KPK Dalami Komunikasi Aguan dan Stafsus Ahok
Berita

KPK Dalami Komunikasi Aguan dan Stafsus Ahok

KPK juga dalami ada atau tidaknya keterlibatan Aguan dalam kasus suap ini.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Chairman Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alian Aguan (tengah) usai diperiksa KPK. Foto: RES
Chairman Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alian Aguan (tengah) usai diperiksa KPK. Foto: RES
KPK kembali memeriksa Bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alian Aguan dalam kasus dugaan suap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak mengatakan, Aguan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Mohamad Sanusi yang merupakan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta. "Jadi, kepada Aguan, oleh penyidik ditanyakan seputar komunikasinya dengan Sunny (Tanuwidjaja)," katanya di KPK, Selasa (19/4).

Selain itu, lanjut Yuyuk, Aguan juga ditanyakan mengenai kegiatan-kegiatan yang bersangkutan dengan PT Kapuk Naga Indah (KNI) dan PT Muara Wisesa Samudra (MWS). Sebagaimana diketahui, PT KNI adalah anak perusahaan Agung Sedayu Group, sedangkan PT MWS adalah cucu perusahaan PT Agung Podomoro Land (APL).

PT KNI dan PT MWS merupakan dua perusahaan yang mendapat izin pelaksanaan reklamasi dari Gubernur DKI Jakarta. Tidak hanya PT KNI dan PT MWS, masih ada beberapa perusahaan lain yang juga telah mendapatkan izin pelaksanaan, seperti PT Pelindo II, PT Jakarta Propertindo, dan PT Jaladri Kartika Eka Paksi.

Terkait reklamasi ini, belum ada kata sepakat antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan DPRD DKI Jakarta dalam pembahasan Raperda tersebut. Salah satunya, mengenai poin "tambahan kontribusi" 15 persen yang diusulkan Pemprov DKI Jakarta dalam Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

DPRD DKI Jakarta meminta agar “tambahan kontribusi” diturunkan menjadi 5 persen dan dapat diambil di awal dengan mengkonversi besaran kontribusi itu. Dalam perjalanannya, ternyata diduga ada "main mata" antara pengembang dan anggota DPRD DKI Jakarta. Sanusi ditangkap setelah menerima uang sejumlah Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT APL Ariesman Widjaja.

Sebelum itu, diduga ada komunikasi antara Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Sunny Tanuwidjaja dengan pihak pengembang dan Sanusi. Diduga pula ada pertemuan antara Aguan dengan pimpinan DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi dan Mohamad Taufik, anggota Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta Muhammad Sangaji, serta Ketua Pansus Reklamasi Selamat Nurdin.

Apakah KPK sudah "mencium" indikasi keterlibatan Aguan dalam kasus suap ini, Yuyuk mengaku, penyidik masih mendalami. "Sebab, yang diperiksa bukan hanya Aguan. Jadi, banyak keterangan yang dikumpulkan, baik dari saksi maupun tersangka yang terkait dengan kasus ini. Kalau terkait korupsi lainnya, itu akan kita kembangkan," ujarnya.

Aguan sendiri selalu bungkam usai diperiksa penyidik KPK. Ia tidak menyampaikan sepatah kata pun mengenai keterkaitannya dengan kasus suap yang melibatkan Sanusi dan Ariesman. Saat ditanyakan wartawan mengenai pertemuan dengan anggota DPRD DKI Jakarta, Aguan langsung memasuki mobilnya dengan kawalan beberapa orang dan polisi.

Mengenai komunikasi dengan Aguan, pernah juga ditanyakan kepada Sunny usai diperiksa sebagai saksi di KPK. Sunny menyatakan dirinya tidak pernah berkomunikasi dengan Aguan. Namun, ia mengaku pernah berkomunikasi dengan Sanusi. "Intinya, kenapa Raperda ini lambat. Lalu soal Raperda ini,apakah Pak Gubernur sudah setuju atau belum," ucapnya.

Terkait peran Sunny, pengacara Sanusi, Krisna Murthi sempat mengungkapkan, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kliennya, Sunny merupakan pihak yang mengatur dari pada inisiator, baik dari pengusaha ke eksekutif, maupuan dari eksekutif ke legislatif. Padahal, Sunny sendiri bukan lah siapa-siapa di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.

“Sunny ini disebut dalam keterangan BAP klien saya. Kelihatannya, tiga pilar ini (pengusaha, eksekutif, legislatif), berperan sekali Sunny. Kalau kita tahu, Sunny sendiri bukan siapa-siapa. Mungkin dari keterangan-keterangan yang dirangkum, penyidik bisa melihat sejauh mana peranan Sunny,” tuturnya kepada hukumonline.

Untuk diketahui, KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, baik dari pihak Pemprov, DPRD DKI Jakarta, maupun pengembang. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Sanusi, Ariesman, dan Trinanda Prihantoro sebagai tersangka. Ariesman melalui Trinanda diduga memberikan uang sejumlah Rp2 miliar kepada Sanusi yang juga politisi Partai Gerindra.

Uang itu diduga untuk mempengaruhi pembahasan Raperda. Dari penangkapan Sanusi, KPK menyita uang sejumlah Rp1,14 miliar. KPK kembali menyita uang sekitar Rp850 juta dari ruang kerja Sanusi.. Namun, dugaan suap ini telah dibantah pengacara Sanusi maupun pengacara Ariesman. Keduanya mengaku, itu bukan uang suap.
Tags:

Berita Terkait