamaan persepsi ini juga lumayan berat. Bisa saja, hasil penyamaan persepsi ini dirumuskan dalam Peraturan Bersama MA dan KY. Tetapi, kekuatan mengikat rekomendasi penjatuhan sanksi harus melalui jalur legislasi dengan merevisi UU KY itu, tidak cukup dengan PB MA-KY,” tegasnya.

Kurang sependapat
Kepala Biro Hukum dan HumasMA,Ridwan Mansyurmengatakan kurang sependapat jika aturan rekomendasi penjatuhan sanksi diatur dalam revisi UU KY. Dia beralasan selain proses penyusunan UU memakan waktu yang cukup lama, juga karena Peraturan Bersama MA dan KY Tahun 2012 tentang Panduan Penegakan KEPPH sebenarnya sudah cukup mengatur persoalan ini.

“Yang terpenting kan komunikasi kedua lembaga harus diperbaiki agar bisa mencairkan perbedaan selama ini terjadi. Lahirnya Peraturan Bersama itu kan juga dari hasil pembicaraan dan kesepakatan kedua lembaga,” kata Ridwan di sela-sela acara pelantikan 32 Ketua Pengadilan Bandingdi gedung MA, Kamis(24/3).

Dia menegaskantidak ada ketentuan yang mewajibkan MA harus menjawab semua surat rekomendasi KY terkait usulan pejatuhan sanksi ringan dan sedang terhadap hakim yang dinilai melanggarKEPPH. Sebab, Badan Pengawasan MA juga telah melakukan tugas yang sama dalam upaya pendisiplinan aparat peradilan termasuk hakim.“Tetapi, kalau ada dugaan pelanggaran KEPPH terhadap hakim tertentu dibutuhkan pemeriksaan bersama atau usulan penjatuhan sanksi berat dengan MKH, itu sudah pasti dijawab,” kata Ridwan.

Tersirat Ridwan mengakui surat rekomendasi terkait usulan penjatuhan sanksi sedang dan ringan belum punya mekanisme baku. Sebab, semua alur surat rekomendasi KY ini mengikuti tata persuratan pada umumnya yang masuk melalui bagian umum. “Nantinya, surat itu didisposisikan ke Bawas MA. Setelah dikaji, lalu dikirim ke Pimpinan MA yang memutuskan rekomendasi sanksi KY ini perlu ditindaklanjuti atau tidak?” kata Ridwan.

Menurutnya, belum adanya mekanisme baku bagaimana alur menjawab surat rekomendasi KY terkait usulan sanksi sedang dan ringan ini dibutuhkan pembicaraan lebih lanjut antara MA dengan KY. “Ini perlu duduk bersama agar kita bisa menentukan mekanisme alur menjawab surat rekomendasi sanksi ini. Nantinya bisa diputuskan bersama sesuai kesepakatan MA dan KY. Yang terpenting ada komunikasi agar aturan rekomendasi sanksi ini bisa disempurnakan(bersama),” tegasnya.

Untuk diketahui, kedua lembaga telah mengeluarkan Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012–02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etika dan Pedoman Perilaku Hakim. Dalam peraturan itu, terdapat klausul pemeriksaan bersama dilakukan dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara KY dan MA mengenai usulan KY tentang hasil pemeriksaan atau penjatuhan sanksi selain sanksi pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian tidak hormat.

Kedua lembaga juga telah menerbitkan Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 04/PB/MA/IX/2012 – 04/PB/P.KYIX/2012 tentang Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja, dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim, diatur tahapan-tahapan sebelum menjatuhkan sanksi terhadap hakim selaku pihak terlapor.
Tags:

Berita Terkait