KPK Bantah Uang yang Diterima Jaksa Kejati Jabar Pengembalian Kerugian Negara
Utama

KPK Bantah Uang yang Diterima Jaksa Kejati Jabar Pengembalian Kerugian Negara

Jumlah pemberian lebih besar dari jumlah uang pengganti.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Gedung KPK. Foto: RES
Gedung KPK. Foto: RES
KPK membantah jika pemberian uang ke Devianti Rochaeni, jaksa pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat sebagai uang pengembalian kerugian negara dari Jajang Abdul Holik. Jajang merupakan salah seorang terdakwa kasus korupsi penyalahgunaan anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kabupaten Subang tahun 2014.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, pemberian uang sejumlah Rp528 juta dari istri Jajang, Lenih Marliani kepada Devianti diduga sebagai suap. "Kalau dilihat, uang pengganti hanya Rp198 juta, dan itu (uang yang ditemukan KPK) jumlahnya berlebih. Sehingga jika mengatakan itu bagian dari uang pengganti, juga salah," ujarnya di KPK, Selasa (12/4).

Laode mengaku pihaknya memiliki bukti kuat yang menunjukan bahwa pemberian uang sejumlah Rp528 juta sebagai uang suap. Uang itu diduga berasal dari Bupati Subang, Ojang Suhandi. Pemberian uang diduga dimaksudkan untuk meringankan tuntutan Jajang dan mengamankan Ojang agar tidak tersangkut kasus korupsi anggaran BPJS.

Dan, menurutnya, uang-uang yang diterimanya diberitahukan secara sukarela oleh Devianti. Saat ditangkap, Devianti memberitahukan kepada petugas KPK mengenai uang-uang lain yang diterimanya. Uang-uang itu disimpan di ruangannya. Dengan demikian, KPK menyita uang sejumlah Rp528 juta dari tangan Devianti.

Pernyataaan mengenai pengembalian kerugian negara ini disampaikan oleh Raymond Ali, Kasi Penerangan Hukum Kejati Jawa Barat. Raymond membantah jika uang diterima Devianti sebagai uang suap, melainkan uang pengembalian kerugian negara yang diterima dari keluarga terdakwa. Ia meminta KPK membuktikan jika itu adalah uang suap.

Berdasarkan hasil klarifikasi Kejati Jawa Barat terhadap Jajang dan jaksa yang menangani perkaranya, uang yang diterima Devianti adalah pengembalian kerugian negara. "Tentunya KPK harus buktikan kebenarannya, karena kami juga sudah klarifikasi dan dua-duanya menerangkan nggak ada kaitannya dengan suap," tuturnya.

Kasus korupsi penyalahgunaan anggaran BPJS Kabupaten Subang tahun 2014 yang ditangani Devianti selaku penuntut umum masih berproses di Pengadilan Tipikor Bandung. Kasus tersebut juga awalnya ditangani oleh ketua tim penuntut umum Fahri Nurmallo yang sekarang telah dipindahtugaskan ke Semarang, Jawa Tengah.

Dalam kasus ini, Jajang sebagai Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan didakwa bersama-sama Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, dr Budi Subiantoro. Di hari yang sama dengan penangkapan Devianti, Senin (11/4), keduanya menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Bandung.

Jajang dan Budi dituntut dengan pidana penjara selama dua tahun dan denda Rp50 juta subsidair tiga bulan kurungan. Keduanya dianggap terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair, Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka juga dibebankan uang pengganti sebesar Rp168 juta dan Rp104 juta.

Keduanya dianggap menyelewengkan dana kapitasi BPJS dari pemerintah pusat ke Kabupaten Subang sejumlah Rp14 miliar. Kapitasi adalah metode pembayaran dari BPJS kepada penyelenggara pelayanan kesehatan primair atau Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP. BPJS menggelontorkan dana sebesar Rp43,99 miliar untuk Kabupaten Subang.

Dana ini diberikan dalam dua termin. Pertama, dalam rentang waktu Januari-April 2014, BPJS memberikan dnaa sejumlah Rp 14,443 miliar, dan kedua dalam rentang waktu Mei-Desember 2014 sejumlah Rp 29,547 miliar. Dana inilah yang diduga diselewengkan kedua terdakwa, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Tags: