Tindak Lanjuti Panama Papers, Pemerintah Perlu Bentuk Tim Khusus
Berita

Tindak Lanjuti Panama Papers, Pemerintah Perlu Bentuk Tim Khusus

Untuk memastikan nama-nama pelaku tindak pidana pencucian uang.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Yunus Husein. Foto: Sgp
Yunus Husein. Foto: Sgp
Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang kini menjadi Ketua Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Yunus Husein, menekankan pentingnya upaya pemerintah dalam menindaklanjuti Panama Papers dan Offshore Leaks. Ia menilai salah satu cara yang efektif adalah membentuk tim khusus.

Tim tersebut, menurut Yunus idealnya terdiri dari Direktorat Jenderal Pajak, PPATK, Kementerian Hukum dan HAM, Kemenlu, Kepolisian, Kejaksaan dan tenaga ahli lainnya. Salah satu peran penting tim itu, kata Yunus, adalah untuk mencari informasi dari negara lain. Bahkan Yunus menilai, kalau perlu tim ini berkoordinasi juga dengan pengusaha supaya tahu modusnya, tetapi para pengusaha itu bukan bagian dari tim karena ada conflict of interest.

“Pemerintah sebenarnya perlu mendalami Panama Papers dan Offshore Leaks untuk melihat berapa besar aset uangatau perusahaan yang ada di dalam informasi yang bocor ini. Bisa dilihat berdasarkan prioritasmisalnya dilihat yang paling besar, mana yang pejabat negara  atau ada penyelewengan uang negara yang sedang diselidiki,” kata Yunus dalam acara diskusi Bincang Jentera yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera melalui akun media sosial Twitter @jentera, Jumat lalu (15/4).

Kendati demikian, Yunus mengakui bahwa penanganan masalah tersebut tak bisa sepenuhnya diserahkan kepada tim khusus. Ia mengatakan, peranan masyarakat tetap tak bisa dilepaskan. Oleh karenanya, sejak awal pembentukan tim pun harus dibarengi dengan pembentukan customer service officer (CSO) agar semua proses lebih transparan.

Selain itu, peran masyarakat pun harus dioptimalkan lewat saluran lain. Ia mencontohkan, masyarakat yang memiliki perusahaan harus memberikan informasi yang baik dan lengkap, terutama tentang beneficial owner. Data-data penting lainnya pun wajib dilaporkan kepada otoritas yang berwenang.

Akan tetapi Yunus menyadari, untuk dapat pengaduan yang baik maka suatu lembaga perlu dipercaya. Menurutnya, untuk bisa mendapatkan kepercayaan itu, antara lain menurutnya dengan merahasiakan, melindungi, dan menindaklanjuti pengaduan. Dengan demikian, ruang pengaduan masyarakat pun terbuka lebar.

Yunus juga mengingatkan, pemerintah juga harus mampu mengatasi permasalahan besar dalam menangani kasus semacam ini. Ia melihat saat ini sistem administrasi di Indonesia memiliki kelemahan yang rentan. Saat ini, sistem yang ada memungkinkan orang untuk mempunyai beberapa identitas palsuyang bisa dimanfaatkan sebagai modus pencucian uang. Misalnya, membeli aset dengan nama berbeda untuk mempersulit pelacakan identitas.

“Pencucian uang adalah upaya atau tindakan yang menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana sehingga seolah-olah harta itu berasal dari sumber yang sah,” tambahnya.

Yunus menyebut ada beberapa moduspencucian uang yang biasa dilakukan. Pertama, buy and sell conversion, dengan memainkan harga dalam transaksi jual-beli properti. Kedua, offshore conversion, dengan memindahkan asetnya ke negara-negara yang merupakan safe heaven atau tax heaven. Ketiga, legitimate business conversions; campuran antara bisnis yang legal dan ilegal. Ada cara lain juga, seperti membeli aset tanpa nama untuk menyembunyikan sumbernya dan tidak bisa dilacak, seperti uang dan emas, atau membeli barang-barang mewah seperti berlian, lukisan mahal, dan barang-barang antik.

“Bahkan, transfer pemain-pemain bola juga bisa merupakan salah satu modus pencucian uang,” tandasnya.

Meskipun demikian, tidak semua perusahaan yang dibuka oleh orang Indonesia di luar negeri sebagai indikasi pencucian uang. Yunus mengungkapkan, ada pula alasan bisnis. Pembukaan perusahaan di luar negeri memudahkanurusan dan membatasi risikosehingga manajemen risikonya kecil.Selain itu, ada pulaalasan pajak.

“Ada tax planning, tax avoidance, dan tax evasion. Tax Planning masih dalam artian yang baik. Tax avoidance maksudnya adalah menghindari pajak yang lebih tinggi. Ini masih bisa dimaklumi selama melalui prosedur formal. Tax evasion atau penggelapan pajak. Dia buat anak perusahaan di luar dan transaksi yang dilakukan antara induknya di sini dan anaknya di sanayang merupakan antargrupnya sendiri untuk memperkecil objek pajak di Indonesia,” ujarnya.

Untuk memastikan apakah nama-nama yang masuk daftar Panama Papers dan Offshore Leaks, menurutya bisa melalui kinerja tim khusus yang dibentuk pemerintah. Dirinya berharap, kerja tim khusus yang didukung partisipasi masyarakat bisa melacak pihak-pihak yang menyembunyikan kekayaannya.

Pelacakan itu, menurutnya, bisa dilakukan dengan menelusuri Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) jika penyelenggara negara atau pejabat negara yang disebut dalam daftar. Jika nama yang muncul di dalam daftar dalah pihakswasta, pengawasannya bisa dilihat dari apakah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak atau tidak.

“Offshore convension sudah ada sejak dulu. Persoalan itu sudah disadari oleh lembaga internasional seperti UNODC. Untuk Indonesia, selama tindak pidana asal, seperti korupsi dan narkotika masih tinggilevel pencucian uang masih tinggi karena sumbernya masih banyak. Maka itu, untuk berantas TPPU perlu memberantas tindak pidana asal, seperti korupsi dan narkotika, dan sebaliknya,” pungkasnya.

** Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara Hukumonline dengan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Indonesia Jentera.

Tags:

Berita Terkait