Data Kartu Kredit Dijadikan Sumber Penelusuran Profil Wajib Pajak
Berita

Data Kartu Kredit Dijadikan Sumber Penelusuran Profil Wajib Pajak

Jika transaksi kartu kredit tiap bulan melebihi pendapatan, diduga pelaporan bukti pajak dalam SPT tahunan tidak tepat.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kartu kredit. Foto: SGP
Ilustrasi kartu kredit. Foto: SGP
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan peraturan kewajiban pelaporan data transaksi kartu kredit bermanfaat untuk melihat profil belanja para Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP). Cara ini dilakukan lantaran pihaknya tak memiliki akses ke rekening simpanan bank para WP.

"Data ini diperlukan untuk profil WP OP, karena kita tidak punya akses ke rekening simpanan bank, sesuai UU Perbankan. Makanya yang ingin kita lihat profil belanja, belanja itu salah satunya dari kartu kredit," kata Bambang di Jakarta, Jumat (4/1).

Bambang mencontohkan apabila ada WP yang melaporkan pendapatannya sebulan hanya Rp5 juta, namun belanja melalui kartu kredit mencapai Rp20 juta, maka pelaporan bukti pajak dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan-nya tidak tepat. Rencananya, data dari kartu kredit itu akan dianalisa dengan profil WP.

"Berarti selama ini mengaku penghasilan Rp5 juta di SPT tidak benar, pajaknya harus diperbaiki. Kita akan memadukan antara data transaksi kartu kredit dengan profil wajib pajak," katanya.

Bambang menambahkan rencana ini sudah dikoordinasikan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak lama. Menurutnya, ke depan OJK akan melakukan sosialisasi kepada pihak perbankan maupun lembaga penerbit kartu kredit terkait hal ini.

Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas mengatakan tak mempermasalahkan dengan penerapan kebijakan tersebut, karena UU Perbankan tidak mengatur mengenai pembukaan data transaksi kartu kredit.

"Pelajari saja ketentuan kerahasiaan bank. Yang mana yang rahasia, kartu kredit atau tabungan? Tapi semua UU yang mengatur kerahasiaan data, membuka kemungkinan dibuka kalau untuk kepentingan nasional, dengan persetujuan OJK," katanya.

Kementerian Keuangan telah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan sebanyak 22 bank dan satu lembaga penerbit kartu kredit untuk melaporkan setiap data serta transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 tentang rincian jenis data dan informasi serta tata cara penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan serta berlaku sejak diundangkan pada 22 Maret.

Dalam PMK itu bank maupun lembaga penerbit kartu kredit diwajibkan melaporkan data transaksi nasabah kartu kredit yang bersumber dari billing statement yang memuat data-data berupa nama bank penerbit kartu kredit, nomor rekening kartu kredit, nomor ID dan nama merchant (pedagang), nama pemilik kartu, alamat pemilik kartu, NIK/Nomor paspor pemilik kartu, NPWP pemilik kartu, bulan tagihan, tanggal transaksi, rincian transaksi, nilai transaksi dalam rupiah serta limit atau batas nilai kredit yang diberikan untuk setiap kartu.

Ke-23 bank dan lembaga penerbit kartu kredit itu antara lain Pan Indonesia Bank, Ltd. Tbk. PT Bank ANZ Indonesa, PT Bank Bukopin, Tbk. PT Bank Central Asia, Tbk. PT Bank CIMB Niaga, Tbk. PT Bank Danamon Indonesia, Tbk. PT Bank MNC Internasional, PT Bank ICBC Indonesia, PT Bank Maybank Indonesia, Tbk. PT Bank Mandiri (Persero), Tbk. PT Bank Mega, Tbk, PT Bank Negara Indonesia 46 (Persero), Tbk. PT Bank Negara Indonesia Syariah, PT Bank OCBC NISP, Tbk. PT Bank Permata, Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia )Persero), Tbk. PT Bank Sinarmas, PT Bank UOB Indonesia, Standard Chartered Bank, The Hongkong & Shanghai Banking Corp. PT Bank QNB Indonesia, Citibank N.A dan PT AEON Credit Services.
Tags:

Berita Terkait