KPK: Hasil Penyidikan Bisa Berbeda dengan Proses Etik Kajati DKI Jakarta
Utama

KPK: Hasil Penyidikan Bisa Berbeda dengan Proses Etik Kajati DKI Jakarta

KPK masih mendalami meeting of mind antara pemberi dan penerima.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Kajati DKI Jakarta Sudung Situmorang berusaha memasuki mobil usai diperiksa penyidik KPK, di gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/4). Sudung diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap PT BA untuk mengamankan perkara di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Kajati DKI Jakarta Sudung Situmorang berusaha memasuki mobil usai diperiksa penyidik KPK, di gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/4). Sudung diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap PT BA untuk mengamankan perkara di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menegaskan hasil pengembangan penyidikan bisa saja berbeda dengan hasil pemeriksaan etik Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu di Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung.

"Kan begini, Kejaksaan melaksanakan pemeriksaan etik, kami memberikan akses kepada Kejaksaan untuk memeriksa, sedangkan kami kan memeriksa pidananya. Jadi, bisa saja keputusan yang diambil Kejaksaan itu berbeda dengan apa yang diambil oleh KPK, tergantung pendalaman yang sedang kami kerjakan," katanya di KPK, Jumat (15/4).

Sebagaimana diketahui, Jaksa Agung M Prasetyo mengumumkan hasil pemeriksaan etik Sudung dan Tomo. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan Jamwas, tidak ditemukan adanya pelanggaran yang dilakukan kedua jaksa tersebut. Oleh karena itu, Sudung dan Tomo tidak akan dikenakan sanksi disiplin.

Laode menjelaskan, indikasi keterlibatan Sudung dan Tomo dalam kasus dugaan suap pengamanan perkara di Kejati DKI Jakarta yang dilakukan Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya (BA) Sudi Wantoko, Senior Manager PT BA Dandung Pamularno, dan Marudut Pakpahan masih dipelajari secara khusus oleh penyidik.

Menurutnya, Sudung dan Tomo masih akan diperiksa beberapa kali lagi oleh penyidik. Dalam hal ini, penyidik juga tengah mendalami apakah ada situasi yang menunjukan adanya kesepakatan awal antara pemberi dengan pihak yang mau diberi. "Antara pemberi dan penerima itu harusnya ada 'meeting of mind'. Itu sedang kami dalami," ujarnya.

Dengan demikian, masih terbuka berbagai kemungkinan. Tentunya, pengembangan akan bergantung dari hasil pendalaman yang dilakukan penyidik. Laode menyatakan, mudah-mudahan, dalam waktu dekat KPK akan mendapatkan jawaban mengenai ada atau tidaknya keterlibatan kedua jaksa itu.

Beberapa hari ini KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Kemarin, KPK melakukan pemeriksaan terhadap Sudung dan Tomo. Usai pemeriksaan, Sudung hanya menyampaikan dirinya sudah menjelaskan semuanya kepada penyidik. Sedangkan, Tomo tidak mau menjawab satu pun pertanyaan wartawan.

Pada Kamis, 31 Maret 2016, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Sudi, Dandung, dan Marudut. Ketiganya ditangkap usai melakukan serah terima uang sejumlah AS$148.835 di sebuah hotel di bilangan Cawang, Jakarta Timur. Bermula pada Rabu malam (30/3) pukul 21.00 WIB, Marudut dan Dandung membuat janji untuk bertemu di hotel.

Kemudian, Kamis pagi (31/1) sekitar pukul 08.30 WIB, mereka bertemu di hotel itu. Penyerahan uang dari Dandung kepada Marudut dilakukan di lantai satu toilet pria. Setelah penyerahan, keduanya ke luar dari hotel dan kembali ke mobil masing-masing. Dari hasil penangkapan, KPK menemukan uang sejumlah AS$148.835.

Setelah OTT, ketiganya dibawa ke kantor KPK untuk diperiksa secara intensif. Selain ketiga orang itu, KPK juga memeriksa Sudung dan Tomo sebagai saksi hingga pukul 05.00 WIB. KPK memeriksa Sudung dan Tomo karena diduga memiliki keterkaitan dengan dugaan suap yang dilakukan Sudi dan Dandung.

Namun, dari hasil gelar perkara, baru Sudi, Dandung, dan Marudut yang ditetapkan sebagai tersangka. Sementara, Sudung dan Tomo masih berstatus sebagai saksi. Ketiga tersangka diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 53 ayat (1) KUHP.

Uang sejumlah AS$148.835 yang diberikan Sudi dan Dandung kepada Marudut diduga ditujukan kepada Sudung dan Tomo. Uang tersebut diduga untuk menghentikan penyelidikan/penyidikan dugaan korupsi PT BA di Kejati DKI Jakarta.
Tags:

Berita Terkait