Ini Kata Mantan Wapres Soal Amandemen UUD 1945
Berita

Ini Kata Mantan Wapres Soal Amandemen UUD 1945

Perlu ada jawaban atas beberapa pertanyaan mengenai amandemen UUD 1945.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Mantan Wakil Presiden RI, Try Sutrisno. Foto: youtube.com
Mantan Wakil Presiden RI, Try Sutrisno. Foto: youtube.com
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah diamandemen empat kali. Namun, hal itu dianggap tidak sesuai secara subtansi maupun prosedural. Oleh sebab itu, Mantan Wakil Presiden RI Try Sutrisno berpendapat, perlu adanya pengkajian ulang terhadap amandemen UUD 1945. Hal itu disampaikannya dalam Seminar Nasional, "Kaji Ulang Empat Kali Amandemen UUD 1945", yang diselenggarakan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Senin (18/4)

"Dulu MPR pertama pernah membuat komite kontitusi, begitu diamandemen 4 kali dan diketok besoknya, MPR langsung mengeluarkan ketetapan untuk melakukan pengkajian yang komprehensif terhadap 4 kali perubahan itu. Ada sesuatu hal yang perlu diteliti lagi. Namun hasil kajiannya sampai sekarang tidak ada. Istilah kaji ulang bukan kreasi kita, tetapi MPR sendiri yang sudah mencetuskan hasil amandemen. Tapi tidak kunjung pandam, kita wajib koreksi diri," kata Wakil Presiden periode 1993- 1998 itu.

Menurutnya, perlu ada jawaban atas beberapa pertanyaan mengenai amandemen UUD 1945, di antaranya apakah perubahan UUD 1945 yang dilakukan empat kali telah dilakukan dengan aturan hukum yang benar. Kemudian, apakah bentuk dan susunan lebih baik dari yang lama jika ditinjau dari konstitusi yang baik dan lengkap.

"Apakah materi masih sesuai dengan nilai-nilai pancasila? Bagaimana solusi yang ditawarkan oleh seminar nasional ini? Berapa lama waktu kaji ulang sampai pemilu 2019. Kalau pemilu nanti sudah menghasilkan tatanan yang bagus maka pemilu akan pasti berjalan dengan baik," tuturnya.

Senada dengan Tri Sutrisno, Tim Komisi Konstitusi MPR Ishak Latuconsina mengatakan bahwa secara prosedural dan subtansi ada lima hal yang harus dipertahankan dari UUD 1945. Pertama, tidak mengubah preambule (pembukaan). Kedua, mempertegas sistem presidensial. Ketiga tetap mempertahankan NKRI. Keempat, penjelasan tidak ada dan hal- hal yang bersifat normatf dan esensial dimasukan ke dalam isi. Kelima, perubahan dilakukan dengan adendum.

"Meskipun sepakat terhadap lima hal tersebut kenyataannya banyak dilakukan perubahan. Seperti seharusnya kita tidak membuat DPD. DPD tidak memiliki kewenangan berarti tetapi kita biayai dengan dana besar," ujarnya.

Dia juga menjelaskan, perubahan yang seharusnya dilakukan secara adendum tidak dilakukan. Perubahan secara adendum adalah naskah asli yang tidak dirombak tetapi ditambahkan. "Adendum seperti konstitusi Amerika Serikat. Sedangkan di Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 memiliki 16 BAB, setelah menjadi 21 BAB. Sebelum ada 37 pasal, setelahnya menjadi 73 pasal. Sebelum ada 49 ayat, setelahnya ada 170 ayat. Ada sesuatu yang perlu kita perbaiki. Kita tidak bisa membiarkan bangsa maju kedepan tanpa arah yang jelas," tuturnya.

Selain itu, dia menjelaskan ada dua konsep yang harus diterapkan. Pertama, konsep kedaulatan rakyat, yang mana rumusan kedaulatan rakyat harus kembali digunakan oleh Indonesia. Kedua adalah GBHN. “Yang saya tahu dari media Pimpinan DPR telah menyiapkan formulasi GBHN," jelasnya.

Tags:

Berita Terkait